PSBB Diperpanjang, Pemerintah Harus Pertimbangkan Dampak Ekonomi

Pemerintah harus menyiapkan strategi di sektor ekonomi untuk menghadapi dampak dari pembatasan-pembatasan.

oleh Tira Santia diperbarui 27 Apr 2020, 19:15 WIB
Arus lalu lintas di jalan tol dalam kota dan Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Selasa (21/4/2020). Adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat volume arus lalu lintas Ibu Kota relatif berkurang, meskipun masih ditemukan kemacetan di sejumlah titik. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pembatasan secara ketat untuk menghambat atau mengurangi penyebaran virus Corona covid-19 akan berdampak besar pada kebijakan ekonomi fiskal dan moneter Indonesia. Saat ini pemerintah tengah menjalankan kebijakan social distanding dan Pembatasan Sosial berskala Besar (PSBB). 

“Semakin ketat dilakukan pembatasan-pembatasan maka secara teoritis akan semakin besar juga dampaknya untuk memakan puncak dari outbreak covid-19, kalau dihubungkan dengan ekonomi baik fiskal atau moneter,” kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Deniey A Purwanto dalam sebuah diskusi, Senin (27/4/2020).

Tentunya ada biaya yang harus ditanggung baik secara langsung maupun tidak langsung oleh pemerintah dengan adanya pembatasan ini. “Semakin lama (pembatasan-pembatasan) dampak ekonominya semakin berat,” ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintah harus menyiapkan strategi di sektor ekonomi untuk menghadapi dampak dari pembatasan-pembatasan yang telah dijalankan tersebut. Strategi tersebut terutama udah pandemi berakhir. 

Sementara itu, bila ditanyakan lebih lanjut kapan wabah ini selesai, beberapa studi menyampaikan estimasinya termasuk terkait dengan penyebaran Corona di Indonesia.

“Ada yang mengatakan berakhir di Juni bahkan ada yang memperkirakan berakhir di Mei. Namun tentunya banyak perkiraan sementara yang perlu banyak faktor lagi yang diperkirakan untuk menghitung secara tepat dan baik dampaknya secara ekonomi,” tutupnya.


Pemerintah: Virus Corona Wabah Alam yang Siklusnya 100 Tahun

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo menyampaikan arahan penanganan virus Corona (COVID-19) untuk pemerintah daerah di Gedung Graha BNPB, Jakarta, Senin (16/3/2020). (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Sebelumnya, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan wabah virus corona merupakan peristiwa alam yang terjadi setiap 100 tahun. Untuk itu, dia menilai wabah tersebut tidak bisa dianggap sepele dan enteng.

"Wabah ini adalah peristiwa alam yang telah terjadi berulang kali ratusan tahun yang lalu," kata Doni Monardo dalam video conference usai rapat bersama Presiden Jokowi secara virtual, Senin (27/4/2020).

 

"Alam adalah dalam proses melakukan sebuah kegiatan yang memang kalau dilihat dari siklusnya, adalah 100 tahun," sambung dia.

Hal itulah yang membuat pemerintah menetapkan wabah virus corona tersebut sebagai bencana nasional non-alam. Menurut Doni, wabah kolera juga pernah terjadi di Spanyol dan beberapa negara lainnya.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu menuturkan bahwa pemerintah bertanggung jawan melindungi warga negaranya dari bahaya virus corona. Namun, Doni menyatakan bahwa dalam memutus mata rantai virus ini, perlu adanya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat.

"Tidak mungkin pemerintah saja yang bekerja keras dan berusaha tanpa didukung segenap komponen masyarakat lainnya," tutur Doni.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya