Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan kasus positif virus corona atau Covid-19 di DKI Jakarta dan beberapa daerah lain mulai melambat. Hal itu diharapkan bisa menjadi indikator bahwa pandemi virus corona di Indonesia segera berakhir.
Pemerintah memprediksi kasus virus corona Covid-19 di Indonesia selesai pada Juni 2020 mendatang jika semua masyarakat disiplin dan mengikuti aturan yang berlaku. Dengan begitu, diharapkan aktivitas masyarakat akan kembali normal pada Juli 2020.
Advertisement
"Kita upayakan. Jadi kalimatnya jangan sampai salah. Ini bisa terjadi, (jika) yang pertama sukses di bidang testing, tracing, isolasi," ujar Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo kepada Liputan6.com, Selasa (28/4/2020).
Tiga strategi itu, menurut Doni, menjadi kunci utama menuntaskan kasus virus corona Covid-19 di Indonesia.
Pemerintah telah melakukan berbagai cara menggenjot tes Covid-19 melalui polymerase chain reaction (PCR), antara lain dengan memperbanyak laboratorium dan memproduksi reagen sendiri. Hal itu untuk memenuhi target 10 ribu tes PCR per hari sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
Strategi lainnya yakni melakukan pelacakan (contact tracing) dari kasus yang sudah terkonfirmasi positif Covid-19. Selanjutnya isolasi ketat diterapkan bagi mereka yang merasa memiliki gejala mirip Covid-19 hingga orang-orang yang telah dinyatakan positif.
"Ini harus dilakukan paralel seluruh daerah. Jangan sampai nanti di Jakarta udah kelar, sementara di daerah lainnya belum kelar. Nanti pingpong. Jadi harus paralel semuanya bekerja keras untuk melakukan tiga hal tadi, testing, kemudian tracing, dan isolasi," kata Doni.
Jenderal bintang tiga TNI itu meminta, semua Gugus Tugas Covid-19 mulai dari tingkat pusat hingga level paling bawah di daerah bekerja keras melakukan tiga strategi tersebut di atas.
"Kalau ini sudah dilakukan secara maksimal, berarti kita sudah bisa memutus mata rantai penularan. Sehingga diharapkan Juni itu nanti sudah mulai rata, akhir Juni sudah mulai ada penurunan. Sampai akhirnya akhir Juli mudah-mudahan kita sudah bisa hidup normal," ucap Doni.
Selain itu, pelibatan tokoh agama dan tokoh masyarakat juga perlu dilakukan agar pesan bisa diterima semua lapisan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Sebab, menurut Doni, ujung tombak penanganan Covid-19 ini ada di masyarakat.
Kendati begitu, pemerintah tidak mengambil pendekatan hukum sebagai pilihan utama dalam menangani penyebaran virus corona. Namun bukan berarti pemerintah dan aparat lembek menghadapi pelanggaran-pelanggaran.
"Kita lebih kepada meningkatkan kesadaran kolektif supaya semuanya paham. Jadi kalau semuanya disiplin, patuh, taat, Insyaallah bisa kita atasi ini," tutur Doni.
Lebih lanjut, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu membeberkan indikator-indikator yang membuat pemerintah optimistis pandemi corona Covid-19 di tanah air bisa rampung pada Juni mendatang.
Pertama, jumlah pasien terkait virus corona yang dirawat di rumah sakit tidak melebihi kapasitas. Secara nasional, jumlah tempat tidur yang disediakan khusus untuk penanganan Covid-19 mencapai 10 ribu unit.
"Pada awal Maret sampai minggu pertama April itu kita kewalahan mencari tempat tidur pasien. Jadi tengah malam ditelepon, terutama temen-temen deket. Sekarang ini sudah lebih dari seminggu nyaris tidak ada lagi yang telepon saya mencari tempat tidur. Kita lihat datanya pasien di rumah sakit itu 7.000 orang, kemudian tempat tidur tersedia secara nasional itu 10.000," kata Doni.
Indikator selanjutnya, jumlah kasus kematian di beberapa daerah mengalami penurunan. Doni menyebut, DKI Jakarta yang sebelumnya rata-rata kasus kematian akibat Covid-19 di atas 50 orang per hari, kini sudah turun menjadi 40 hingga di bawah 30 kasus per hari. Sementara jumlah kasus sembuh meningkat.
"Artinya ada harapan baru. Belum menjamin bahwa ini akan menjadi tetap sukses, tetapi ada harapan. Harapan di sini terletak pada kesungguhan kita untuk mengikuti protokol kesehatan. Jadi salah satu kunci adalah PSBB di DKI membawa dampak positif. Rasa optimistis ini sangat ditentukan dari tingkat kepatuhan, tingkat disiplin melakukan protokol kesehatan," katanya.
Dia berharap, daerah-daerah yang sudah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) agar bisa melaksanakannya dengan baik bersama stakeholder terkait. Pemerintah daerah dan aparat setempat juga diminta tegas terhadap korporasi maupun individu yang melanggar PSBB.
"Kepala gugus tugas Covid-19 daerah memiliki kewenangan penuh untuk melakukan penertiban, melakukan upaya agar penerapan PSBB berjalan efektif dan itu enggak bisa sendirian. Jadi unsur TNI, unsur Polri, Kejaksaan, BIN, kementerian/lembaga jadi satu di sana. Kalau kerja sama ini bisa baik, maka apapun persoalan yang dihadapi bisa selesai," ucap Doni Monardo.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Zona Merah Wajib Terapkan PSBB
Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif sependapat dengan prediksi pemerintah yang memperkirakan pandemi corona Covid-19 di Indonesia akan berakhir antara Juni-Juli 2020.
"Saya kira Pak Doni (Ketua Gugus Tugas Covid-19) ngomong begitu kan bukan atas dasar satu prediksi, tapi beberapa prediksi. Jadi kemudian melihat perkembangan kasus ya," ujar Syahrizal kepada Liputan6.com, Jakarta Selasa (28/4/2020).
Syahrizal mengaku sempat khawatir penurunan angka kasus positif dipicu minimnya ketersediaan reagen untuk tes PCR. Namun melihat upaya pemerintah yang terus mendatangkan alat kesehatan, termasuk reagen, keraguan itu sedikit dikesampingkan.
"Kita lihat saja, lima hari ke depan bagaimana. Angka itu enggak bisa dimainkan dalam waktu satu minggu. Jadi kalau memang konsisten (turun), ya dalam lima hari ke depan angkanya kelihatan, kita tunggu aja," katanya.
Syahrizal mengaku tidak tahu persis kapan puncak pandemi virus corona Covid-19 terjadi di Indonesia. Namun dia memprediksi, kasus positif di Indonesia jumlahnya akan turun di akhir April 2020.
Berdasarkan laporan harian secara nasional, kata dia, penambahan kasus positif tertinggi ada di tanggal 24 April 2020 sebanyak 436 orang. Sehari sebelumnya, atau 23 April, tercatat angka penambahan kasus positif secara nasional sebanyak 357 orang.
Angka penambahan kasus positif berangsur menurun mulai 25 April sebanyak 396 orang, 26 April sebanyak 275 orang, dan 27 April sebanyak 214 orang. Namun hari ini, 28 April 2020, penambahan kasus positif kembali menyentuh 415 orang.
"Kalau 5 hari ke depan dia tidak pernah lagi mencapai angka 400-an, berarti memang angka 436 itu puncak wabah, dan itu berarti baik buat kita," ucap Syahrizal.
Syahrizal menilai, penerapan PSBB cukup efektif menekan penyebaran virus corona Covid-19. Karena itu, dia berharap pemerintah mengambil keputusan yang lebih tegas dan cepat dengan menerapkan PSBB di seluruh daerah yang masuk kategori zona merah.
"Menurut saya udah enggak usah lah PSBB berizin itu. Pokoknya zona merah semua harus PSBB, kan sudah tahu PSBB memberi dampak. Jadi jangan sampai nanti daerah-daerah PSBB menurun, daerah non-PSBB naik. Sayang kita kerja dua kali," katanya.
Selain itu, dia juga mengkritisi penerapan PSBB di beberapa daerah yang dinilai belum maksimal dan tegas. Dia berharap, sanksi tegas diberikan kepada para pelanggar PSBB.
"Jadi orang-orang yang sekarang ini bandel, bukan mereka enggak ngerti, wong sosialisasi sudah cukup lama. Jadi sekarang ini orang yang bandel, yang egois sudah saatnya didenda. Enggak pakai masker denda Rp 100 ribu atau Rp 50 ribu," ucap Syahrizal.
Kepala Lembaga Biomolekuler Eijkman, Amin Soebandrio menyoroti fenomena meningkatnya kasus positif Covid-19 di sejumlah daerah di saat perkembangan kasus di DKI Jakarta justru mengalami perlambatan pesat.
Menurut dia, hal itu dipicu kurang efektifnya upaya daerah melakukan pengendalian dan contact tracing pasien Covid-19.
"Nah itu mungkin belum dilakukan dengan sempurna, artinya masih banyak orang-orang yang positif itu masih 'berkeliaran' yang menjadi sumber penularan," ungkap Amin kepada Liputan6.com, Selasa (28/4/2020).
Amin mengatakan, selama hal itu tidak dihentikan, maka rantai penyebaran virus corona akan terus meningkat.
Amin sendiri tak berani berasumsi apakah peningkatan kasus di daerah disebabkan kebijakan larangan mudik yang telat diberlakukan. Berhubung tidak adanya data yang bisa menyimpulkan ke arah sana.
"Kita belum punya bukti apakah yang meningkat di daerah itu memang berkaitan dengan orang yang mudik di Jakarta. Bisa saja terjadi transmisi lokal karena sumbernya kan bisa bermacam-macam," jelas Amin.
Amin menerangkan, pertanyaan itu tak akan bisa dijawab jika sampai saat ini contact tracing-nya tidak berjalan. Pihaknya tak bisa melakukan dugaan apapun tanpa adanya data yang diperoleh dari penelusuran kontak pasien positif.
"Jadi kita tidak bisa melakukan dugaan-dugaan seperti itu tanpa punya bukti didasarkan pada contact tracing gitu," ucapnya.
Amin sendiri mengaku belum mengetahui bagaimana penelusuran kontak pasien positif Corona Covid-19 di daerah. Apakah di sana berjalan secara efektif atau tidak.
Aturan bakunya, sebut Amin, adalah bila ada seseorang yang memang melakukan kontak fisik dengan pasien positif, maka ia wajib melakukan karantina mandiri. Jika hal itu tidak dilakukan, maka akan sulit mencegah penyebaran.
"Kalau karantina mandiri tidak dilakukan dengan baik, ya agak sulit untuk mencegah penularan," ungkapnya.
Amin melihat, penurunan kasus angka positif Covid-19 di Jakarta tak lepas dari efektifnya penerapan PSBB.
"Ya sudah pasti kalau sebagai penduduk yang biasanya memenuhi Jakarta itu diminta ke pinggiran ya angka di Jakarta menurun pasti. Nah tinggal kita memastikan angka di pinggir Jakarta itu menurun ndak," katanya.
Advertisement
Prediksi BIN dan SUTD
Sebelumnya, pemerintah memprediksi kasus virus corona Covid-19 di Indonesia bisa berakhir pada Juni 2020 jika semua masyarakat disiplin dan mematuhi aturan yang berlaku.
Hal itu disampaikan Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo dalam video conference usai rapat bersama Presiden Jokowi secara virtual, Senin (27/4/2020). Jokowi, kata dia, meminta aparat lebih tegas terhadap pelanggar aturan terkait corona.
"Presiden meminta kita semua untuk bisa bekerja lebih keras lagi dan mengajak masyarakat untuk lebih patuh, disiplin, dan aparat supaya lebih tegas, agar pada Juni mendatang kita mampu menurunkan kasus Covid-19 di Indonesia," ujar Doni.
"Sehingga pada Juli diharapkan kita sudah bisa mulai mengawali hidup normal kembali," sambungnya.
Dalam rapat itu, Jokowi meminta agar seluruh kementerian dan lembaga terkait serta pemerintah daerah terus menyampaikan upaya pencegahan penyebaran virus corona. Hal itu harus disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti.
"Imbauan senantiasi disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Bahkan perlu gunakan bahasa daerah," ucap Doni.
Selain itu, masyarakat juga diminta meningatkan kesadaran untuk menjaga jarak demi mencegah penyebaran corona. Apabila ada seseorang yang mendekatkan diri, masyarakat harus berusaha menghindari orang tersebut.
"Termasuk keberanian untuk mengingatkan satu sama lainnya agar tidak ada kerumunan pada tempat tertentu," tutur Doni.
Optimisme pemerintah didukung dengan perkembangan kasus positif corona Covid-19 di DKI Jakarta dan beberapa daerah melambat. Menurut Doni, pelambatan kasus di DKI Jakarta tak lepas dari pengaruh penerapan PSBB yang efektif berlaku sejak 10 April 2020.
"Ini diakibatkan karena PSBB yang telah berjalan dengan baik. Bapak Gubernur DKI telah laporkan presiden tentang hasil yang dicapai selama pelaksanaan PSBB," jelasnya.
Pada awal April 2020, Doni juga menyampaikan prediksi berakhirnya pandemi virus corona di Indonesia berdasarkan hasil penelitian Badan Intelijen Negara (BIN). Hal itu disampaikan Doni saat rapat kerja virtual bersama Komisi IX DPR RI.
"Puncaknya kira-kira akhir Juni atau akhir Juli 2020," jelas Doni dalam rapat virtual, Kamis (3/4/2020) malam.
BIN memprediksi, pada akhir Juni kasus positif Covid-19 mencapai 105.765, sementara pada akhir Juli terdapat 106.287 kasus.
Prediksi kajian BIN itu diklaim memiliki akurasi 99 persen. Sebab, BIN berhasil menghitung perkiraan kasus corona pada akhir Maret mencapai 1.577 orang. Sedangkan faktanya, jumlahnya mencapai 1.528 orang.
"Ini akurat," imbuh Doni.
Pada data tersebut, BIN memprediksi kasus positif corona terjadi 27.307 kasus pada akhir April 2020. Sedangkan akhir Mei 2020 sebanyak 95.451 kasus.
Tetapi, Doni mengatakan, prediksi BIN tersebut bisa saja meleset jika langkah pencegahan dapat dilakukan.
"Kalau bisa melakukan langkah-langkah pencegahan, mudah-mudahan kasus yang terjadi tidak seperti apa yang diprediksi," kata Doni.
Singapore University of Technology and Design (SUTD) juga merilis prediksi kapan virus corona Covid-19 akan berakhir. Khusus Indonesia, epidemi ini diperkirakan selesai 99 persen pada akhir Juni mendatang.
Prediksi ini dirilis melalui situs SUTD Data-Driven Innovation dan menunjukan grafik-grafik dari tiap negara dan prediksi berakhirnya pandemi corona di negara tersebut. Data yang dipakai berasal dari Our World in Data milik peneliti Universitas Oxford.
Grafik Indonesia menunjukan pandemi virus corona jenis baru ini akan selesai 97 persen pada 6 Juni 2020, lalu berakhir 99 persen pada 23 Juni 2020. Jika dibandingkan, berakhirnya pandemi corona di Indonesia relatif telat ketimbang negara-negara lain.