Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki memprediksi tren Stay at Home di tengah pandemi virus corona bisa menjadi tren ekonomi di masyarakat untuk ke depannya.
“Masyarakat mengalami perubahan pola konsumsi yang awalnya offline sekarang menjadi online, dan diprediksi stay at home ekonomi akan menjadi tren di masyarakat,” kata Teten dalam konferensi pers bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di kantor Graha BNPB, Jakarta, Selasa (28/4/2020).
Advertisement
Ia menyebut Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang paling terdampak terutama sektor mikro.
Melihat pola konsumsi masyarakat yang saat ini berubah, penjualan secara online atau e-commerce sekarang merupakan sebuah solusi bagi UMKM yang pasti bisa menjalankan usahanya, untuk tetap memasarkan produknya sesuai protokol pencegahan covid-19.
“Riset RPL UI menyebutkan bahwa UMKM yang berpotensi dalam masa sekarang ini adalah UMKM pangan yang memproduksi produk-produk herbal, natural, buah-buahan, sayur-sayuran, yang baik untuk kesehatan dan daya tahan tubuh,” ujarnya.
Selain itu, UMKM juga ada yang menyediakan produk makanan siap olah dan bisa disimpan lama. Hal itu sejalan dengan survei dengan hasil 49 persen bahwa masyarakat saat ini lebih sering memasak di rumah, jadi permintaan terhadap produk-produk yang siap diolah praktis menjadi fokus saat ini.
“Saya mengajak seluruh pelaku koperasi dan UMKM bisa memanfaatkan momentum covid-19 sebagai bagian untuk belajar lebih aktif dalam memanfaatkan teknologi digital, untuk mengatasi permasalahan salah satunya pemasaran,” ungkapnya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk membeli produk-produk koperasi dan UMKM agar perekonomian di dalam negeri tetap berputar, sehingga solidaritas sosial kepada yang terdampak saat ini sangat dibutuhkan.
“Saya berharap pandemi covid-19 bisa menjadi momentum bagi pelaku koperasi dan UMKM untuk membuktikan bahwa produk-produk dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan masyarakat,” tutupnya.
Pandemi Corona Ubah Perilaku Digital Masyarakat Indonesia
Pandemi virus corona (Covid-19) telah membuat banyak perubahan terhadap perilaku konsumen di pasar digital. Hal ini diungkapkan oleh Head of Communication, Hi-Tech and Media Industry MarkPlus Inc, Rhesa Dwi Prabowo dalam acara MarkPlus Industry Roundtable, Selasa (28/4/2020).
Perubahan tersebut terangkum dalam hasil survei online yang diadakan MarkPlus Inc, yang diikuti 124 responden dimana sebanyak 70,2 persen diantaranya berasal dari Jabodetabek.
Rhesa menyampaikan, perubahan perilaku pertama yakni berkurangnya pengguna transportasi online selama masa pandemi. Sebagai catatan, pemerintah telah melarang penyedia jasa untuk mengangkut penumpang dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Secara harian, 38,7 persen pengguna transportasi online menurun selama Covid-19. Wajar terjadi, ini karena ada PSBB," jelas Rhesa.
Sebaliknya, hasil riset menunjukan, Perilaku pembelian bahan makanan (groceries) seperti daging, buah-buahan dan sayur-sayuran secara mingguan justru meningkat 11,3 persen.
Kenaikan juga terjadi secara bulanan terhadap penyaluran donasi yang melonjak 10,5 persen, serta pembelian obat-obatan yang meninggi 5,6 persen.
Advertisement
Pelaku E-Commerce juga Berubah
Selain bagi konsumen, perubahan tersebut juga berdampak terhadap pelaku e-commerce. Rhesa mencatat ada tiga komoditas yang paling banyak dicari pelanggan di pasar digital selama wabah corona, yakni bahan makanan, produk makanan dan minuman, serta obat-obatan atau kesehatan.
"Paling besar groceries, itu 79,4 persen. Itu seperti daging, sayur-sayuran, yang memang customer cari selama masa pandemi. Lalu makanan dan minuman 68,4 persen, dan produk obat-obatan dan kesehatan 49 persen," paparnya.
Rhesa juga melihat adanya peningkatan transaksi di atas Rp 1 juta per bulan yang dilakukan konsumen di pasar e-commerce selama masa penyebaran virus corona.
"Jadi orang yang spending di atas Rp 1 juta per bulan selama Covid-19 ini naik dari 37,1 persen jadi 48,4 persen," terang Rhesa.