Liputan6.com, Jakarta Ibadah Ramadan saat ini terasa berbeda karena dilakukan di tengah suasana pandemi Covid-19. Ibadah-ibadah, seperti berpuasa dan sholat pun dilakukan di rumah saja. Namun, ahli tafsir Al Quran Muhammad Quraish Shihab mengatakan ibadah sholat tarawih bisa dilakukan di rumah.
Sholat tarawih termasuk ibadah sunah di bulan Ramadan. Sholat tarawih dilakukan pada malam hari, setelah berbuka puasa dan sholat Magrib, juga sholat Isya.
Advertisement
Akan tetapi, kerap timbul perdebatan mengenai jumlah rakaat sholat tarawih yang tepat. Sebagian memandang 20 rakaat yang afdal, sedangkan sisanya adalah delapan rakaat.
Jumlah rakaat itu belum termasuk salat penutup, yaitu witir. Jika dengan witir, maka jadi 23 rakaat atau 11 rakaat. Penganut dua pandangan ini saling berbantahan.
Lantas, mengapa ada pandangan berbeda, padahal kedua merupakan salat tarawih?
Dikutip dari NU Online, sholat tarawih sebenarnya adalah bagian dari qiyamul lail di bulan Ramadan. Dasarnya adalah hadis riwayat Bukhari Muslim. Rasulullah Muhammad SAW bersabda:
"Barangsiapa bangun (salat malam) di bulan Ramadan dengan iman dan ihtisab, maka diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu."
Sebenarnya, Rasulullah SAW sendiri tidak memerintahkan umat Islam melaksanakan sholat tarawih. Rasulullah hanya mencontohkan salat malam yang dilakukan selama Ramadan.
Salat tarawih baru disyariatkan ketika kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab RA. Pelaksanaan salat tarawih dari sebelumnya sendiri-sendiri, menjadi berjemaah.
Rasulullah Mulai Sholat Tarawih
Dalam sebuah riwayat Imam Muslim, awalnya Rasulullah SAW sholat di Masjid Nabawi ketika malam bulan Ramadan. Para sahabat yang tahu lantas mengikuti Rasulullah SAW. Lama-lama, makin banyak sahabat yang ikut sholat.
Dua malam setelahnya, Rasulullah SAW kembali sholat di Masjid Nabawi. Saat itu, justru semakin banyak yang ikut sholat di belakang Rasulullah SAW.
Empat hari kemudian, Rasulullah SAW tidak muncul di Masjid Nabawi. Para sahabat jadi heran, kemudian bertanya kepada Rasulullah suatu pagi.
Rasulullah SAW menjawab, "Sebenarnya tidak ada yang menghambatku untuk turut serta bersama kalian. Hanya saja aku takut nanti hal ini akan menjadi wajib."
Riwayat di atas menjelaskan bagaimana awalnya syariat sholat tarawih.
Terkait jumlah rakaat, beberapa mazhab fikih tidak banyak berbeda pendapat. Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid menyatakan perbedaan pandangan mengenai jumlah rakaat hanya masalah afdhaliyah, artinya mana yang lebih afdal.
Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah, Imam Asy Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hambal berpendapat tarawih paling afdal sebanyak 20 rakaat.
Meski begitu, ada juga yang berpendapat tarawih itu 36 rakaat. Sedangkan kalangan yang memandang tarawih itu delapan rakaat mendasarkan pada hadis berikut.
"Diriwayatkan dari Abu Salamah, ia pernah bertanya kepada Aisyah, 'Bagaimana sholat Nabi Muhammad di bulan Ramadhan?' Aisyah menjawab, 'Beliau tak menambah pada bulan Ramadan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat, sholat empat rakaat, yang betapa bagus dan lama, lantas sholat empat rakaat, kemudian tiga rakaat. Aku pun pernah bertanya, Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum menunaikan shalat witir? Beliau menjawab, "Mataku tidur, tapi hatiku tidak."
Perbedaan yang terjadi mengenai jumlah rakaat salat tarawih lebih disebabkan perbedaan cara pandang dalam memaknai hadis.
Yang patut diketahui, tidak ada hadis Rasulullah SAW yang secara tegas menyebut jumlah rakaat sholat tarawih.
Advertisement