Penelitian Menunjukkan Olahraga Berat Tingkatkan Penyebaran Virus Corona Covid-19 ke Paru-Paru

Sejumlah kompetisi rencananya akan kembali dilanjutkan meski pandemi virus Corona Covid-19 belum berakhir, amankah?

oleh Marco Tampubolon diperbarui 29 Apr 2020, 20:10 WIB
Suasana pertandingan Serie A antara Inter Milan dan Juventus di Allianz Stadium, Turin, Italia, Minggu (8/3/2020). Pertandingan yang dimenangkan Juventus 2-0 itu digelar tanpa penonton akibat kekhawatiran akan penyebaran virus corona (COVID-19). (Marco Alpozzi/LaPresse via AP)

Liputan6.com, Jakarta Pandemi virus Corona Covid-19 memang tidak hanya berdampak pada kesehatan saja. Seluruh aspek kehidupan termasuk sepak bola juga terkena imbasnya. Berbagai kompetisi terpaksa dihentikan.

Akibatnya, roda bisnis mandek dan menyebabkan stake holder olahraga kelimpungan. Sebagian besar klub kini harus memutar otak untuk menyelamatkan keuangan mereka yang semakin terpuruk.  

Pandemi virus Corona Covid-19 sampai saat ini belum juga berakhir. Sudah lebih dari 3 juta orang di lebih dari 200 negara terinfeksi virus tersebut. Sebanyak lebih dari 200 ribu jiwa meninggal dunia dan sampai saat ini belum ada obat maupun vaksin yang mampu menangkal penyakit Covid-19.

Tidak ingin mengambil resiko, Liga Belanda dan Liga Prancis memutuskan untuk menghentikan kompetisi secara permanen. Namun sebagian operator liga di negara lain, termasuk Italia, Inggris, dan Spanyol justru berniat melanjutkan pertandingan yang tersisa dengan protokol yang super ketat. 

Lalu seberapa aman melanjutkan kompetisi di tengah pandemi yang belum selesai?

 


Temuan Para Ahli

6. Paulo Dybala (Juventus) - Dybala yang tampil apik bersama Juventus ini memiliki nilai pasar 85 juta euro. (AFP/Isabella Bonotto)

Belum lama ini, pakar immunologi dan paru di Berlin, Roma, dan Verona, melakukan penelitian mengenai hal ini. Mereka terdiri dari Paolo Matricardi, Roberto Dal Negro, dan Roberto Nisini.  

Lewat makalah berjudul "The First, Comprehensive Immunological Model of COVID-19", mereka menemukan bahwa paru-paru para atlet, termasuk pesepak bola ternyata sangat rentan terinfeksi virus Corona Covid-19 selama pertandingan. Itu karena olahraga berat menyebabkan atlet dan pesepak bola cenderung menghirup dan mengarahkan virus ke paru-paru. Padahal seperti virus corona model terbaru dapat menyebabkan kerusakan paru dan menyebabkan berbagai komplikasi termasuk pnemumonia, hingga yang terburuk adalah sindrom gangguan pernapasan akut atau ARDS.

Penelitian tersebut juga menunjukkan kalau kondisi atlet-atlet yang awalnya tidak memiliki gejala dapat memburuk bila paru-paru mereka terinfeksi virus Covid-19 saat melakukan aktivitas yang berat.

"Pola pernapasan selama latihan berat berubah secara dramatis dengan peningkatan ventilasi yang luar biasa (yaitu: volume udara inspirasi dan ekspirasi), dan ventilasi alveolar khususnya," ujar salah seorang peneliti dalam makalah penelitian mereka seperti dilansir theage.com.au.

"Atlet profesional secara khusus terpapar (jauh lebih banyak daripada individu dari populasi umum) karena mereka sering melakukan latihan ekstrim dan lama," kata peneliti-peneliti itu. 

Penelitian itu juga menunjukkan kalau paru-paru atlet yang ideal sangat mendukung virus lebih dalam masuk ke paru-paru lewat pernapasan. "Bahkan SARS-CoV-2 (Covid-19) akan menyebar lebih dalam di area paru-paru selama latihan berat, dan itu menjadi awal serangan yang agresif," tulis mereka.

"Jadi bukan secara kebetulan, bila sebagian besar pemain sepak bola profesional mengklaim terjadinya demam, batuk kering, dan malise (dan dispnea dalam beberapa kasus) tidak lama setelah atau beberapa jam setelah pertandingan resmi terakhir mereka," kata para peneliti menjelaskan.

Sejauh ini, virus Corona Covid-19 tidak pandang bulu dalam memilih korbannya. Bahkan para pesepak bola yang berlain di tim-tim elite serta atlet profesional yang bertubuh sehat juga bisa terinfeksi. 

Paulo Dybala contohnya. Pemain Juventus ini juga dinyatakan terjangkit virus Covid-19 dan dinyatakan belum sembuh hingga saat ini. Selain Dybala masih banyak atlet lain yang bernasib sama.

(Simak daftar lengkapnya di sini)

 


Resiko Tertular Lebih Besar

Petugas medis merawat pasien di unit perawatan intensif rumah sakit di Brescia, Italia, Kamis (19/3/2020). Jumlah kematian akibat virus corona COVID-19 di Italia telah mencapai 3.405, lebih banyak dari China. (Claudio Furlan/LaPresse via AP)

Meski masih perlu mendapat pengujian dari pakar lain, penelitian awal menunjukkan kalau pemain yang terinfeksi tapi tanpa gejala, kondisinya bisa menburuk bila virus berpindah dari saluran pernapasan atas ke bawah. "Droplets atau aerosol akan terhirup kembali dan memfasilitasi penyebaran virus itu dari saluran pernapasan atas ke bawah," tulis para peneliti itu mengingatkan.  

Selain itu, atlet atau pesepak bola yang positif terjangkit Covid-19 bakal dengan mudah menularkan ke atlet lainnya. "Dalam olahraga di mana banyak atlet berada dalam kontak dekat, seperti olahraga tim atau maraton, partikel yang sama berpeluang besar dihirup atlet lain, memfasilitasi transmisi virus."

"Perlu diingat bahwa olahraga berat menyebabkan pelepasan sekresi yang jauh lebih sering dan ini lebih lanjut dapat berkontribusi pada penyebaran SARS-CoV-2 lingkungan, terutama jika rekomendasi jarak aman tidak diikuti secara ketat," tulis para peneliti dalam makalah mereka.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya