Cegah Penyalahgunaan, Aturan Pertambangan Rakyat Harus Diperketat

Banyak oknum yang merusak lingkungan, penambang ilegal hingga oknum korporasi yang menyamar menjadi rakyat.

oleh Athika Rahma diperbarui 29 Apr 2020, 19:20 WIB
18 ribu hektar lebih lahan bekas hutan di kawasan Desa Pematang Gadung, Ketapang, Kalimantan Barat, disulap menjadi pertambangan emas ilegal. Sejak 1992, praktik ini bermula dari pembalakan liar, dilanjutkan eksploitasi emas yang merusak lingkungan

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah merevisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara. Dalam revisi UU 4/2009 tersebut, ada beberapa poin yang dibahas, salah satunya pertambangan rakyat.

Pemerintah dinilai harus memperketat aturan pertambangan rakyat ini karena banyak potensi penyalahgunaan yang bisa terjadi, seperti adanya oknum yang merusak lingkungan, penambang ilegal hingga oknum korporasi yang menyamar menjadi rakyat.

"Dalam pertambangan rakyat ini, jangan sampai ada kedok rakyat tapi ternyata orang yang lebih besar di belakangnya," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Prof. Hikmahanto Juwana dalam diskusi daring, Rabu (29/4/2020).

Lebih lanjut, Hikmahanto juga menyarankan agar pemerintah bisa menyusun aturan pengolahan dan pemurnian tambang oleh rakyat. Jadi, rakyat tidak hanya diizinkan menambang saja tapi diberikan pedoman pengetahuan bagaimana mengelola dan memurnikan hasil tambang tersebut.

"Kalau bisa ada aturan pemberdayaan rakyat dalam menambang supaya nggak hanya menambang aja, tapi mereka juga memiliki keterampilan mengolah dan memurnikan," kata Hikmahanto.

Di sisi lain, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menjelaskan mitigasi yang telah disiapkan pemerintah untuk menangkal aksi nakal oknum-oknum yang menggunakan topeng pertambangan rakyat dalam menjalankan rencananya.

 


Contoh

Aktivitas penambangan emas liar di Jambi.(Foto: Istimewa/Liputan6.com/B Santoso)

Misalnya, dalam penambangan rakyat di sisir sungai, ada ketentuan bahwa yang mengeksploitasi memang benar-benar rakyat dan tidak menggunakan alat berat dan tidak berdampak buruk ke lingkungan.

"Kita harus bedakan rakyat mana. Kalau rakyat mampu, mereka nggak ada WPR (wilayah pertambangan rakyat), mereka harus punya izin tambang. Kalau sudah pake alat berat, ya bukan rakyat, bukan di WPR, rakyat 'kan ada keterbatasan modal teknologi gitu. Makanya penyiapannya oleh Pemda dari lahan, eksplorasi sampai studi lingkungan itu harus ketat," kata Bambang.

Lalu soal celah penambang ilegal, Bambang memastikan bahwa WPR dikelola oleh kelompok-kelompok kecil, bahkan BUMDes, sehingga tidak bisa begitu saja dieksploitasi penambang ilegal.

"Jadi WPR itu diusulkan oleh Pemda, ditetapkan oleh Menteri. Saat ditetapkan, sebelum menentukan IPR, dokumennya harus lengkap. Jadi WPR itu nggak bisa begitu saja diajukan lalu langsung diterima," kata Bambang.

Dirinya juga menekankan penegakan hukum yang benar-benar ketat untuk membasmi dan mencegah tingkah oknum yang lain dalam memanfaatkan pertambangan rakyat.

"Makanya, law enforcement ini harus banget nih, benar-benar dilakukan agar seluruh aturan itu bisa dipatuhi," tutup Bambang.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya