Greenpeace: Kualitas Udara Bersih Jakarta Bukan Jaminan Bebas Polusi

Bondan mengatakan, untuk memastikan polusi di Jakarta masih dalam taraf aman, harus melihat data dari alat pemantau.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Apr 2020, 15:22 WIB
Foto udara suasana gedung bertingkat di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (8/4/2020). Jakarta sempat menjadi kota paling berpolusi di dunia pada 29 September 2019 lalu, namun Rabu (8/4) siang ini, kualitas udara kota Jakarta membaik. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kualitas udara ibu kota Jakarta secara umum mengalami perbaikan salama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat pandemi virus corona Covid-19. Kendati, angkanya masih fluktuatif.

Juru Bicara bidang iklim dan energi Greenpeace, Bondan Andriyanu mengatakan, jernihnya langit Jakarta selama masa PSBB tidak secara otomatis menandakan hilangnya polusi udara. Di tengah pandemi Covid-19, kata Bondan, polusi sangat berkontribusi memperparah paparan virus corona.

"Sekarang banyak yang berjemur, tapi alih-alih datanya (tingkat polusi) saja tidak tahu," kata Bondan dalam satu diskusi, Kamis (30/4/2020).

Bondan mengatakan, untuk memastikan polusi di Jakarta masih dalam taraf aman, harus melihat data dari alat pemantau. Sayangnya, data dari alat pemantauan tidak mudah diakses oleh publik.

Menurutnya, data dari alat pemantauan yang dimiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih kurang dari cukup. Hal itu ditandai dengan minimnya alat pemantau udara di wilayah Bekasi dan Jakarta.

"Urgensinya adalah alat pantau, sebab sulit sekali memperoleh data untuk mengetaui tingkat polusi," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Berkurangnya Kendaraan

Foto udara suasana gedung bertingkat di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (8/4/2020). Jakarta sempat menjadi kota paling berpolusi di dunia pada 29 September 2019 lalu, namun Rabu (8/4) siang ini, kualitas udara kota Jakarta membaik. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan, penerapan PSBB sedikit banyak berpengaruh terhadap kualitas udara di Jakarta. Dari berbagai indikator dan perhitungan yang signifikan mempengaruhi kualitas udara Jakarta dan sekitarnya adalah kendaraan umum dan pribadi.

"Kendaraan bermotor memang faktor nomor satu. Dan berhentinya pabrik (sementara) bisa berpengaruh juga ke kualitas udara Jakarta," tutur Kepala Sub Bidang Informasi Pencemaran Udara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Suradi.

Suradi menjelaskan, secara umum sejak awal kebijakan work from home atau berkegiatan di rumah, hingga dua pekan setelahnya dan awal Ramadan ini, terlihat ada perbaikan kualitas udara. Sayangnya, geliat masyarakat yang melakukan panic buying dengan mobilitas warga yang tinggi sempat menyebabkan polusi kembali terlihat meningkat di awal PSBB.

Di saat yang sama, ada juga pengaruh tidak turunnya hujan dalam beberapa waktu akan membuat kualitas udara memburuk. Hingga memasuki pekan pertama Ramadan, indikator kualitas udara masih menunjukkan angka yang naik turun di kategori Baik (0-50 mikrogram per meter kubik) dan Sedang (51-150 mikrogram per meter kubik).

BMKG juga menganalisa faktor angin. Dari analisa ini, menegaskan tidak adanya pengaruh dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di kawasan Banten atau sisi barat Jakarta. Seperti diketahui, PLTU tetap beroperasi maksimal saat ini, demi menjamin pasokan listrik di ibukota lancar selama pandemi dan PSBB ini.

"PLTU justru enggak pengaruh. Kita perlu lihat juga bandingannya dengan April 2019, jika dibandingkan tahun lalu, kualitas udara Jakarta April tahun ini justru membaik," jelasnya.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya