Novel Baswedan Curiga Terdakwa Teror Air Keras Hanya Orang Bayaran

Novel tak mau orang yang tidak bersalah justru dipidana, sementara pelaku sebenarnya bebas berkeliaran.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 30 Apr 2020, 20:27 WIB
Penyidik senior KPK Novel Baswedan memberikan keterangan usai diperiksa oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Polisi di Gedung KPK, Kamis (20/6/2019). Novel diperiksa terkait kasus penyiraman air keras hingga mata kirinya buta diharapkan bisa menemukan titik terang. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyebut tak pernah mengenal Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, dua terdakwa kasus penyerangan air keras terhadap dirinya. Novel curiga kedua orang tersebut bukan pelaku teror yang terjadi pada 11 April 2017 lalu.

"Tadi penuntut bertanya kepada saya. Apakah ada orang yang mengaku sebagai pelaku, apakah dia seharusnya dihukum atau tidak? Tadi saya katakan, orang yang mengaku, dalam kaedah ilmu hukum serta pengalaman saya sebagai penyidik, tentunya kita harus melihat, apakah dia mengaku atas kesadarannya dia, dan atas sikap kooperatifnya dia? Rasa keinsyafannya dia, sehingga dia mengaku berbuat salah," ujar Novel, Kamis (30/4/2020).

Novel mengatakan hal tersebut usai bersaksi di PN Jakarta Utara. Novel yang dihadirkan sebagai saksi korban menaruh curiga bahwa kedua terdakwa itu merupakan orang suruhan yang sengaja dibayar untuk mengakui perbuatan yang tidak mereka lakukan.

"Tapi ini, sama sekali tidak terlihat, bahkan nampak bahwa para terdakwa ini merasa tidak bersalah, biasa saja. Tapi ada peluang kedua, ada kemungkinan orang yang mengaku tersebut, justru orang yang disuruh, orang yang dibayar untuk mengaku. Kan kemungkinan itu ada," kata Novel Baswedan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Ungkap Fakta Sebenarnya

Novel pun berharap, Majelis Hakim PN Jakarta Utara bisa mengungkap fakta yang sebenarnya. Sebab, Novel tak mau orang yang tidak bersalah justru dipidana, sementara pelaku sebenarnya bebas berkeliaran.

"Saya meminta di persidangan ini, agar diperiksa dengan sebaik-baiknya, seobyektif mungkin dan setransparan mungkin dengan menggunakan kaidah-kaidah pembuktian agar jangan sampai ada orang yang membuat suatu 'peradilan sesat' dalam tanda kutip," kata dia.

"Kawatirnya begitu, karena kalau bicara kemungkinan, ada kemungkinan dia jujur, ada kemungkinan, ada pengakuan dia karena suatu skenario atau karena suatu imbalan. Saya khawatir hal yang kedua itu terjadi," Novel menambahkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya