Liputan6.com, Jakarta - Facebook merupakan jejaring sosial yang banyak digunakan di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Menurut laporan We Are Social, pengguna Facebook di Indonesia pada tahun 2020 ini mencapai 130 juta.
Namun, sebagian di antara kita jarang menyadari Facebook memantau aktivitas pengguna, termasuk ketika mengunjungi sebuah situs dan Facebook menggunakan informasi itu untuk melakukan profiling. Data-data tersebut dipakai untuk meningkatkan kualitas produk dan untuk keperluan iklan.
Baca Juga
Advertisement
Orang-orang, sadar atau tidak, dilacak secara online ketika mereka berada di media sosial. Facebook mengetahui informasi pengguna seperti nama, usia, dan tanggal lahir. Selain itu, tombol “Like” dan “Share” milik Facebook yang muncul pada situs belanja, berita, dan lainnya tetap terhubung dengan pelacak Facebook. Bahkan ketika tidak digunakan, Facebook tetap menggunakan tombol-tombol itu untuk melacak pengguna.
Berikut ini beberapa fase bagaimana Facebook melacak dan menggunakan data pengguna:
- Cookies
- Facebook Analytics
- Menyesuaikan feed yang dirancang khusus sesuai dengan aktivitas pengguna
Cookies
Cookies dapat memuat beberapa informasi seperti waktu pengguna mengunjungi situs web, berapa lama mereka menghabiskan waktu di situs web itu, lokasi pengguna, laman yang dikunjungi, bahkan semua tautan yang diklik di situs lain.
Sama seperti situs web pada umumnya, Facebook menggunakan cookies untuk memantau pengguna. Namun, Facebook juga meletakkan cookies pada komputer pengguna jika mereka menggunakan “produkpProduk Facebook", termasuk situs web dan aplikasi, atau sekedar mengunjungi situs web dan aplikasi yang menggunakan Produk-Produk Facebook (seperti tombol Like dan teknologi Facebook lainnya).
Advertisement
Facebook Analytics
Praktik pelacakan lainnya adalah menempatkan kode pelacak dengan diam-diam menulis ulang tautan artikel yang muncul di halaman Facebook. Dengan cara ini, mereka dapat melacak apakah pengguna menyukai artikel tersebut atau tidak, mengerti sifat dan preferensi pengguna melalui pemeriksaan kode aktivitas pengguna pada situs web. Data-data ini lalu digunakan sebagai informasi bagi Facebook Analytics, sehingga menghasilkan banyak informasi yang sesuai dengan minat pengguna yang muncul di feed.
Data berlimpah yang Facebook peroleh merupakan aset berharga bagi perusahaan dan harus dilindungi. Namun kenyataannya, data itu disalahgunakan dan menjadi sumber masalah bagi jutaan pengguna dan Facebook sendiri.
Sebut saja kasus pada tahun 2018 lalu, yakni Cambridge Analytica yang membocorkan ke publik bagaimana perusahaan tersebut menggunakan sekitar 50 juta data pribadi pengguna Facebook untuk kebutuhan kampanye politik tanpa persetujuan. Kejadian ini memunculkan pertanyaan oleh para pengguna: “Bagaimana kita dapat menghindari pelanggaran privasi saat menggunakan Facebook?”
Facebook Container
Berkaca pada kasus-kasus pelanggaran data di Facebook, Mozilla merilis sebuah ekstensi untuk Firefox yang bernama Facebook Container.
Ekstensi ini memungkinkan pengguna memisahkan situs Facebook (termasuk Instagram dan Messenger) dari web lainnya, sehingga dapat membatasi kemampuan Facebook untuk melacak pengguna. Ekstensi ini menggunakan containers functionality milik Firefox, sehingga Facebook lebih sulit melacak penggunanya di web.
Ketika pengguna memasang ekstensi tersebut di Firefox dan membuka Facebook, media sosial tersebut akan terbuka di dalam sebuah tab (container) khusus. Jika pengguna mengunjungi tautan yang mengarahkan mereka ke Facebook, maka tautan juga akan terbuka dalam tab khusus tersebut.
Dengan demikian, halaman terkait Facebook akan terisolasi dalam satu tab, sehingga fitur like, share, dan widget Facebook lainnya yang tertanam pada situs web lain tidak dapat terhubung dengan akun Facebook pengguna. Ekstensi ini merupakan cara yang cerdas bagi pengguna untuk tetap terhubung di Facebook tanpa harus mengorbankan privasinya di dunai maya.
(Why)
Advertisement