Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berhasil menyelesaikan Proyek pengembangan Lapangan Bukit Tua Phase-3 yang dikelola oleh Petronas Carigali Ketapang II Ltd. Proyek ini dapat diselesaikan tepat waktu di tengah kondisi pandemi COVID-19.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto menyatakan proyek tersebut didesain untuk menambah produksi gas sebesar 31,5 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) dan minyak sebesar 3.182 barel minyak per hari (BOPD).
Advertisement
"Proyek pengembangan Bukit Tua Phase-3 merupakan proyek yang sangat penting mengingat tambahan produksi migas yang dihasilkan cukup besar yang akan sangat bermanfaat bagi konsumen khususnya di Jawa Timur," ujar Dwi di Jakarta (1/5/2020).
Proyek yang berada di perairan Madura, Jawa Timur ini menyerap dana Investasi sebesar US$ 15,1 juta. Proyek Bukit Tua Phase-3 merupakan proyek kelima yang telah on stream dari sebelas proyek yang ditargetkan oleh SKK Migas di tahun 2020.
Sebelumnya, keempat proyek telah on stream di Kuartal I-2020 yaitu proyek Grati Pressure Lowering, proyek pengembangan Lapangan gas Randugunting, proyek pengembangan Lapangan gas Buntal-5, dan pembangunan Sembakung Power Plant dimana proyek-proyek tersebut memberikan tambahan produksi gas 80 MMscfd dan menghasilkan listrik 4 MegaWatt (MW).
"Walaupun kondisi sangat sulit, harga minyak rendah dan pandemi COVID-19, kami sangat mengapresiasi kinerja dari KKKS Petronas yang tetap berkomitmen dalam mengawal keberhasilan proyek Bukit Tua Phase-3," kata dia.
Ini menjadi bukti bahwa proyek migas tidak akan berhenti walaupun dalam kondisi sulit seperti sekarang dan memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah serta masyarakat setempat ditengah berkurangnya aktivitas ekonomi akibat COVID-19. Ini semakin menegaskan pentingnya hulu migas sebagai penggerak perekonomian nasional," tambah Dwi.
Dwi menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Pusat dan Daerah yang memberikan kelonggaran dan dukungan bagi upaya mobilitas personil dan material ditengah upaya penanggulangan COVID-19.
"Dukungan yang diberikan semakin memperkuat keyakinan kami bahwa proyek hulu migas yang ditargetkan on stream di tahun 2020 dapat direalisasikan sesuai waktu yang telah ditetapkan," ujarnya.
Harga Gas Turun Jadi USD 6 MMBTU, PGN Minta Insentif
Pemerintah telah menerapkan penurunan harga gas untuk industri menjadi USD 6 per MMBTU. Untuk menghindari kerugian atas kebijakan tersebut, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) pun mengharakan insentif dari pemerintah.
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengatakan, untuk menurunkan harga gas menjadi USD 6 per MMBTU perseroan harus menurunkan harga gas di hulu menjadi USD 4-4,5 per MMBTU dan biaya distribusi menjadi USD 1,5-2 per MMBTU.
Sementara keekonomian biaya penyaluran gas yang dilakukan PGN sebagian masih USD 2,6-3,2 per MMBTU.
Dengan diterapkannya penurunan harga gas menjadi USD 6 per MMBTU akan berdampak pada penurunan pendapatan dan laba Usaha, bahkan berisiko kerugian.
"Dengan melaksanakan ini maka akan terjadi penurunan pendapatan dan juga margin dan kemungkinan juga kami mengalami kerugian," kata Gigih, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) virtual dengan Komisi VI DPR, di Jakarta, Kamis (16/4/2020).
Gigih berharap pemerintah memberikan insentif untuk menjaga keuangan perusahaan tetap sehat, saat penurunan harga gas diterapkan. Dia pun membutuhkan dukungan pemerintah dan Komisi VII DPR agar bisnis yang dijalankan sesuai dengan keekonomian.
"Sesuai Permen 08 tahun 2020 sebenarnya sudah diputuskan akan ada insetif kepada badan usaha untuk di sektor hilir namun belum ada pendalaman mekanisme ini," tuturnya.
Dalam kesimpulan rapat tersebut, Pimpinan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR bersama Kementerian BUMN Gde Sumarjaya menyebutkan, penerapan penurunan harga gas yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 harus tetap menjaga keekonomian, keberlanjutan usaha, aspek tata kelola, dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku
"Komisi VI DPR RI akan meminta Kementerian BUMN untuk berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk mengevaluasi regulasi terkait harga gas ini agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap deviden, penerimaan negara dari pajak serta pelaksanaan tanggung jawab sosial kepada masyarakat," tutur Gde.
Advertisement