Liputan6.com, Jakarta - Fraksi PKS DPR RI memberikan catatan kritis atas jalannya roda pemerintahan dalam mengelola negara sepanjang 2022 yang terbagi dalam tiga kluster yaitu ekonomi dan kesejahteraan rakyat, politik dan demokrasi, serta hukum dan etika penyelenggara negara.
Evaluasi tersebut disampaikan oleh Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini. Menurut Jazuli, banyak masalah sekaligus tantangan pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi-Ma'ruf Amin selama 2022.
Advertisement
"Berbagai indikator ekonomi, politik, dan hukum tidak baik-baik saja. Sayangnya banyak kebijakan yang tidak tepat bahkan tidak mencerminkan semangat untuk 'pulih lebih cepat bangkit lebih kuat' sebagaimana acapkali disampaikan pemerintah. Alhasil, kinerja Pemerintah masih jauh dari harapan dan belum bisa wujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat," ujar Jazuli melalui keterangan tertulis, Sabtu (31/12/2022).
Kemudian, lanjut dia, catatan pada kluster pertama terkait ekonomi dan kesejahteraan rakyat, fraksi PKS menyoroti kinerja pemerintah di bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Menurut Jazuli, fraksi PKS menilai kinerja ekonomi pemerintah tidak maksimal dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.
"Data menunjukkan, walaupun jumlah penduduk miskin pada maret 2022 sebesar 26,16 juta jiwa atau sekitar 9,54 persen turun dibandingkan periode yang sama tahun 2021 sebesar 27,54 juta jiwa atau sekitar 10,14 persen, angka ini tergolong tinggi. Selisih jumlah penduduk miskin perkotaan dibandingkan perdesaan cukup tinggi. Pada Maret 2022, pendudukan miskin perkotaan sebesar 7,50 persen sedangkan perdesaan mencapai 12,29 persen," papar Jazuli.
Kemiskinan dan Pengangguran
Jazuli menyebut, kurang baiknya penanganan kemiskinan selama Covid-19, menyebabkan tingkat kemiskinan ekstrem mencapai 4 persen atau 10,86 juta jiwa. Indonesia menjadi negara paling miskin nomor 91 di dunia pada 2022 berdasarkan data dari gfmag.com.
"Jumlah pengangguran di Indonesia ada sebanyak 8,42 juta orang per Agustus 2022. Jumlah ini meningkat sekitar 200.000 orang dari posisi per Februari 2022 yang mencapai 8,40 juta orang," terang dia.
"Tingkat pengangguran di Indonesia masih tinggi dan belum kembali ke posisi sebelum pandemi. Masih banyak ancaman PHK yang dilakukan oleh perusahaan dan pabrik sepanjang tahun 2022," sambung Jazuli.
Lalu, sambung dia, pertumbuhan ekonomi saat ini masih belum bisa memenuhi penciptaan lapangan kerja yang berkualitas, baik dari sisi demand tenaga kerjanya, dan dari sisi supply-nya peningkatan kualitas tenaga kerja. Pemulihan ekonomi pada 2022 dinilai belum bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Jazuli mengatakan, fraksi PKS juga menyoroti kegagalan pemerintah dalam mewujudkan pemerataan ekonomi rakyat. Padahal, kata dia, inti dari pembangunan adalah kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang artinya terwujudnya keadilan ekonomi dan menipisnya jarak ketimpangan dalam masyarakat.
"Angka gini ratio pada bulan Maret 2022 sebesar 0,384, mengalami peningkatan 0,003 poin jika dibandingkan dengan angka di bulan September 2021 sebesar 0,381. Angka ini menunjukkan tingkat ketimpangan semakin melebar," ucap dia.
"Rasio gini di perkotaan tercatat sebesar 0,403 pada Maret 2022. Nilai itu naik dibandingkan pada September 2021 yang sebesar 0,398. Sementara rasio gini di perdesaan dilaporkan sebesar 0,314. Angkanya tidak berubah dibandingkan kondisi September 2021," sambung Jazuli.
Advertisement
Jumlah Penduduk
Menurut Jazuli, secara agregat, berdasarkan Laporan World Inequality Report 2022 menunjukkan bahwa, pendapatan rata-rata penduduk Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya hingga mencapai Rp69,03 juta pada 2021. Sayangnya, pendapatan tersebut tidak terdistribusi dengan merata di antara masyarakat.
"Kelompok masyarakat berpendapatan 10 persen teratas di Indonesia menguasai 48 persen dari total penghasilan nasional pada 2021. Proporsi itu mengalami peningkatan dibandingkan dua dekade sebelumnya yang sebesar 41,5 persen," ucap dia.
Sedangkan, lanjut Jazuli, 50 persen penduduk dengan pendapatan terbawah hanya menguasai 12,4 persen dari pemasukan nasional. Persentasenya merosot dibandingkan pada 2001 yang sebesar 17,1 persen pendapatan nasional.
"Ketimpangan kekayaan di Indonesia pun tidak banyak berubah dalam dua dekade terakhir. Kelompok 50 persen terbawah hanya memiliki 5,46 persen dari total kekayaan rumah tangga nasional pada 2021," terang dia.
"Persentase itu lebih rendah dibandingkan pada 2001 yang sebesar 5,86 persen. Sementara 10 persen penduduk terkaya di Indonesia memiliki 60,2% dari total aset rumah tangga secara nasional pada 2021. Angkanya justru meningkat dibandingkan pada 2001 yang sebesar 57,44 persen," sambung Jazuli.
Soal SDM Handal
Selain itu, menurut Jazuli, masih berkaitan erat dengan pembangunan kesejahteraan rakyat, fraksi PKS menyoroti kinerja pemerintah dalam mempersiapkan SDM handal khususnya dalam menangkap peluang bonus demografi yang tidak terlihat dan nyaris jalan di tempat (stagnan) jika dikonfirmasi dengan data-data yang ada, berikut penjelasannya:
(1) Perhitungan Nilai Human Capital Indeks (HCI) yang dirilis oleh Bank Dunia digunakan untuk mengukur kualitas atau tingkat produktivitas SDM suatu negara. HCI Indonesia tercatat sebesar 0,54 di tahun 2020, atau di bawah rata-rata nilai HCI ASEAN. Diperkirakan angka HCI tidak akan banyak perubahan pada tahun 2022. Capaian HCI Indonesia tersebut menunjukkan bahwa kebijakan di bidang pembangunan SDM di Indonesia, khususnya bidang pendidikan dan Kesehatan masih rendah dan dihadapkan pada tantangan yang cukup kompleks.
(2) Indeks Pembangunan Manusia Indonesia yang dirilis UNDP Tahun 2020 adalah 0,718 yang menempatkan Indonesia (posisi 107 dari 189 negara) pada kategori pembangunan manusia yang tinggi, namun berada di bawah rata-rata wilayah Asia Timur dan Asia pasifik. IPM Indonesia Tahun 2021 sayangnya mengalami penurunan di angka 0,705 (posisi 114 dari 191 negara). Di ASEAN, IPM kita masih lebih rendah dari Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand yang masuk kategori Sangat Tinggi.
(3) Selain itu, Skor PISA Indonesia belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Capaian skor PISA Indonesia untuk keterampilan matematika, sains, dan membaca masih berada di bawah 400 pada tahun 2018. Bahkan berada dibawah rata-rata negara ASEAN. Skor PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2022 diperkirakan belum belum meningkat bahkan sama dengan tahun 2018. Mengindikasikan bahwa kualitas dan daya saing SDM Indonesia masih jauh tertinggal.
(4) Angka prevalensi stunting pada balita di Indonesia masih terbilang tinggi. Tahun 2022 Pemerintah menargetkan angka prevelansi berkurang 3 persen atau sekitar 21 persen dari tahun 2021 sebesar 24,4 persen. Tingginya angka stunting di Indonesia mencerminkan buruknya kualitas gizi dan fasilitas kesehatan yang bisa diakses oleh Ibu hamil. Padahal anggarannya selalu meningkat setiap tahunnya. Stunting akan sangat berdampak terhadap kualitas SDM yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ke depan.
Advertisement
Utang Negara
Selanjutnya, menurut Jazuli, di tengah rendahnya kualitas pembangunan ekonomi, fraksi PKS menyayangkan laju peningkatan utang negara dan bunganya yang terus membengkak dan menjadi beban bagi generasi mendatang.
"Fraksi PKS benar-benar khawatir dan hal ini seharusnya menjadi warning bagi pemerintah bahwa pembangunan Indonesia bertumpu pada utang," kata dia.
Berdasarkan data, utang Indonesia dari Tahun ke Tahun menunjukkan pembengkakan yang signifikan:
- 2017: Rp3.995 triliun
- 2018: Rp4.418 triliun
- 2019: Rp4.786 triliun
-2020: Rp6.074 triliun
-2021: Rp6.908 triliun
- Oktober 2022: Rp7.496,7 triliun
Demikian juga dengan anggaran bunga utang di APBN dari tahun ke tahun juga menunjukkan pembengkakan:
- 2017: Rp216,6 triliun
- 2018: Rp257,9 triliun
- 2019: Rp275,5 triliun
- 2020: Rp314,1 triliun
- 2021: Rp343,5 triliun
- 2022: Rp403,9 triliun
- RAPBN 2023: 441,4 triliun
Kenaikan BBM
Selanjutnya, Jazuli menjelaskan, fraksi PKS juga menyayangkan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi di tengah kondisi masyarakat yang kesulitan paska pandemi Covid-19.
"Kebijakan kenaikan BBM bersubsidi pada 3 September 2022 itu menyebabkan inflasi tinggi dan berdampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan masyarakat. Sampai dengan November 2022, inflasi umum sebesar 5,42 persen (yoy). Disumbang oleh, komponen diatur oleh Pemerintah 13,01 persen, komponen bergejolak sebesar 5,70 persen, dan inflasi inti 3,30 persen. Tingginya inflasi komponen harga bergejolak (volatile food), khususnya makanan pokok masyarakat, beras, tahu, tempe, cabe dan tembakau," papar dia.
Menurut Jazuli, kenaikan BBM bersubsidi berdampak terhadap kenaikan harga bensin, bahan bakar rumah tangga, tarif angkutan udara, dan tarif angkutan dalam kota dan biaya logistik lainnya.
"Inflasi tinggi pada September 2022 makin menggerus daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan. Sementara bantuan sosial dinilai masih belum efektif meredam rembetan kenaikan harga bahan bakar minyak," terang dia.
Kebijakan tersebut, dinilai Jazuli, otomatis juga melemahkan daya beli masyarakat ditandai keyakinan konsumen menurun pada November 2022. Bank Indonesia (BI) mencatat, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada bulan laporan sebesar 119,1, atau lebih rendah dari 120,3 pada Oktober 2022.
"Meski keyakinan konsumen itu tetap pada zona optimistis karena berada di atas level 100, tetapi tren penurunan ini tetap wajib menjadi alarm peringatan bagi pemerintah. Khususnya di tengah melambungnya harga-harga kebutuhan pangan dan kenaikan harga BBM," kata dia.
Menurut Jazuli, pemerintah berdalih mengompensasi kenaikan harga BBM dengan kebijakan subsidi baru. Alih-alih memberikan solusi, subsidi pemerintah banyak yang tidak tepat sasaran.
"Untuk diketahui, besarnya alokasi belanja subsidi energi pada tahun 2022 sebesar Rp 502,4 triliun. Hasil Survey Susenas BPS 2021, dari Rp 80,4 triliun subsidi Pertalite yang dinikmati rumah tangga. Ternyata 80% di antaranya dinikmati rumah tangga mampu sedangkan 20 persen dinikmati rumah tangga tidak mampu. Dari Rp15 triliun subsidi Solar yang dinikmati rumah tangga. Ternyata 95% adalah rumah tangga mampu, sehingga hanya 5 persen rumah tangga tidak mampu," kata dia.
Sementara itu, lanjut Jazuli, sebagian besar subsidi listrik diterima kelompok masyarakat yang tergolong mampu, hanya 26 persen kelompok masyarakat miskin dan rentan yang mendapatkan subsidi.
"Anggaran Subsidi Listrik sangat besar, tetapi lebih banyak dinikmati kelompok masyarakat yang tergolong mampu. Masyarakat miskin dan rentan yang masuk dalam kelompok 40 persen hanya menikmati 26 persen dari subsidi listrik. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen pengelolaan subsidi listrik masih bermasalah. Diperkirakan kondisi tersebut masih terjadi pada tahun 2022," ucap Jazuli.
Menurut dia, besarnya alokasi anggaran subsidi LPG 3kilogram pada 2022 sebesar Rp134,78 triliun, diprediksi masih tidak tepat sasaran (inclusion dan exclusion error).
"Diperkirakan 32 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah hanya menikmati 22 persendari subsidi LPG 3Kg, sementara 86% dinikmati oleh kelompok yang lebih mampu. Diperkirakan terdapat 12,5 juta rumah tangga miskin dan rentan tidak menerima subsidi, 2,7 juta kepala rumah tangga perempuan juga tidak menerima subsidi, 760 penyandang disabilitas yang tidak mampu juga tidak menerima subsidi dan sebanyak 4,06 juta kelompok masyarakat lanjut usia (Lansia) juga tidak menerima," terang Jazuli.
Advertisement
Soal APBN
Kemudian, lanjut Jazuli, di tengah berbagai persoalan ekonomi, tingginya utang negara dan stagnasi atau bahkan menurunnya kesejahteraan rakyat di atas, fraksi PKS menyesalkan kengototan pemerintah dalam menggelontorkan APBN untuk proyek-proyek yang tidak prioritas yang hanya membuat APBN terbebani dan utang negara makin bengkak.
"Fraksi PKS mengkritik keras pembiayaan APBN untuk Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Padahal janji awalnya proyek ini tidak menggunakan APBN. Nyatanya KCJB telah mengalami cost overrun menjadi sebesar 8 miliar dolar AS atau setara Rp114,24 triliun. Biaya itu membengkak Rp27,09 triliun dari rencana awal yang hanya sebesar Rp86,5 triliun," terangnya.
"Tiba-tiba Presiden mengeluarkan Perpres Nomor 93 Tahun 2021 yang menjadi alas APBN bisa digunakan untuk ikut mendanai pembengkakan biaya kereta cepat tersebut. Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar 4,1 Triliun rupiah pun akan digelontorkan untuk menambal biaya bengkak Proyek Kereta Cepat. Alhasil proyek ini bukan saja amburadul dalam perencanaan tapi juga mengelabuhi kita semua dengan menjadi beban baru bagi keuangan negara," sambung Jazuli.
Dia kemudian mengatakan, fraksi PKS juga mengkritik keras proyek Ibu Kota Negara. Sejak RUU dibahas Fraksi PKS telah menyatakan penolakan atas UU tersebut karena sama sekali bukan prioritas dan bermasalah dalam berbagai aspek tinjauan filosofis, historis, ketatanegaraan hingga masalah lingkungan, tata ruang, dan daya dukung lainnya. Tidak kalah penting adalah adanya beban keuangan negara yang sangat besar.
"Total anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan Ibu Kota Negara 'Nusantara' diperkirakan sebesar Rp466 triliun ke Rp486 triliun. Anggaran yang relatif sangat besar apabila dimanfaatkan untuk sektor-sektor lainnya. Selain itu, proses pembahasan UU IKN sebagai landasan pembangunan IKN dinilai sangat terburu-buru dan tanpa kajian matang. Terbukti, belum sampai setahun, UU IKN ingin kembali direvisi oleh pemerintah," papar Jazuli.
"Adapun, sumber dana pembangunan rencananya akan didapat melalui APBN, investasi swasta, BUMN, hingga skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau public private partnership (PPP). Kemampuan APBN diperkirakan sangat tipis, yakni sekitar 92,34 triliun. Namun, hingga saat ini, belum terlalu jelas siapa saja investor yang akan terlibat dalam pembangunan IKN tersebut. Artinya, ada potensi penggunaan APBN yang luar biasa besar dalam pembangunan IKN," sambung dia.
Menurut Jazuli, pemerintah nyatanya juga gagal mewujudkan kedaulatan pangan untuk rakyat. Padahal kedaulatan pangan adalah jalan toll menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Mengingat Indonesia memiliki semua potensi sumber daya alam yang tidak dimiliki negara manapun berupa hasil bumi: beras, kedelai, jagung, garam, ikan hingga bahan baku minyak goreng.
Alih-alih mewujudkan kedaulatan, untuk urusan kemandirian pangan pun dalam sejumlah komoditas masih harus impor setiap tahun. Hal tersebut dapat dilihat dari data impor tiap tahun sebagai berikut:
Impor Gula
- 2017: 4,48 juta ton
- 2018: 5,02 juta ton
- 2019: 4,09 juta ton
- 2020: 5,53 juta ton
- 2021: 5,45 juta ton
- 2022: Alokasi impor sebesar 4,37 juta ton
Impor Beras
- 2017: 305,27 ribu ton
- 2018: 2,25 juta ton
- 2019: 444,5 ribu ton
- 2020: 356,28 ribu ton
- 2021: 407,74 ribu ton
2022
- Kuartal I: 51.408,05 ton
- Kuartal II: 75.075,08 ton
- Kuartal III: 162.224,02 ton
- Kuartal IV: (sampai Oktober): 12.999,01 ton
Total (Januari - Oktober 2022): 301,7 ribu ton
Impor Daging Sapi
- 2017: 160,19 ribu ton
- 2018: 207,42 ribu ton
- 2019: 262,25 ribu ton
- 2020: 223,42 ribu ton
- 2021: 273,53 ribu ton
- 2022: Kebutuhan impor daging sapi/kerbau pada tahun 2022 diperkirakan sebesar 266,6 ribu ton.
Impor Kedelai
- 2017: 2,67 juta ton
- 2018: 2,58 juta ton
- 2019: 2,67 juta ton
- 2020: 2,47 juta ton
- 2021: 2,48 juta ton
- 2022 (Januari-Agustus): 1,37 juta ton.
Dalam pandangan Fraksi PKS, lanjut Jazuli, penyebab kedaulatan pangan belum juga bisa terwujud karena pemerintah tidak memiliki kebijakan pertanian dari hulu ke hilir yang komprehensif, pemerintah juga gagal mengatur tata niaga kebutuhan pokok dan pangan masyarakat.
"Akibatnya pangan yang melimpah di waktu panen tidak terserap pemerintah. Atau tiba-tiba Indonesia mengalami krisis minyak goreng di pasaran seperti yang terjadi akhir tahun lalu. Petani pun tak kunjung sejahtera, selain sawah yang semakin menyempit, biaya tanam berupa benih dan pupuk kerap melambung, sementara ketika panen harga jatuh," terang dia.
"Di sisi lain, pemerintah tidak memiliki data stok pangan yang benar-benar akurat, sementara ketika terjadi kekurangan stok pangan solusinya acapkali mengandalkan impor dari negara lain seperti baru-baru ini pemerintah melalui Bulog akan kembali mengimpor beras 200 ribu ton untuk memenuhi stok pangan pada Desember 2022," sambung Jazuli.
Catatan Kluster Kedua
Jazuli menjelaskan, pada catatan kluster kedua yaitu kondisi politik dan demokrasi, fraksi PKS menyoroti kondisi politik dan demokrasi menjelang penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Fraksi PKS menyayangkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang masih terus bergulir dari berbagai kalangan bahkan dari para elit politik dan pejabat negara. 3 ketum partai politik, 2 Menteri Kabinet, bahkan Ketua MPR RI menghidupkan lagi wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Pun tak ketinggalan sejumlah organisasi relawan pendukung Jokowi terus meminta agar masa jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode," terang dia.
Menurut Jazuli, fraksi PKS menyesalkan dan mengelus dada kenapa sulit sekali menaati konstitusi yang telah menetapkan masa jabatan presiden 5 tahun. Perjuangan reformasi menyepakati pembatasan masa jabatan presiden dimaksudkan untuk mencegah lahirnya kembali otoritarianisme dan menghalangi siapapun untuk memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan dirinya sendiri.
"Jadi stop wacana perpanjangan masa jabatan presiden-wapres dan mari kembali ke konstitusi. Entoh tahapan pemilu 2024 sudah dilaksanakan oleh penyelenggara untuk kita sukseskan bersama," kata dia.
Meski penyelenggaraan pemilu sudah berjalan, lanjut dia, fraksi PKS mewanti-wanti betul soal profesionalitas dan netralitas penyelenggara Pemilu. Fraksi PKS menyoroti sejumlah peristiwa dan bersama masyarakat sipil mengawal sejumlah kasus yang mencuat.
"Perihal dugaan kecurangan berupa manipulasi data dalam proses verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024 yang ditemukan dan disuarakan oleh masyarakat sipil pemantau pemilu. Manipulasi diduga terjadi ketika proses rekapitulasi data hasil verifikasi faktual, yang dilakukan secara berjenjang. Akibatnya, sejumlah partai politik calon peserta pemilu yang gagal lolos verifikasi administrasi dan faktual menilai KPU tidak transparan dan adil dalam memutuskan hasil verifikasi sehingga menimbulkan gugatan," papar Jazuli.
Advertisement
Kontestasi Politik
Menurut Jazuli, fraksi PKS juga menyoroti kontestasi politik bakal calon presiden yang sudah mulai menghangat di masyarakat. Bagi fraksi PKS semakin banyak bakal calon yang muncul semakin baik.
Tentu saja bakal calon harus membawa semangat kebangsaan dan mengedepankan kontestasi gagasan daripada adekuat politik belaka. Sejumlah kecenderungan di lapangan politik yang perlu kami ingatkan untuk diwaspadai bersama, antara lain:
(1) Masih adanya wacana dan keinginan sejumlah elite partai politik untuk menciptakan skenario hanya dua pasangan calon yg berkontestasi di Pemilu 2024. Fraksi PKS menyayangkan skenario ini karena rentan terjadinya polarisasi atau keterbelahan di masyarakat sebagaimana Pemilu 2019. Fraksi PKS menginginkan pemilu yang semakin berkualitas dengan pilihan calon pemimpin yang lebih banyak minimal 3 pasang calon karena hal itu jelas menguntungkan rakyat sebagai pemilih. Atas dasar itulah PKS menggungat ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi, meskipun gugatan tersebut tidak dikabulkan.
(2) Masih berhembus kabar di tengah masyarakat bahwa ada bakal calon presiden yang ingin dijegal pencalonannya dalam kontestasi Pemilu 2024. Berkembangnya isu semacam ini jelas tidak sehat bagi demokrasi Indonesia. Politik masih dikakukan dengan cara-cara lama yang memecah belah bangsa.
Kemudian, lanjut Jazuli, demokrasi Indonesia harus terus dijaga agar tidak kembali lagi pada langgam otoritarianisme sebelum era reformasi. Kita perlu waspada dan mawas diri karena ada gejala demokrasi dibajak oleh praktek oligarki.
"Kebebasan berpendapat dan suara berbeda kerap dipersekusi dan dimusuhi. Ada upaya untuk memaksakan tafsir dan persepsi tentang apa yang benar menurut kelompok tertentu yang berkuasa. Padahal dalam demokrasi berbeda itu wajar saja dan tidak boleh dimaknai bermusuhan. Termasuk upaya untuk mengontrol cabang kekuasaan lain dalam sehingga kehilangan perannya untuk melakukan checks and balances," papar dia.
"Kita perlu mawas diri karena Indeks Demokrasi Indonesia baru saja beranjak dari negara demokrasi gagal namun masih terkategori sebagai negara demokrasi cacat berdasarkan The Economist Intelligence Unit. Indeks Demokrasi 2021 menunjukkan, skor rata-rata Indonesia pada indeks itu mencapai 6,71. Dari skala 0-10, makin tinggi skor, makin baik kondisi demokrasi suatu negara. Skor ini naik dibandingkan dengan tahun 2020, yakni 6,30, yang sekaligus menjadi raihan terendah Indonesia sejak EIU menyusun indeks ini pada 2006. Kini, peringkat Indonesia naik dari 64 menjadi 52 dari 167 negara yang dikaji. Indonesia masuk 10 negara dengan kinerja peningkatan skor terbaik. Namun, Indonesia masih masuk kategori flawed democracy (demokrasi cacat)," sambung Jazuli.
Catatan Kluster Ketiga
Kemudian Jazuli menjelaskan, catatan ketiga terkait hukum dan etika penyelenggara negara. Pada sektor hukum dan etika penyelenggara negara, menurut dia, fraksi PKS menyoroti lahirnya kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), kualitas penegakan hukum dan kompetensi etika penyelenggara negara.
Fraksi PKS sejatinya menyambut baik dan ikut mendukung lahirnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dihasilkan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Mengingat, kata Jazuli, KUHP lama merupakan produk Belanda yang tidak dapat dipungkiri mengandung perspektif hukum kolonial yang bukan saja tidak relevan dengan perkembangan zaman, namun juga tak sejalan dengan karakter bangsa Indonesia.
"Fraksi PKS mengapresiasi lahirnya KUHP baru dengan perspektif yang sesuai dengan nilai-nilai ke-Indonesia-an dalam banyak aspek, antara lain dalam pasal-pasal kesusilaan yang benar-benar ingin membentengi moral masyarakat sesuai dengan nilai-nilai Pancasila seperti perluasan delik perzinahan, kohabitasi, dan perbuatan cabul," ucap dia.
"Dalam konteks ini, Fraksi PKS tegas menolak intervensi negara lain termasuk organisasi internasional yang memprotes aturan tersebut kerena dinilai bertentangan dengan hak asasi manusia. Bagi Fraksi PKS, hal ini terkait kedaulatan hukum bangsa Indonesia yang sesuai nilai, jati diri dan karakter bangsa Indonesia sehingga bukan semata soal hak asasi manusia apalagi jika hak asasi itu berlaku tanpa batas seperti HAM Barat," sambung dia.
Meski demikian, fraksi PKS tetap memberikan catatan kritis bahkan penolakan atas sejumlah pasal KUHP baru yang bertentangan dengan semangat dan agenda reformasi, dan sebaliknya masih bernuansa kolonial, seperti pasal penghinaan presiden, pemerintah dan lembaga-lembaga negara.
"Fraksi PKS melihat pasal tersebut bisa menjadi 'pasal karet' di tangan penguasa berwatak otoriter sehingga bisa mengancam demokrasi dan kebebasan berpendapat rakyat untuk menyampaikan kritik dan koreksi kepada penguasa. Oleh karena itu, Fraksi PKS meminta pasal tersebut dibatalkan pada pengesahan RUU KUHP yang lalu," ucap Jazuli.
Kemudian, lanjut dia, fraksi PKS menyayangkan betul sejumlah peristiwa yang mencoreng wajah penegak hukum kita selama 2022. Hal ini menunjukkan bahwa reformasi penegakan hukum masih belum benar-benar berjalan dengan baik dan on-track. Fraksi PKS sangat prihatin dengan banyaknya kasus abuse of power, obstruction of justice, hingga kasus-kasus korupsi aparat penegak hukum, yaitu:
(1) Fraksi PKS menyoroti kinerja KPK yang dipersepsi publik berdasarkan hasil survei integritas mengalami penurunan. Sejumlah kasus dalam sorotan publik antara lain keberadaan tersangka korupsi yang masih belum diketahui dan belum juga berhasil ditangkap hingga saat ini. Salah satu yang paling disorot publik ialah kasus Harun Masiku.
(2) Fraksi PKS juga sangat menyesalkan coreng moreng wajah kepolisian dalam kasus pembunuhan Brigadir Josua oleh mantan Kadiv Propam Mabes Polri, Ferdy Sambo. Kasus ini memperlihatkan sejumlah fakta: Pertama, adanya arogansi jabatan dan abuse of power yang masih kuat di tubuh Polri. Kedua, masih hidupnya budaya kekerasan yang berujung kematian di internal Polri. Kedua, adanya upaya rekayasa, pemalsuan keterangan, dan penghilangan barang bukti dalam kasus tersebut telah menurunkan kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap kasus-kasus lain yang diproses oleh kepolisian.
(3) Kita juga masih menyaksikan sejumlah praktik buruk dari perilaku aparat, seperti penggunaan kekerasan dalam mengantisipasi demonstrasi, penggunaan gas air mata yang tidak dibenarkan seperti dalam menangani massa suporter sepak bola dalam tragedi "Kanjuruhan Berdarah." Terdapat juga kasus-kasus serta dugaan keterlibatan sejumlah oknum perwira dalam judi online, pertambangan ilegal, dan peredaean narkotika, dll. Hal tersebut membutuhkan perhatian dan perbaikan serius dari institusi khususnya Kepolisian Republik Indonesia.
(4) Fraksi PKS sangat prihatin dan bersedih lagi-lagi wajah hukum tanah air tercoreng dalam kurun waktu singkat karena adanya 2 Hakim Agung dan 3 Hakim Yustisial di Mahkamah Agung (MA) yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi hukum di Indonesia tengah berada di titik nadir. Mafia kasus pun dinilai masih bertebaran di berbagai lembaga peradilan negeri ini. Reformasi sistemis di bidang hukum masih jauh dari harapan.
Advertisement
Soal Penyelenggara Negara
Jazuli mengatakan, fraksi PKS mengevaluasi terjadi gejala menurunnya kualitas kompetensi etik dan standar moral para penyelenggara negara. Padahal etika dan moral penyelenggara negara menjadi basis dari kepercayaan masyarakat terhadap institusi demokrasi dan indikator utama dari reformasi penyelenggaraan negara, berikut penjelasannya:
(1) Kita tentu ingat badai pandemi covid 19 yang menghantam negeri ini sejak 2 tahun lalu. Sayangnya di tengah kondisi krisis kesehatan tersebut, sejumlah menteri yang berada di pusaran kekuasaan diduga mengambil keuntungan dari kebijakan wajib PCR bagi rakyat. Pegiat anti-korupsi mendorong Presiden Joko Widodo untuk bersikap atas dugaan konflik kepentingan beberapa menterinya yang memiliki atau terafiliasi dengan bisnis tes PCR. Dugaan konflik kepentingan ini tidak hanya bermasalah secara hukum, namun juga menyalahi etika kedua menteri sebagai pembuat kebijakan terkait pandemi.
Yang aktual, terkait kebijakan mobil listrik nasional. Berbagai kebijakan hingga insentif dibuat untuk mendukung agar kendaraan-kendaraan listrik segera mengaspal di Indonesia. Namun, di sisi lain, sejumlah pihak menyoroti kebijakan itu justru akan menguntungkan pejabat-pejabat yang ikut terlibat dalam industri kendaraan listrik. Dalam laporan masyarakat sipil ada potensi conflict of interest atas kebijakan mobil listrik yang menguntungkan sejumlah pejabat di lingkaran istana dan pemerintahan yang memiliki atau terafiliasi dengan bisnis kendaraan listrik tersebut.
(2) Kebijakan penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan transisi pilkada serentak semestinya diisi oleh pejabat sipil. Tapi kenyataannya, Kemendagri menunjuk Pj Kepala Daerah yang berasal dari TNI/Polri Aktif. Sebagai contoh, Mendagri menunjuk Pati TNI aktif sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat. Ada juga Pati Polri Bintang yang ditunjuk sebagai Pj Gubernur Papua Barat. Penunjukan tersebut tidak sejalan dengan semangat reformasi yang salah satunya agar TNI-Polri tidak menduduki jabatan sipil. Penunjukan tersebut juga memantik respon kritis kalangan masyarakat sipil yang ingin menjaga amanat reformasi dan UU TNI/Polri.
(3) Fraksi PKS menghormati sekaligus menyayangkan Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan seorang menteri untuk tidak mundur dari jabatannya jika maju dalam kontestasi pemilihan umum. Hal ini dinilai sebagai langkah kemunduran. Dengan putusan ini, Fraksi PKS dan kalangan masyarakat sipil mengkhawatirkan bukan saja menteri tidak fokus dalam membantu presiden menyelenggarakan pelayanan publik, tapi juga kekhawatiran akan terjadinya praktek mobilisasi/politisasi ASN dan upaya memanfaatkan fasilitas negara untuk keuntungan pribadi.