Liputan6.com, Jakarta Saling berbagi makanan saat buka puasa di bulan Ramadan mungkin sudah biasa dilakukan semua Muslim di seluruh dunia. Tapi di Kairo, umat Kristen pun ikut memberi dan menikmati makanan berbuka puasa saat matahari terbenam.
Hal ini memang sudah menjadi tradisi lama di Kairo. Wilayah Shobra di ibukota Mesir memiliki sekitar 590.000 penduduk Kristen, menurut gubernur Kairo. Dan sebagian besar dari mereka telah diajari toleransi sejak kecil.
Advertisement
"Saya tidak makan di depan orang yang berpuasa," kata Yasmine Tadros, seperti dikutip Arab News.
“Saya belajar itu sejak usia dini. Orangtua yang mengajari saya untuk melakukan hal itu di rumah. Jadi saya telah berbagi dengan saudara-saudara Muslim selama 20 tahun. Di jalan kami di Shobra, kami biasa menyiapkan makanan berbuka puasa dan bersama-sama kita menikmatinya, baik Muslim dan Kristen." katanya.
Tadros menuturkan, sejak pandemi coronavirus, sebenarnya banyak orang yang ingin bergabung namun mereka harus lebih berhati-hati karena penjagaan keamanan.
Koeksistensi adalah bagian dari kehidupan Mesir, terutama di Shobra. Dan setiap Ramadan, dua komunitas agama ini selalu saling hormat dan penuh kasih sayang.
Magdy Aziz, pemilik toko grosir di Shobra Street bahkan menyumbangkan beras dan pasta untuk jamuan umat muslim selama Ramadhn di jalanan.
"Tahun ini, karena pandemi, kami dilarang untuk mengadakan jamuan makan. Namun saya memutuskan untuk menyumbangkan makanan untuk warga Shobra yang lebih miskin. Yang saya lakukan ikhlas dari hati," ujarnya.
Aziz mengatakan, setiap kebaikan memang layak diberikan untuk semua orang, "Itu adalah bentuk cinta Tuhan."
Dia mengatakan bahwa orang Mesir senang melakukan perbuatan baik dan terhubung satu sama lain di semua kesempatan, terutama Ramadan.
"Kadang-kadang saya menjual barang-barang di bulan Ramadan dengan setengah harga pada semua orang. Itu sudah saya lakukan selama bertahun-tahun, terutama selama bulan suci, karena itu adalah waktunya untuk beramal dan berbuat baik," Aziz menambahkan.
Pastor imbau umatnya jaga perasaan muslim selama Ramadan
Di Kairo, khususnya di Shobra, memang lumrah bagi setiap orang untuk tidak memberitahu agama yang dianut seseorang. Hal ini bisa dianggap menyinggung.
Seorang akuntan, Gerges Hanna mengatakan dia selalu tertarik dan bersemangat bila Ramadan tiba. "Saya pun ikut merayakan Ramadan, jadi saya abstain makan dan minum di depan sahabat-sahabat muslim," ujarnya.
Bagi Hana yang non muslim, waktu paling menggetarkan selama Ramadan adalah saat matahari mulai terbenam dan berkumandang azan magrib.
Hana bahkan mengaku kerap bertuklar shift kerja agar teman-teman muslimnya tidak bekerja penuh saat puasa.
"Setidaknya itu yang bisa saya lakukan untuk teman-teman selama sebulan. Saya pun sering ikut bersama mereka memberikan makanan buka puasa seperti kurma dan jus pada orang lewat di jalan," katanya.
Pastor Rafik Greish, juru bicara Gereja Katolik di Mesir, turut mengimbau umatnya untuk selalu menjaga perasaan umat muslim selama Ramadan.
"Kami lebih menekankan pada kesadaran umat agar tidak makan atau minum di depan orang yang berpuasa antara matahari terbit dan terbenam," katanya.
Greish mengatakan bahwa, menjelang Ramadhan, gereja-gereja pun membagikan paket berisi makanan pokok kepada orang miskin dan yang membutuhkan.
"Karena gereja ingin berbagi tradisi dan ritual dengan umat Islam selama bulan itu," katanya.
Mahmoud Abdel-Hai, yang berusia 80-an, mengatakan bahwa dalam hidupnya dia belum pernah melihat perkelahian antara seorang Muslim dan seorang Kristen selama Ramadan.
Abdel-Hai, mantan guru di Shobra Industrial School, juga mengatakan tetangga Kristennya bahkan sering mengundangnya untuk berbuka puasa setidaknya sekali selama Ramadhan. Namun, tetangga itu meminta maaf karena tidak dapat menjalankan tradisi tahun ini karena pandemi.
Advertisement