Jubir Pemerintah: Pertanyaan Paling Sulit Adalah Kapan Covid-19 Selesai

Menurutnya, banyak faktor pendukung untuk mencapai akhir pandemi virus corona Covid-19 di Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Mei 2020, 15:23 WIB
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto. (dok BNPB)

Liputan6.com, Jakarta Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyatakan, pernyataan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo terkait akhir pandemi mesti dimaknai sebagai tantangan kepada seluruh masyarakat.

Sebelumnya Doni Monardo mengatakan, bahwa berdasarkan perhitungan Badan Intelijen Negara (BIN) Covid-19 diprediksi mencapai puncaknya pada akhir Juni atau Juli 2020. 

“Ini statement yang mengacu pada perhitungan para pakar. Ini sesuatu yang bagus. Karena ini tantangan. Ini bukan janji tapi tantangan bersama ke masyarakat,” kata dia, dalam diskusi virtual bertema ‘Yuri Bicara Akhir Pandemi’, Minggu (3/5/2020).

Sementara terkait prediksi kapan Covid-19 berakhir, Yuri tidak bisa dengan tegas menyebutkan waktunya. Sebab ada banyak faktor yang berkaitan dengan penyebaran Covid-19. Fakta bahwa Covid-19 merupakan pandemi, artinya terjadi di seluruh dunia juga harus jadi perhitungan.

“Kalau bicara normal dalam arti normal seperti sebelum Covid-19 ini sesuatu yang harus kita persepsikan sama dulu. Karena di China pun sekarang kita lihat belum normal seperti belum ada Covid-19,” ujar dia.

“Jadi tidak bisa kita ukur, ukurannya seperti sebelum kejadian. Ini panjang ini untuk menuju ke sana. Ini bukan masalah Indonesia. Kalaupun 100 persen di Indonesia sudah tidak ada penyakit, apakah kemudian kita akan menutup diri dari datangnya orang-orang dari luar Indonesia. Ini yang muncul juga di China kan. Muncul kasus baru karena datangnya orang lain dari luar China,” imbuhnya. 

Dia pun mengakui, pertanyaan ‘kapan Covid-19 berakhir?’ merupakan pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Karena banyaknya faktor-faktor pendukung untuk mencapainya.

“Pertanyaan paling sulit kalau ditanya kapan selesai. Karena variabel untuk mencapai ini tidak berada di satu kelompok. Ini permasalahan bersama. Karena itu, yang bisa dilakukan adalah perkiraan tentunya variabel perkiraan sangat dinamis karena variabelnya sebagian besar ada di masyarakat, bukan di pemerintah. Ini penyakit yang pembawanya orang. Artinya semua orang memiliki peran yang sama apakah akan membawa penyakit ke mana-mana, atau menghentikan penularan ini,” urai dia.

Karena itu, yang harus dilakukan saat ini yakni membangun optimisme di masyarakat untuk mampu melawan Covid-19. Masyarakat harus diajak untuk bekerja sama dengan semua elemen dalam penanggulangan penyakit yang disebabkan virus SARS-Cov-2 itu.

“Bagi kita, bagi saya sekarang adalah membangun optimisme pada masyarakat tanpa memberikan harapan yang ujungnya sebenarnya tidak bisa kita pertanggungjawabkan ada di siapa. Kalau hanya berdasarkan hitung-hitungan saya pikir para pakar banyak yang melakukan itu, silakan. Tapi kembali lagi kuncinya adalah bukan dihl hitung-hitungan tetapi di masyarakat,” ungkapnya.

“Kita membawa masyarakat adalah subjek dan objek dari upaya penanggulangan ini. Kita tidak boleh menempatkan masyarakat hanya sebagai objek, yang kemudian hanya kita jejali kamu nggak boleh begini, harus begini, tapi dia sadar betul mengapa dia harus melakukan itu,” lanjut dia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Tantangan Bersama

Polantas Polres Bogor mengatur lalu lintas yang melintasi Pos Pengawasan Larangan Mudik di Cigombong, Bogor, Rabu (29/4/2020). Polres Bogor terus melakukan penyekatan mencegat pemudik sekaligus PSBB mengantsipasi penyebaran virus Covid-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Karena itu, setiap perhitungan dan prediksi yang keluar mesti ditanggapi sebagai tantangan baik bagi pemerintah maupun Indonesia untuk sama-sama berupaya melawan Covid-19.

“Tantangan ini. Masyarakat kita ajak, mari bisa tidak menyelesaikan ini di Bulan Juni. Karena Juni akan kita selesaikan asal, masih ada 'asal'-nya, ada syarat dan ketentuan yang berlaku,” paparnya.

“Ayo sama-sama kita komitmen untuk lakukan ini tanpa dijejali sebuah perhitungan yang ujung-ujungnya malah masyarakat sendiri bertanya, 'apa iya?. Nanti kalau harapannya terlalu tinggi kemudian tidak terjadi, dikira PHP nanti. Bukan pembohongan lah. Harapan palsu,” tandasnya.

 

Wilfridus Setu Embu/Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya