Liputan6.com, Jakarta - Kabar duka menyelimuti tanah air, Selasa (5/5/2020) setelah penyanyi campursari Didi Kempot meninggal dunia. Penyanyi asal Solo yang terkenal dengan julukan The Godfather of Broken Heart ini meninggal dunia di usia 53 tahun usai sempat mengalami henti jantung. Hal ini dikonfirmasi oleh pihak Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo.
"Pukul 07.25 WIB ke IGD dalam keadaan henti jantung. Sudah dilakukan pertolongan dengan maksimal," kata Asisten Manajer Humas RS Kasih Ibu, Solo, dokter Divan Fernandes pada Solopos, seperti dilaporkan oleh Regional Liputan6.com pada Selasa (5/5/2020).
Advertisement
"Tapi, kondisi tidak tertolong. Almarhum Didi Kempot dinyatakan meninggal dunia pukul 07.45 WIB," kata Divan.
Health Liputan6.com beberapa waktu lalu pernah berbincang dengan dokter Simon Salim, spesialis penyakit dalam sub-spesialis kardiovaskular Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tentang henti jantung. Kala itu, kami membicarakan seputar penyakit jantung, usai meninggalnya aktor Ashraf Sinclair.
Dalam kesempatan tersebut, Simon mengatakan bahwa henti jantung mungkin saja disebabkan oleh serangan jantung meskipun keduanya berbeda. Selain itu, situasi ini bisa disebabkan faktor lain seperti kelainan genetik sehingga menyebabkan gangguan irama.
"Kadangkala, kelainan semacam ini tidak menimbulkan gejala. Gejala pertama kali yang dialami pasien berupa henti jantung mendadak tersebut," kata Simon ketika berbincang melalui pesan singkat kala itu.
Untuk gejala dan tingkat mortalitas yang mungkin terjadi, serangan jantung dan henti jantung memiliki perbedaan.
"Kalau henti jantung mendadak pasien langsung tidak sadarkan diri," kata Simon.
Sementara itu, pada kasus serangan jantung secara umum, pasien biasanya akan mengalami rasa tidak nyaman di dada. Perasaan tersebut tidak selalu nyeri namun juga bisa perasaan tertekan, sesak napas, hingga panas di dada.
Harus Segera Ditolong
Simon mengatakan, henti jantung adalah kondisi yang harus mendapatkan pertolongan. Menurutnya, jika itu tidak terjadi, dalam lima menit saja pasien bisa meninggal dunia.
"Kalau serangan jantung tergantung jenisnya, tapi paling baik mendapatkan pertolongan, seperti obat-obatan dan pemasangan stent di koroner, dalam enam sampai 12 jam pertama. Walaupun begitu, semakin cepat pasien pada dua kasus tersebut ditolong, maka akan semakin baik."
Simon mengatakan, ketika seseorang sudah memiliki dasar kelainan otot jantung, kelainan katup jantung, atau kelainan irama jantung, dia berisiko terkena henti jantung mendadak tanpa memiliki penyakit jantung koroner.
Maka dari itu, untuk mengetahui apakah seseorang memiliki risiko henti jantung mendadak, dia perlu tahu riwayat dalam keluarga yang pernah mengalaminya, serta apakah dia sempat mengalami kondisi itu dan mendapatkan pertolongan.
Disadur dari: kanal Health Liputan6.com (penulis Giovani Dio, editor Dyah Puspita, published 5/5/2020)
Advertisement