Asal-usul Nama Panggung Didi Kempot, The Godfather of Broken Heart

Nama Didi Kempot tergagas saat The Godfather of Broken Heart memulai karier di Jakarta.

oleh Asnida Riani diperbarui 05 Mei 2020, 11:45 WIB
Penampilan penyanyi campursari Didi Kempot dalam Shopee 12.12 Birthday Sale di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Pria yang dijuluki The Godfather of Broken Heart tersebut membawakan lagu Pamer Bojo, Sewu Kutho, Bayu Langit, dan lain-lain. (Fimela.com/Bambang E. Ros)

Liputan6.com, Jakarta - Pelajaran bisa dengan mudah ditemukan di sepanjang perjalanan hidup mendiang maestro campursari, Didi Kempot. Misalnya saja asal-mula nama panggung lelaki bernama asli Dionisius Prasetyo tersebut.

Kempot yang kemudian jadi nama belakangnya merupakan simbol solidaritas dari masa awal lelaki 53 tahun tersebut meniti karier. Mengutip dari berbagai sumber, Selasa (5/5/2020), Didi memulai kariernya pada 1984 sebagai musisi jalanan.

Bermodalkan ukulele dan kendhang, Didi Kempot mulai ngamen di kota kelahirannya Solo, Jawa Tengah, selama tiga tahun. Lalu, pada 1987, Didi memulai karier di Jakarta.

Ia kerap berkumpul dan mengamen bersama teman-temannya di daerah Slipi, Palmerah, Cakung, maupun Senen. Dari situ lah julukan Kempot yang merupakan kependekan dari Kelompok Pengamen Trotoar terbentuk dan jadi nama panggungnya hingga akhir hayat.

Sembari mengamen di Jakarta, Didi Kempot dan teman-temannya mencoba rekaman. Mereka pun menitipkan kaset rekaman ke beberapa studio musik di Ibu Kota.

Setelah beberapa kali gagal, mereka akhirnya berhasil menarik perhatian label Musica Studio. Tepat pada 1989, Didi mulai meluncurkan album pertamanya. Salah satu lagu andalan di album tersebut adalah Cidro yang terinspirasi dari cerita cintanya sendiri.


Konsistensi dalam Bermusik

Didi Kempot. (Bambang E.Ros/Fimela.com)

Setelah tembus dapur rekaman, Didi Kempot mulai tampil di luar negeri, tepatnya di Suriname, Amerika Selatan. Lagu Cidro yang dibawakan sukses meningkatkan pamornya sebagai musisi terkenal di Suriname.

Ia pun melanjutkan kiprah ke Eropa. Pada 1996, Didi mulai menggarap dan merekam lagu berjudul Layang Kangen di Rotterdam, Belanda. Ia kemudian pulang ke Indonesia pada 1998 untuk memulai kembali profesinya sebagai musisi.

Tak lama setelah pulang kampung, ia mengeluarkan lagu Stasiun Balapan. Disusul beberapa tembang tak kalah populer yang muncul di awal 2000-an, termasuk Cucak Rowo.

Nama Didi kembali meroket setelah mengeluarkan lagu Kalung Emas pada 2013 lalu. Kemudian pada 2016, penyanyi asal Solo tersebut mengeluarkan lagu Suket Teki.

Berpuluh tahun berlalu, Didi konsisten berkarya sembari melestarikan budaya Indonesia, mulai dari bahasa Jawa di setiap lagu, instrumen pengiring, busana saat manggung, hingga upaya promosi destinasi wisata yang namanya sengaja disisipkan di sederet lagu.

 


Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya