Liputan6.com, Tuban - Kabupaten Tuban merupakan salah satu daerah di provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Jawa Tengah. Wilayah ini menjadi salah satu titik awal mula penyebaran Islam di Nusantara.
Hal itu dibuktikan banyak ditemukan makam wali di sepanjang pantai utara Pulau Jawa, termasuk di kawasan Tuban. Tak heran, Tuban dijuluki 'bumi wali', lantaran ada sederet makam kekasih Allah yang disemayamkan di kota ini.
Advertisement
Tak hanya itu, banyak bukti masa kejayaan Islam yang masih bisa terlihat dari peninggalan sejarah. Salah satunya Masjid Agung Tuban. Menurut catatan sejarah, masjid tersebut didirikan pada masa Bupati ketujuh Tuban Arya Teja atau Syeikh Abdurrohman (1461), yang juga menantu dari Bupati ke enam Arya Dhikara (1421).
Masjid Agung berada di sisi barat alun alun Tuban, masjid ini telah menjadi ikon kebanggaan warga Tuban. Lokasinya berdiri tidak saja berada di pusat kota tapi juga bersebelahan dengan salah satu situs penting sejarah tanah Jawa, yakni Kompek Makam Sunan Bonang yang ramai di ziarahi oleh berbagai lapisan masyarakat dari berbagai tempat.
Ahmad Mawardi, Ta'mir Masjid Agung Tuban mengungkapkan, terdapat tempat Mihrob lama yang menjadi cikal bakal pertama dibangun masjid Agung. Kemudian sempat mengalami beberapa kali renovasi. Renovasi pertama kali dilakukan tahun 1894, yakni pada masa pemerintahan Raden Toemengoeng Koesoemodiko (Bupati ke-35 Tuban).
Saat itu Raden Toemengoeng Koesoemodiko menggunakan jasa arsitek berkebangsaan Belanda, BOHM Toxopeus. Sebagaimana disebutkan dalam prasasti yang ada di depan masjid ini yang berbunyi;
“Batoe yang pertama dari inie missigit dipasang pada hari Akad tanggal 29 Djuli 1894 oleh R. Toemengoeng Koesoemodiko Boepati Toeban. Inie missigit terbikin oleh Toewan Opzicter B.O.H.M. Toxopeus.”
"Kurang lebih tiga kali renovasi, dulu dihancurkan pada masa penjajahan kemudian dibangun lagi oleh bupati ke 35," kata Mawardi kepada Liputan6.com.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Arsitektur Masjid
Dilihat dari bentuknya, Masjid Jami' Tuban sebelum menjadi Masjid Agung Tuban ini memiliki cari khas tersendiri. Secara garis besar, bentuk bangunannya terdiri atas dua bagian, yaitu serambi dan ruang salat utama.
Bentuknya tidak terpengaruh dengan kebiasaan bentuk masjid di Jawa yang atapnya bersusun tiga. Arsitektur masjid ini justru terpengaruh oleh corak Timur Tengah, India, dan Eropa. Sekilas tampak ada kemiripan dengan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, terutama bentuk berandanya yang dipertahankan hingga kini. Dilihat dari kejauhan, bentuk masjid ini bak istana dalam dongeng seribu satu malam.
Renovasi selanjutnya dilakukan tahun 1985. Masjid mengalami perluasan. Kemudian, pada 2004 dilakukan renovasi total terhadap bangunan Masjid Agung Tuban oleh pemerintah Kabupaten Tuban.
Renovasi yang dilakukan kali ini meliputi pengembangan satu lantai menjadi tiga lantai, menambah sayap kiri dan kanannya dengan mengadopsi arsitektur bangunan berbagai masjid terkenal di dunia serta penambahan enam menara masjid dengan luas keseluruhan mencapai 3.565 meter persegi.
"Terakhir pada masa pemerintahan Bu Heany Relawati," kata dia.
Saat ini kegiatan di Masjid Agung sedikit dibatasi lantaran ada pandemi corona Covid-19. Di tahun-tahun sebelumnya, baik kajian kitab kuning, hingga berbuka puasa ramadan dilakukan bersama dan kini dikurangi.
Di masjid ini, para jemaah yang ikut melakukan salat berjamaah, baik lima waktu maupun salat Jumat harus mentaati protokol kesehatan dengan menjaga jarak shof dan ketika masuk diwajibkan cuci tangan dengan menggunakan sabun.
"Karena ada virus, kini tidak terlalu banyak jemaah yang datang ke Masjid Agung seperti tahun kemarin. Dulu yang jemaah maupun i'tikaf pasti banyak," ucap Hariyanto.
Advertisement