Liputan6.com, Jakarta - Tuntutan berlebihan terhadap eks Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan I Nyoman Dhamantra mendapat sorotan dari sejumlah kalangan. Salah satunya, Ketua Umum Federasi Advokat Republik Indonesia (Ferari) Teguh Samudera. Dia mengatakan penegak hukum harus mendasarkan tuntutan secara objektif. Yaitu dengan melihat fakta-fakta persidangan.
"Sehingga tuntutan benar-benar mencerminkan rasa keadilan," kata Teguh Samudera dalam keterangan, Selasa (5/5/2020).
Advertisement
Dia mengatakan jaksa memang berhak mengajukan tuntutan setinggi-tingginya pada terdakwa. Namun tuntutan yang ditimpakan tidak boleh atas dasar emosi semata. "Apalagi karena geregetan saja misalnya. Fakta persidangan tidak boleh diabaikan," imbuhnya.
Teguh berpendapat, sejatinya ada fakta meringankan yang dapat menguntungkan terdakwa Dhamantra. Yaitu iktikad baiknya dalam melaporkan bukti transaksi dan bukti dokumen ke PPATK. Selama ini, uang itulah yang diduga KPK sebagai suap pihak ketiga dalam kasus impor bawang putih.
"Sebetulnya ini (melaporkan transaksi mencurigakan ke PPATK) sudah benar dong, tidak ada yang melanggar hukum. Karena bukti transaksi sudah dilapor ke PPATK," papar Teguh.
Dia optimistis hakim akan memutuskan secara adil dan objektif. Apalagi, tim penasehat hukum (PH) dan terdakwa sudah menghadirkan bukti dan saksi terkait pelaporan transaksi mencurigakan itu ke PPATK. "Dengan begitu hakim akan memutus secara adil dan objektif," tandas pengacara yang sering menangani kasus-kasus korupsi itu.
Di persidangan sebelumnya, jaksa menuntut hakim agar menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan kepada Nyoman Dhamantra. Jaksa menilai Dhamantra terbukti menerima uang pelicin Rp 2 miliar dalam perkara suap pengurusan kuota impor bawang putih itu. JPU KPK juga menuntut majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sampaikan Pledoi
Dalam pembacaan nota pembelaan (pledoi), Dhamantra merasa sebagai korban kriminalisasi. Pasalnya tuntutan 10 tahun penjara yang disampaikan jaksa KPK kepada majelis hakim Pangadilan Tipikor Jakarta terlalu berlebihan.
"Tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut saya selama 10 tahun adalah tuntutan yang patut diduga zolim, emosial, tidak rasional dan terkesan adanya pemaksaan kehendak dengan motif kriminalisasi," kata Dhamantra dalam nota pembelaan (pledoi) yang dibacakan dihadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Rabu (29/04/2020).
Dhamantra menyebut sebenarnya masih banyak perkara yang lebih besar dengan kerugian negara yang besar pula, tapi dituntut lebih ringan oleh jaksa. "Banyak kasus yang lebih parah dan berat dari saya, bahkan mereka terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT), tetapi tuntutannya jauh lebih ringan dari pada tuntutan yang diberikan JPU kepada saya," papar politisi asal Bali itu.
Dhamantra menyatakan tuduhan terhadap dirinya salah alamat. Sebab, dirinya bukan pejabat negara yang memiliki kewenangan menerbitkan rekomendasi impor produk holtikultura (RIPH) yang menjadi dasar penentuan alokasi impor bawang putih.
Begitu juga soal tuduhan penerimaan uang Rp 2 miliar. Menurut Dhamantra, uang yang ditransfer ke perusahaan money changer miliknya itu telah dilaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kiriman itu dilaporkan karyawan PT Indocev sebagai tansfer mencurigakan. "Dan itu telah menjadi fakta persidangan, namun dalam tuntutan jaksa laporan tersebut diabaikan begitu saja," ujarnya.
Advertisement