Liputan6.com, Jakarta United Nations Population Fund (UNFPA) mengatakan pandemi COVID-19 membuat banyak wanita tidak bisa mengakses layanan keluarga berencana dan berisiko mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.
Selain itu, banyak dari wanita rentan mengalami kekerasan berbasis gender serta praktik-praktik berbahaya lainnya karena krisis COVID-19.
Advertisement
"Pandemi ini memperdalam ketidaksetaraan, dan jutaan wanita serta anak perempuan saat ini berisiko kehilangan kemampuan untuk merencanakan keluarga mereka dan melindungi tubuh serta kesehatan mereka," kata Natalia Kanem, Direktur Eksekutif UNFPA dikutip dari UN News pada Selasa (5/5/2020).
UNFPA mengatakan bahwa COVID-19 berdampak besar pada perempuan saat sistem kesehatan kelebihan beban serta tutupnya fasilitas kesehatan. Hal ini menyebabkan banyak wanita dan anak perempuan yang tidak mendapatkan pemeriksaan medis karena kekhawatiran akan penularan virus.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Peningkatan Kekerasan Berbasis Gender
UNFPA juga menambahkan, pandemi ini berisiko menimbulkan berkurangnya pasokan kontrasepsi di dunia secara signifikan. Mereka mengatakan, di dunia terdapat 450 juta wanita di 114 negara berpenghasilan rendah dan menengah menggunakan kontrasepsi.
Apabila layanan kesehatan tetap terganggu dan lockdown berlanjut selama enam bulan, UNFPA memperkirakan sekitar 47 juta negara akan kesulitan mengakses kontrasepsi modern dan berakibat pada munculnya sekitar 7 juta kehamilan yang tidak diinginkan.
Selain itu, UNFPA memperkirakan akan banyak kasus kekerasan berbasis gender serta 13 juta pernikahan anak bisa terjadi di dekade ini karena krisis telah mengganggu upaya untuk menghentikan praktik tersebut.
"Kesehatan reproduksi dan hak-hak perempuan harus dilindungi dengan segala cara," kata Kanem. "Layanan harus dilanjutkan, persediaan harus dikirimkan, dan yang rentan harus dilindungi dan didukung."
Advertisement