Kejayaan Islam dan Campur Tangan Belanda dalam Perombakan Masjid Agung Tuban

Sediktinya Masjid Agung Tuban mengalami tiga kali perombakan.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 06 Mei 2020, 12:00 WIB
Masjid Agung Tuban (Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Tuban - Kabupaten Tuban merupakan salah satu daerah di provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Jawa Tengah. Konon wilayah itu menjadi salah satu cikal bakal penyebaran agama Islam ke penjuru nusantara.

Hal itu dibuktikan banyak ditemukan makam Wali di sepanjang pantai utara pulau Jawa ini. Tak heran, Tuban memiliki julukan Bumi Wali lantaran sederet makam Wali di kota itu.

Tak hanya itu, ada banyak bukti kejayaan Islam yang tertuang dalam ornamen maupun peninggalan sejarah lainya. Salah satunya adalah Masjid Agung Tuban.

Konon masjid tersebut didirikan dan dibangun pada masa Bupati ke-7 Tuban, Arya Teja atau Syeikh Abdurrohman (1461), yang juga menantu dari Bupati ke-6 Arya Dhikara (1421).

Masjid Agung berada di sisi barat alun alun Tuban, masjid ini telah menjadi Ikon kebanggaan warga Tuban. Lokasinya berdiri tidak saja berada di pusat kota tapi juga bersebelahan dengan salah satu situs penting sejarah tanah Jawa, yakni Kompek Makam Sunan Bonang yang ramai di ziarahi oleh berbagai lapisan masyarakat dari berbagai tempat.

Ahmad Mawardi, Ta'mir Masjid Agung Tuban mengungkapkan bahwa terdapat sebuah mihrab lama yang menjadi cikal bakal dibangunnya Masjid Agung Tuban. Mihrab itu kemudian sempat mengalami beberapa kali renovasi. Renovasi pertama kali dilakukan tahun 1894, yakni pada masa pemerintahan Raden Toemengoeng Koesoemodiko (Bupati ke-35 Tuban).

Saat itu Raden Toemengoeng Koesoemodiko menggunakan jasa arsitek berkebangsaan Belanda, BOHM Toxopeus untuk mendesain Masjid Agung Tuban. Sebagaimana disebutkan dalam prasasti yang ada di depan masjid ini yang berbunyi 'Batoe yang pertama dari inie missigit dipasang pada hari Akad tanggal 29 Djuli 1894 oleh R. Toemengoeng Koesoemodiko Boepati Toeban. Inie missigit terbikin oleh Toewan Opzicter B.O.H.M. Toxopeus'

"Kurang lebih tiga kali renovasi, dulu dihancurkan pada masa penjajahan kemudian dibangun lagi oleh bupati ke-35," kata Mawardi kepada Liputan6.com, Jumat (1/5/2020).

 

 

Simak juga video pilihan berikut:


Renovasi Lanjutan

Renovasi Masjid Agung Tuban (Ahmad Adirin)

Bila bentuknya di amati, Masjid Jami Tuban sebelum menjadi Masjid Agung Tuban ini memiliki cari khas tersendiri. Secara garis besar, bentuk bangunannya terdiri atas dua bagian, yaitu serambi dan ruang salat utama.

Bentuknya tidak terpengaruh dengan kebiasaan bentuk masjid di Jawa yang atapnya bersusun tiga. Arsitektur masjid ini justru terpengaruh oleh corak Timur Tengah, India, dan Eropa. Sekilas tampak ada kemiripan dengan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, terutama bentuk berandanya yang dipertahankan hingga kini.

Renovasi selanjutnya dilakukan tahun 1985. Masjid Agung Tuban mengalami perluasan. Kemudian, di tahun 2004 dilakukan renovasi total terhadap bangunan Masjid Agung Tuban oleh pemerintah Kabupaten Tuban.

Renovasi yang dilakukan kali ini meliputi pengembangan satu lantai menjadi tiga lantai, menambah sayap kiri dan kanannya dengan mengadopsi arsitektur bangunan berbagai masjid terkenal di dunia serta penambahan enam menara masjid dengan luas keseluruhan mencapai 3.565 meter persegi.

"Terakhir pada masa pemerintahan Bu Heany Relawati," kata Mawardi.

Saat ini kegiatan di masjid Agung sedikit dibatasi lantaran ada pandemi corona Covid-19. Di tahun-tahun sebelumnya, baik kajian kitab kuning, hingga berbuka puasa ramadan yang biasanya dilakukan bersama, kini dikurangi.

Di masjid ini, para jemaah yang ikut melakukan salat berjamaah, baik lima waktu maupun Salat Jumat harus mentaati prokol kesehatan dengan menjaga jarak saf dan ketika masuk diwajibkan cuci tangan pakai sabun.

"Karena ada virus, kini tidak terlalu banyak jemaah yang datang ke masjid Agung seperti tahun kemarin. Dulu yang jemaah maupun i'tikaf pasti banyak," ucap Mawardi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya