Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Perppu tentang perubahan ketiga undang-undang Pilkada, yang ditandatanganinya Senin 4 Mei 2020. Dalam peraturan tersebut, Pilkada yang sedianya September 2020 ditunda hingga Desember lantaran adanya pandemi Covid-19.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengapresiasi pemerintah yang menerbitkan aturan tersebut. Karena, bisa memberikan kepastian terkait keberlanjutan tahapan pilkada pascapenundaan yang disepakati DPR dan pemerintah beberapa waktu lalu.
Advertisement
"Perppu Nomor 2 Tahun 2020 ini sekaligus memberi legalitas atas penundaan pilkada serentak secara nasional yang telah diputuskan KPU pada 21 Maret 2020 lalu. Penundaan empat aktivitas tahapan yang dilakukan KPU menjadi absah melalui keberadaan perubahan Pasal 120 ayat (1) dalam Perppu 2/2020 tersebut," kata Titi kepada Liputan6.com, Rabu (6/5/2020).
Namun, dia memandang Perppu tersebut masih menyimpan situasi tidak pasti dengan adanya pengaturan pada Pasal 201A. Menurutnya, pengaturan tersebut seakan menunjukan ketidakyakinan pemerintah melakukan Pilkada 2020 di bulan Desember.
"(Pemerintah) masih menyimpan ketidakyakinan tersendiri terkait dengan situasi pandemi yang dihadapi. Alih-alih memilih waktu yang lebih memadai, misalnya menunda ke 2021, Pemerintah malah menyerahkan skemanya pada kesepakatan tripartit KPU, Pemerintah, dan DPR," tutur Titi.
Menurut dia, pemungutan suara pada Desember 2020 sendiri, membuat KPU harus sudah mulai menyiapkan tahapan pada Juni 2020. Artinya akan ada irisan dengan fase penanganan pandemi dan juga dengan situasi PSBB yang belum jelas kapan akan berakhirnya.
"Melaksanakan tahapan yang beririsan dengan masa pandemi memerlukan dukungan dan disiplin ketat pada kepatuhan terhadap protokal kesehatan penanganan pandemi Covid-19. Dan hal itu mengandung resiko tersendiri bagi petugas pemilihan, calon peserta pemilihan, maupun masyarakat pemilih. Kami beranggapan hal itu sangat beresiko," tegas Titi.
Dia pun mengungkapkan, Perppu tersebut justru melihat pemerintah setengah hati memberikan kepastian hukum.
"Ini masih setengah hati dalam memberikan kepastian hukum dalam keberlanjutan tahapan pilkada. Selain juga membuka risiko pada kesehatan para pihak bila KPU tidak mampu menyiapkan teknis pemilihan yang kompatibel dengan protokol penanganan Covid-19," ungkap Titi.
Menurut dia, KPU harus mampu merumuskan berbagai peraturan teknis pilkada yang tidak bertentangan dengan protokol penanganan Covid-19, khususnya soal interaksi petugas dengan pemilih maupun peserta pemilihan.
"Misalnya verifikasi faktual syarat dukungan bakal calon perseorangan, coklit data pemilih, maupun kampanye, yang notabene mestinya sejalan dengan kebijakan jaga jarak untuk pencegahan penyebaran Covid-19," pungkas Titi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Perppu Penundaan Pilkada
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Perppu tentang perubahan ketiga undang-undang Pilkada, Senin (4/5/2020).
Dalam peraturan tersebut tertulis bahwa pemilihan kepala daerah serentak yang akan dilaksanakan 20 Desember 2020. Ditunda pelaksanaanya dari sebelumnya September 2020 lantaran adanya pandemi Covid-19.
Dalam Perppu tersebut menetapkan, memutuskan; peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomer 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomer 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-undang.
Kemudian dalam Perppu tersebut juga tertuang perubahan pada pasal 120. Sehingga dalam pasal tersebut berisi dalam hal pada sebagian wilayah pemilihan, seluruh wilayah pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan.
Kemudian, pelaksanaan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari tahapan penyelenggaraan pemilihan atau pemilihan serentak yang terhenti.
Advertisement
Tunggu Keputusan KPU
Dalam pasal 122 dan 123 juga disisipkan satu pasal yaitu pasal 122A yang menjelaskan pelaksanaan pilkada akan diselenggarakan setelah diputuskan oleh KPU.
"Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 120 dilaksanakan setelah penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak dengan Keputusan KPU diterbitkan," kutip dalam Perppu.
"Kemudian penetapan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan serentak serta pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat," tulis Perppu tersebut.
Tidak hanya itu, ketentuan mengenai tata cata dan waktu pelaksanaan pemilu juga akan diatur oleh KPU. Kemudian pada pasal 201 dan pasal 202 disisipkan pasal 201 yang menjelaskan bahwa penundaan dilakukan lantaran adanya bencana nonalam.
"Pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A. Pasal II," tertulis pada pasal 201A.