Liputan6.com, Jakarta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan bahwa saat ini tanggung jawab program keluarga berencana (KB) bukan hanya di pundak wanita saja. Suami juga bisa berperan untuk melakukannya yaitu dengan vasektomi.
Walaupun begitu, di Indonesia tingkat kepesertaan pria untuk melakukan KB baik menggunakan alat kontrasepsi kondom maupun vasektomi masih terbilang rendah.
Advertisement
Dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017, angka kepesertaan pria yang menggunakan kondom sebesar 2,3 persen dan vasektomi sebesar 0,2 persen.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menjelaskan bahwa alasan pertama mengapa partisipasi KB pria masih rendah adalah terkait pola pikir, yang menilai bahwa dalam satu keluarga, tanggung jawab KB berada di pihak perempuan.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Alasan Rendahnya Partisipasi Pria dalam Vasektomi
Selain itu, alasan lain seorang suami ragu dalam melakukan vasektomi adalah terkait kekhawatiran akan berkurangnya vitalitas.
"80 persen diskusi publik yang kami lakukan tentang vasektomi, pertanyaannya adalah tentang vitalitasnya," kata Hasto dikutip dari siaran persnya, ditulis Rabu (6/5/2020).
Alasan lain mengapa suami enggan melakukan vasektomi adalah terkait dengan kekhawatiran akan adanya ketidakharmonisan dalam keluarga.
"Kecurigaan bila vasektomi, suami akan selingkuh lebih tinggi, maka tidak sedikit perempuan yang memilih lebih baik dia sendiri saja yang KB," imbuh Hasto.
Menurutnya, keikutsertaan pria pada program KB dan kesehatan reproduksi adalah penting. Bukan semata untuk mengendalikan populasi dan penurunan fertilitas, tetapi juga pemenuhan hak-hak reproduksi.
Selain itu, pria adalah "partner" dari wanita dalam reproduksi dan seksual, sehingga keduanya harus berbagi tanggung jawab.
Advertisement
Pelatihan Bagi Penyedia Layanan Vasektomi
Hasto menambahkan, para penyedia layanan vasektomi seperti dokter umum juga diharapkan bisa melakukannya dengan penuh kehati-hatian dan sesuai standar operasional karena masih ada dampak dari prosedur tersebut seperti bengkak, hematom, atau pun kegagalan, sehingga menimbulkan isu negatif di masyarakat.
Hal ini agar efek samping tersebut bisa ditekan dan tidak menimbulkan reaksi buruk soal komplikasi pasca vasektomi. Untuk itu diperlukan pelatihan bagi penyedia layanan vasektomi dan pertemuan-pertemuan lainnya.
Sementara itu, BKKBN sendiri menyatakan telah berupaya agar kepesertaan pria untuk melakukan vasektomi dapaat meningkat dengan mengatasi faktor penyebab lain yaitu menyediakan satu tim vasektomi di setiap kabupaten/kota.