BI Prediksi Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 2,3 Persen di 2020

Namun Gubernur BI Perry Warjiyo optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 berkisar 6,6 persen sampai 7,1 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Mei 2020, 14:40 WIB
Gubernur BI Perry Warjiyo (tengah) didampingi DGS Destry Damayanti (dua kiri), Deputi Gubernur Erwin Rijanto (dua kanan), Deputi Gubernur Sugeng (kiri), dan Deputi Gubernur Rosmaya Hadi (kanan) memberi keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur, Jakarta, Kamis (19/9/2019). (Liputan6.com/AnggaYuniar)

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami tekanan sepanjang 2020. Namun hal tersebut tidak akan berlanjut di tahun berikutnya. Pada 2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik. 

Perry menjelaskan, Bank Indonesia memperkirakan puncak penyebaran virus Corona ada di bulan April, Mei dan pertengahan Juni. "Asumsi yang kami sampaikan bahwa peak PSBB yaitu bulan April, Mei dan pertengahan Juni," kata Perry di Gedung Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (6/5/2020).

Dengan begitu, kebijakan pemerintah seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hanya berlaku di bulan tersebut. Penerapan PSBB ini juga akan berlangsung di 70 persen wilayah ekonomi Indonesia.

Dari pola tersebut dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dunia yang diprediksi -3,2 persen, maka Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 sebesar 0,4 persen. Lalu pada kuartal III naik menjadi 1,2 persen dan pada kuartal IV sebesar 3,1 persen.

"Ini perkiraan kami ke depan," kata Perry.

Dengan begitu, Perry mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 berada di angka 2,3 persen. "Sehingga secara keseluruhan semula prediksi kami 2,3 persen, tentu saja akan sedikit lebih rendah dari 2,3 persen dari realisasi di kuartal I yang ternyata lebih rendah," papar Perry.

Namun Perry optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 berkisar 6,6 persen sampai 7,1 persen. Hal ini bisa terjadi jika defisit fiskal 3-4 persen.

Faktor yang memengaruhi ini yaitu base efek. Jika tahun 2020 rendah maka pada tahun 2021 akan lebih tinggi secara statistik.

 


Faktor Base Efek Covid-19 Hanya 2 tahun

Gubernur BI Perry Warjiyo (tengah) didampingi DGS Destry Damayanti (kiri) dan Deputi Gubernur Erwin Rijanto (kanan) memberi keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur di Kantor BI, Jakarta, Kamis (19/9/2019). BI menurunkan suku bunga acuan BI7DRR menjadi 5,25 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Faktor program pemulihan ekonomi juga harus ditempuh setelah wabah berakhir. Termasuk berbagai hal seperti pertumbuhan ekonomi dunia yang akan membaik.

Perry menjelaskan, jika pertumbuhan ekonomi pada 2020 hanya 2,3 persen, lalu pada 2021 sebesar 6,6 persen, maka dalam dua tahun pertumbuhan ekonomi menjadi 8,9 persen. Padahal sebelum Covid-19 pertumbuhan ekonomi tahun ini diangka 5,1-5,2 persen dan pada tahun 2021 sebesar 5,3 persen. Jika dijumlahkan dalam dua tahun pertumbuhan ekonomi tanpa Covid-19 sebesar 10,4 persen.

"Perbedaan 2 tahun ini menunjukkan dampak Covid-19 pada 2022 akan kembali kepada tren jangka panjang karena faktor base efek sudah hilang dan bisa tumbuh 5,4 persen," kata Perry.

Untuk itu Perry menyimpulkan kebijakan PSBB dan mobilitas manusia berdampak pada pendapatan masyarakat. Baik itu konsumsi masyarakat, produksi, investasi dunia usaha hingga aktivitas ekspor-impor,

Namun, stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah dapat mengurangi dampak terburuk. Termasuk kebijakan restrukturisasi dunia usaha dan dukungan Bank Indonesia yang memberikan stimulus moneter.

Sehingga Perry optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester II akan lebih baik dengan pola yang digunakan Bank Indonesia.

"Insyaallah itu akan kurangi dampak dari Covid-19, Kedepannya lebih baik," kata Perry mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya