Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad menilai stimulus fiskal yang dikeluarkan oleh pemerintah belum efektif dan belum terasa dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan I 2020.
“Pada dasarnya pemerintah sudah mengantisipasi dampak covid-19 terhadap ekonomi sejak Maret 2020, kalau besarannya kurang lebih 2,5 persen PDB. Ditiap negara memang bervariatif stimulus penanganan covid-nya,” kata Tauhid dalam diskusi digital Indef, Rabu (6/5/2020).
Dari stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah itu yang terdiri dari tiga jilid, ia berpikir maka timbullah pertanyaan, apakah stimulus itu cukup untuk Indonesia?.
Stimulus pertama berjumlah Rp 8,5 triliun yang sudah dikeluarkan pada 4 Maret 2020 yang bertujuan untuk mendorong ekonomi domestik tumbuh, sebagai upaya percepatan belanja dan kebijakan mendorong padat karya (Bantuan sosial, transfer ke daerah dan dana desa, perluasan kartu sembako) dan stimulus belanja (insentif sektor pariwisata yang terdampak).
Baca Juga
Advertisement
“Stimulus I ini tidak berjalan efektif karena ada pergeseran alokasi belanja K/L dan daerah. Pencairan kartu sembako terhambat dan insentif wisatawan tidak efektif karena penurunan jumlah wisatawan,” ujarnya.
Stimulus kedua, yang berjumlah Rp 22,5 triliun yang diresmikan pada 13 Maret 2020, yang berfokus untuk menjaga daya beli masyarakat dan kemudahan eskpor-impor. Dalam stimulus II ini terkait PPh21, PPh 22, PPh 25, PPN, dan Non Fiskal.
Namun, lagi-lagi Tauhid mengatakan proses pendataan dan pengajuan oleh kalangan dunia usaha terkait stimulus PPh21, PPh 22, PPh 25, PPN masih belum efektif, karena stimulus itu berlaku mulai April sampai dengan September 2020, sehingga belum terasa dampaknya. Begitupun dengan stimulus Non-fiskal, juga mengalami keterlambatan dan pasokan ekspor-impor yang tertahan.
Stimulus Rp 405 Triliun
Selanjutnya stimulus ketiga berjumlah Rp 405,1 triliun yang dikeluarkan pada April, guna penyelamatan ekonomi dan kesehatan melalui Perpu No.1 tahun 2020, sebagai tambahan anggaran kesehetan, bantuan kesehatan dan program ekonomi, serta mendukung kebijakan di sektor keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan UMKM.
Menurutnya pada stimulus III dibagi menjadi tiga bagian, yakni Rp 75 triliun untuk peningkatan pelayanan kesehatan, Rp 110 triliun untuk pemberian jaminan sosial, dan Rp 150 triliun untuk program pemulihan ekonomi.
“Ini memang kalau kita lihat stimulus III baru sebagian dijalankan dan belum semua anggaran dimanfaatkan,” ujarnya.
Oleh karena itu ia merekomdasikan perlunya realokasi anggaran stimulus I,II, dan III yang belum atau tidak efektif dijalankan untuk menambah tambahan stimulus “lanjutan”.
Lalu, mempercepat proses beragam program dan kegiatan stimulus II dan III agar bisa diimplementasikan secepatnya mengantisipasi kemerosotan pertumbuhan ekonomi triwulan III dan IV.
“dan memperkuat aksi kesehatan, khususnya penyelenggaraan test covid massal hingga pembuatan vaksin covid-19, dan mempercepat dan menambah bantuan sosial agar jumlahnya memadai (desil 1-6) bagi penguatan konsumsi masyarakat,” ujarnya.
Sementara rekomendasi lainnya, yakni penguatan program pemulihan ekonomi dengan fokus UMKM maupun sektor-sektor yang terdampak paling besar (industri, perdagangan, pertanian, konstruksi, pertambangan, transportasi dan pergudangan, serta akomodasi makan dan minum).
Advertisement