Liputan6.com, Jakarta - PT PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) telah menerima 2.900 keluhan pelanggan akibat adanya lonjakan penagihan tarif listrik. Aduan tersebut masuk selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.200 keluhan atau sekitar 94 persennya terindikasi mengacu pada pemakaian listrik yang meningkat pada masa penyebaran pandemi Corona (Covid-19).
Sebaliknya, konsumsi listrik di Jakarta Raya kini telah menurun lantaran pemakaiannya lebih banyak dilakukan di rumah tangga dibanding perkantoran.
Baca Juga
Advertisement
General Manager PLN Disjaya Ikhsan Asaad mengatakan, pemakaian listrik di wilayah Jakarta secara keseluruhan telah turun 20 persen dari tahun lalu.
"Jadi konsumsi listrik Jakarta sampai dengan Mei ini turun 20 persen dibanding tahun lalu," kata Ikhsan dalam sesi teleconference, Rabu (6/5/2020).
Sementara itu, pemakaian listrik di level rumah tangga kini mengalami peningkatan. Namun, Ikhsan menyatakan, ukuran tersebut tak bisa jadi tolak ukur konsumsi listrik secara keseluruhan di kawasan Ibu Kota.
"Bisnis, mal, itu pemakaian listrik turun 60 persen. Memang ada kenaikan di rumah tangga 6 persen. Jadi kenaikan di rumah tangga tidak sebanding dengan konsumsi listrik secara keseluruhan di Jakarta," tuturnya.
Tagihan Listrik Melonjak Karena Pola Konsumsi Berubah
Sebelumnya, ,edia sosial baru-baru ini diramaikan oleh keluhan warganet tentang penagihan tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga pada Mei 2020 yang melonjak hingga tiga kali lipat.
Kendati demikian, PT PLN (Persero) tetap mengklarifikasi bahwa tarif listrik saat ini tidak ada perubahan. Adapun kenaikan angka penagihan terjadi lantaran pemakaian listrik pada saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Maret dan April 2020 meningkat, dan baru dihitung pada bulan ini.
Executive Vice President Corporate Communication and CSR PLN, I Made Suprateka, mengatakan bahwa pihaknya menemui fakta adanya perubahan mekanisme dan kebiasaan pemakaian listrik sejak PSBB diterapkan.
Padahal, menurut perhitungan pada Desember 2019, Januari dan Februari 2020, pemakaian listrik cenderung stabil. Made lalu menjelaskan secara sederhana, semisal tagihan tarif listrik pada 3 bulan tersebut berada di kisaran 50 kWh.
"Mari kita contohkan, rata-rata per bulan 50 kWh. Maret intensitas listrik mulai meninggi. Katakanlah mereka sudah mulai 70 kWh. Tapi karena protokol Covid-19, kita gunakan pencatatan dengan 3 bulan sebelumnya, 50 kWh," jelas dia dalam siaran video conference, Rabu (6/5/2020).
"Riilnya konsumsi 70 kWh, tapi kita mem-billing 50 kWh. Berarti ada 20 kWh yang belum tertagih," Made menambahkan.
Advertisement