Tahan Napas Bisa Diagnosis Virus Corona COVID-19? Ini Faktanya

Mampu menahan napas 10 detik atau lebih tanpa batuk atau merasa tidak nyaman bukan berarti orang tersebut bebas Virus Corona COVID-19

oleh Raden Trimutia Hatta diperbarui 07 Mei 2020, 09:01 WIB
Penumpang kereta rel listrik (KRL) menjalani tes swab di Stasiun Bogor, Bogor, Jawa Barat, Senin (27/4/2020). Pengetesan yang melibatkan 350 penumpang ini untuk memastikan ada atau tidaknya virus corona COVID-19 yang dibawa penumpang KRL. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa rumor di media sosial mengklaim, orang dapat mendiagnosis mandiri apakah terjangkit Virus Corona COVID-19 atau tidak dengan cara menahan napas selama lebih dari 10 detik. Benarkah?

Faktanya adalah, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mampu menahan napas selama 10 detik atau lebih tanpa batuk atau merasa tidak nyaman bukan berarti orang tersebut bebas dari Virus Corona COVID-19 atau penyakit paru-paru lainnya.

"Anda tidak dapat mengonfirmasinya dengan latihan pernapasan ini, yang bahkan bisa berbahaya," pihak WHO memperingatkan, seperti dikutip dari Xinhua, Kamis (7/5/2020).

"Gejala COVID-19 yang paling umum adalah batuk kering, lesu, dan demam. Pada beberapa orang mungkin timbul bentuk penyakit yang lebih parah, misalnya pneumonia."

Badan kesehatan utama dunia itu menyatakan, tes laboratorium merupakan cara terbaik untuk mengonfirmasi apakah seseorang tertular Virus Corona jenis baru.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Kata Para Ahli

Penumpang kereta rel listrik (KRL) menjalani tes swab di Stasiun Bogor, Bogor, Jawa Barat, Senin (27/4/2020). Pengetesan yang melibatkan 350 penumpang ini untuk memastikan ada atau tidaknya virus corona COVID-19 yang dibawa penumpang KRL. (merdeka.com/Arie Basuki)

"Sebagian besar pasien muda yang terinfeksi Virus Corona akan mampu menahan napas lebih dari 10 detik. Dan banyak lansia yang tidak terinfeksi virus itu tidak akan mampu melakukannya," cuit Faheem Younus, Kepala Penyakit Infeksi di University of Maryland Upper Chesapeake Health, di akun Twitter-nya.

Robert Legare Atmar, seorang spesialis penyakit menular di Baylor College of Medicine yang berbasis di Houston, mengatakan kepada CNN bahwa tes itu "tidak benar."

 


Hanya Karangan

Petugas medis menata sampel penumpang KRL Commuter Line saat tes swab dengan metode polymerase chain reaction (PCR) di Stasiun Bekasi, Selasa, (5/5/2020). Pemkot Bekasi melakukan tes swab secara massal setelah tiga penumpang KRL dari Bogor terdeteksi virus corona. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Dugaan tes napas itu, yang mengklaim sukses menahan napas selama lebih dari 10 detik pada dasarnya menunjukkan tidak ada infeksi karena tidak ada fibrosis di paru-paru, "hanya karangan" belaka, kata Thomas Nash.

Nash adalah dokter penyakit dalam, penyakit paru-paru, dan spesialis penyakit menular di New York Presbyterian Hospital.

Mendiagnosis fibrosis memerlukan tes fungsi paru dengan pasien diminta "mengembuskan napas ke dalam tabung yang terhubung ke komputer yang menganalisis fungsi paru-paru," ia menegaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya