Liputan6.com, Blora Wiji (52) adalah salah seorang keturunan sedulur Sikep Samin dari Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Dia pontang-panting mengurus sertifikat tanah yang sudah lebih dari setahun tak kunjung kelar.
Padahal Wiji mengaku telah mengeluarkan uang Rp 26 juta rupiah demi kejelasan administrasi sepetaknya yang terletak di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Wiji menyerahkan uang itu kepada D, Kepala Desa Donan, Kecamatan Purwosari, Bojonegoro pada tahun lalu. Berkas dilimpahkan ke Notaris dan PPATK S untuk diproses.
Sayangnya, sertifikat yang ditunggu tak segera jadi. Bahkan, ia merasa diabaikan ketika menanyakan perkembangan pengurusan sertifikat tanah. Tidak hanya itu, nomor telponnya juga diblokir dan ia diusir dari kantor notaris.
"Terus terang saya minta uang saya dikembalikan semuanya saja, capek saya, maksimal dulu katanya selesai dalam enam bulan, namun sampai satu tahun lebih belum jadi juga. Dulu dijanjikan oleh pelayanan masyarakat tersebut akan beres dengan bayar Rp26 juta," ujar Wiji dalam bahasa Jawa, Senin (4/5/2020).
Baca Juga
Advertisement
Ia memastikan ucapannya ini jujur dan apa adanya. Bahkan, Wiji mengaku siap jika diajak sumpah pocong.
Liputan6.com pun mendatangi kantor Notaris dan PPATK S bersama dengan Wiji, Winarsi (putri Wiji), dan anggota Polsek Padangan, untuk meminta konfirmasi perihal persoalan ini. Notaris dan PPATK S menyampaikan ijab kabul pengurusan sertifikat tanah dilakukan melalui Kades Donan D. Ia mengaku bekerja mengikuti permintaan klien.
“Dulu saya dikasih kerjaan ya saya kasih fee pak lurah. Bagi hasil, tapi nggak perlu saya kasih tahu jumlahnya," ucap S.
S juga merasa kesal dengan Wiji yang memarahinya di kantor beberapa waktu lalu.
Kepada anggota Polsek Padangan, S menyerahkan estimasi biaya pengurusan sertifikat tanah yang ditulis Kades Donan D. Polisi menunjukkan catatan itu kepada Winarsi.
Perempuan berusia 26 tahun itu pun terkejut karena uang yang tersisa hanya Rp 4 juta. Padahal, ia dan sang ayah ingin uang yang sudah dibayarkan bisa dikembalikan utuh.
"Bapak (Wiji) minta dikembalikan uang itu, mereka tidak sesuai mufakat pertama yang katanya enam bulan jadi," ujar Winarsi.
Notaris S kembali menegaskan dia hanya melakukan pekerjaan berdasarkan berkas yang diberikan Kades Donan D. Ia pun mencoba menghubungi sang kades via telepon tetapi tidak ada jawaban.
Wiji dan Winarsi tidak tinggal diam. Mereka menuju ke kediaman Kades Donan D. Namun, sang kades yang dimintai tolong mengurus sertifikat tanah itu tidak ada di rumah.