Liputan6.com, Jakarta - Nasdaq Composite menguat pada perdagangan Kamis dan membukukan kenaikan selama empat hari berturut-turut. Kenaikan ini menghapus pelemahan yang telah dicetak sepanjang tahun ini. Saham-saham di sektor teknologi memimpin penguatan di Wall Street.
Mengutip CNBC, Jumat (8/5/2020), rebound indeks saham Nasdaq sebagian besar dipimpin oleh kenaikan tajam pada saham teknologi seperti Facebook, Amazon, Apple, Netflix, dan Alphabet. Saham-saham tersebut semuanya naik setidaknya 15,8 persen pada kuartal ini dan positif untuk tahun 2020.
Microsoft, saham teknologi lainnya, telah reli lebih dari 16 persen tahun ini dan untuk kuartal ini.
Baca Juga
Advertisement
“Pandemi Corona membuat kita semu amenjadi semakin tergantung pada produk dan layanan yang disediakan oleh saham-saham tersebut. Mereka mungkin telah menjadi lebih kebal terhadap peraturan pemerintah,” tulis kepala analis Yardeni Research Ed Yardeni.
"Mereka memiliki neraca yang bagus dan menghasilkan banyak arus kas." tambah dia.
Sedangkan indeks acuan Wall Street lainnya yaitu Dow Jones Industrial Average juga ditutup lebih tinggi pada hari Kamis sebesar 211,25 poin atau menguat 0,9 persen ke level 23.875,89. Untuk indeks acuan S&P 500 naik 1,2 persen dan ditutup pada 2.881,19.
Namun, kedua indeks acuan tersebut rata-rata turun lebih dari 10 persen sepanjang 2020.
Ekonomi Mulai Berjalan
Beberapa saham memberikan respons positif dengan dibukanya kembali beberapa aktivitas ekonomi. Beberapa saham yang mulai menghijau adalah Hilton Worldwide dan MGM Resorts. Sahan Hilton naik 1,6 persen lebih tinggi sementara MGM naik 7,3 persen.
Saham Karnaval ditutup naik lebih dari 5 persen sementara Norwegian Cruise Line naik 7,9 persen.
"Pasar ekuitas memberi tahu Anda, sebagai indikator utama, bahwa ada skenario untuk perekonomian yang tidak semenakutkan beberapa hal yang Anda baca di media," kata direktur ekuitas di JMP Securities Tom Wright.
Negara-negara bagian seperti California dan New York telah meluncurkan rencana untuk secara bertahap membuka kembali ekonomi mereka. Negara-negara lain, termasuk Georgia, telah membiarkan beberapa bisnis yang tidak penting melanjutkan operasi.
Advertisement