Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak berbalik arah ke zona negatif pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Pelemahan harga minyak ini karena optimisme pelaku pasar mulai memudar.
Harga minyak sebelumnya atau di awal perdagangan bergerak menghijau karena adanya sentimen positif dari pengurangan produksi beberapa perusahaan di Amerika Serikat (AS). Selain itu, kembali bangkitnya beberapa negara di dunia juga ikut mendorong kenaikan harga minyak.
Mengutip CNBC, Jumat (8/5/2020), harga minyak tak bisa terus bergerak naik dan kemudian terpaksa harus ditutup di zona merah.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) yang menjadi patokan di AS, turun 44 sen atau 1,83 persen menjadi USD 23,55 per barel. Sebelumnya di sesi awal harga minyak WTI telah naik lebih dari 11 persen, mencapai level tertinggi di USD 26,74 per barel.
Sedangkan harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan harga internasional, berakhir 26 sen lebih rendah di level USD 29,46 per barel.
Baca Juga
Advertisement
Analis Again Capital, John Kilduff, mengatakan bahwa tanda-tanda rebound harga minyak mulai terlihat. Permintaan bensin di AS mulai terluhat dan pengurangan produksi minyak dari produsen AS hingga lebih dari 1 juta barel per hari mulai terlihat.
"Dalam hitungan beberapa minggu telah memungkinkan harga minyak pulih," kata John Kilduff kepada CNBC.
"Volatilitas akan tetap tetap terjadi, tetapi ada tanda-tanda peningkatan yang stabil karena yang terpuruk telah selesai," tambah dia.
Produksi minyak AS pada 1 Mei telah turun 200 ribu barel per hari menjadi 11,9 juta barel per hari. Angka ini di turun lebih dari 1 juta barel per hari jika dibandingkan dengan rekor tertinggi produksi pada Maret.
Exxon, Chevron dan ConocoPhillips adalah beberapa perusahaan yang telah memangkas produksi dalam menghadapi harga minyak yang tertekan.
“Baru saja ada produksi AS benar-benar memperlihatkan pengurangan. Ini memang masih sangat tinggi, tetapi sedang menurun dengan cepat, "tambah Kilduff.
Aksi Arab Saudi
Analis energi Mizuho Paul Sankey mencatat bahwa kenaikan harga minyak juga mendapat dorongan setelah Arab Saudi menaikkan harga jual minyak resminya.
"Mereka masih berjuang di pasar melawan melawan Irak dan Iran terutama dalam memasarkan produk mereka di Asia. Tetapi telah mundur dari persaingan pasar AS," tulisnya dalam catatan kepada klien.
Mengingat kenaikan harga minyak WTI hampir 40 persen di bulan ini, beberapa mengatakan reli itu berlebihan, terutama karena penyimpanan di seluruh dunia terus mengalami kenaikan.
"Jadi sebenarnya harga minyak belum keluar dari bayang-bayang penurunan," tambah Kilduff.
Advertisement