PPP Ingatkan Gelombang Kedua Covid-19 karena Pelonggaran Transportasi

Awiek menilai, menilai kebijakan Menteri Perhubungan tersebut membuat pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar menjadi tidak maksimal.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Mei 2020, 11:02 WIB
Wakil Sekjen DPP PPP Bidang Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi Achmad Baidowi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengaku khawatir  munculnya gelombang kedua Covid-19 di Indonesia dengan dibuka kembali transportasi umum yang berlaku Kamis, 7 April 2020.

Menurutnya, deteksi penyebaran virus corona akan makin sulit, sebab kesadaran masyarakat untuk melapor masih rendah. 

"Dengan adanya kelonggaran akses transportasi ini, harus diwaspadai gelombang II penyebaran Covid-19. Jika ini terjadi, maka pemerintah yang paling disalahkan, bukan masyarakatnya," ujar Baidowidalam keterangannya, Jumat (8/5/2020).

Anggota Komisi VI DPR ini menilai, kebijakan Menteri Perhubungan tersebut membuat pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar menjadi tidak maksimal. Gencarnya pemerintah mengimbau masyarakat melakukan jaga jarak juga dinilai sia-sia dengan adanya kebijakan tersebut.

"Dengan kembalinya mobilitas warga dari satu kota ke kota lain membuat himbauan physical distancing maupun social distancing  yang dilakukan selama ini menjadi tak terlalu bermakna," kata pria yang biasa disapa Awiek itu.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Kritik Kebijakan Menhub

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Dia mengkritik Menhub Budi Karya Sumadi yang beretorika tak ada perubahan kebijakan. Awiek mengatakan, jelas substansinya kebijakan tersebut memperbolehkan perjalanan. Menurutnya, Menhub bikin kebingungan di tengah masyarakat.

"Pelaksanaan yang berubah-ubah tersebut membuat masyarakat bingung dan terkesan ketidaktegasan dalam menerapkan sejumlah aturan," kata dia.

Wasekjen PPP itu menilai tidak tepat jika alasan dilonggarkan untuk pebisnis dan pejabat. Seharusnya, kata Awiek, jika hanya untuk pebisnis dan pejabat bisa perjalanannya diterapkan waktu tertentu.

Selain itu tidak tepat jika keringanan diberikan karena akan dilakukan tes kesehatan sebelum berangkat. Awiek mengingatkan pada kasus pertama, virus menyebar dari WNA yang tak terdeteksi di bandara.

"Ini harus menjadi pembelajaran. Terlebih perjalanan darat yang kontrol pemeriksaannya sedikit longgar," pungkas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya