Liputan6.com, Jakarta - Remdesivir menjadi obat pertama dan satu-satunya yang sejauh ini terbukti efektif melawan virus Corona Covid-19 dalam uji coba yang ketat.
Efeknya sederhana tetapi signifikan, dapat memperpendek waktu perawatan pasien Corona Covid-19 di rumah sakit menjadi hanya sekitar empat hari.
Advertisement
Spesialis penyakit menular Amerika Serikat (AS), Anthony Fauci menyebutnya sebagai standar perawatan baru untuk Covid-19.
Namun menurut produsen obat ini, Gilead Sciences, saat ini hanya ada sekitar 200 ribu remdesivir untuk pasien di seluruh dunia. Lantas, siapa yang berhak mendapatkan obat ini?
Pemerintah AS merupakan pihak yang bisa memutuskan ke mana remdesivir akan disalurkan. Mereka pun telah menawarkan beberapa jawaban dan sedikit panduan sejak obat itu diizinkan digunakan pada pasien yang dirawat di rumah sakit sepekan lalu.
Tidak ada rencana komprehensif untuk distribusi remdesivir yang dirilis untuk umum. Tetapi, dokter dan apoteker di garis depan mengatakan kepada CNN, proses untuk mengakses obat tersebut tidak jelas.
"Apakah kita akan mendapatkannya? Ya, tidak? Berapa cepat kita akan mendapatkannya? Setiap hari Anda menunda membawa obat ke rumah sakit tertentu atau artinya masyarakat akan kehilangan nyawa," ujar profesor kedokteran Fakultas Kedokteran San Fransisco Universitas California, Dr Peter Chin-Hong.
Senada, menurut enam dokter dan apoteker juga menyebut, sampai saat ini tampaknya belum ada cara bagaimana mengajukan remdesivir untuk obat pasien Corona Covid-19.
"Jangan hubungi kami, kami akan menghubungi Anda," ucap Chin-Hong mengibaratkan koleganya terkait cara mendapatkan remdesivir.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ada Agensi Salurkan Remdesivir
Terkait cara mendapatkan remdesivir, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS) AS meminta kepada CNN untuk menghubungi Badan Manajemen Darurat Federal (FEMA).
FEMA mengatakan, obat itu akan didistribusikan berdasarkan rencana alokasi yang disetujui oleh Satgas Covid-19 Gedung Putih.
AmerisourceBergen, distributor remdesivir di AS angkat bicara mengenai obat tersebut melalui situs webnya.
"Jika Anda adalah rumah sakit yang diidentifikasi pemerintah AS sebagai penerima sumbangan remdesivir, Anda akan secara proaktif dihubungi oleh perwakilan AmerisourceBergen," tulisnya.
Sumbangan itu mengacu pada 1,5 juta botol remdesivir yang disebut CEO Gilead Sciences, Daniel O'Day disediakan pemerintah AS untuk sekitar 100 ribu dan 200 ribu pengobatan.
Tetapi, O'Day juga mengatakan, perusahaan berencana mendistribusikan sumbangan itu secara global.
"Kami bekerja dengan pihak berwenang di seluruh dunia dan ahli bioetika untuk membantu menginformasikan pendekatan alokasi global kami," ujar juru bicara Gilead, Sonia Choi.
Advertisement
Transpransi dan Potensi Munculnya Perlawanan
Chin-Hong mengatakan, pihaknya telah membahas akses remdesivir dengan dokter di seluruh AS. Dia mengatakan, para dokter cemas karena menilai distribusi remdesivir kurang transparan.
Dokter memahami pasokan obat terbatas dan sumber daya perlu dijatah. Namun, proses pendistribusian penting dijelaskan sehingga para dokter bisa menyampaikan kepada masyarakat.
Analis medis CNN, Arthur Caplan mempelajari masalah ini sebelumnya. "Satu hal yang kita ketahui tentang penjatahan adalah orang-orang akan menerimanya jika mereka memahami alasannya," kata Arthur.
Penjatahan dan distribusi yang tidak transparan dapat menuai perlawanan dan kemarahan dari pasien dan keluarga pasien jika mereka tidak dapat mengakses obat tersebut tanpa tahu alasannya.
Profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Massachusetts, Dr Nicole Theodoropoulos mengatakan, obat itu dijanjikan ke beberapa rumah sakit tanpa kriteria yang jelas.
"Sulit untuk mengetahui apa yang harus diberitahukan kepada pasien ketika tidak ada transparansi tentang prosesnya," ucap Nicole.
Gilead Sciences pun belum menanggapi permintaan konfirmasi dari CNN, meskipun perusahaan telah mengatakan puluhan ribu program remdesivir akan mulai dikirimkan pekan ini.
"Keputusan rumah sakit mana dan jumlah produk yang akan mereka terima ditetapkan pemerintah, AmerisourceBergen menggunakan infrastruktur dan keahlian kami untuk secara efisien menyalurkan produk apa pun yang kami terima dari Gilead agar tetap terjaga sesuai arahan pemerintah," kata AmerisourceBergen, distributor obat remdesivir.
Seorang profesor farmasi klinis di UCSF, Conan MacDougall mengaku telah menyusun daftar tidak resmi rumah sakit yang tidak dijadwalkan menerima obat melalui survei apoteker dan dokter.
Menurutnya, beberapa pusat medis utama mungkin dapat menyediakan remdesivir kepada pasien di bawah program penelitian yang ada, tetapi tidak semua pasien memenuhi syarat untuk itu.
Uji klinis dan yang disebut program akses diperluas, yang telah lama tersedia, memiliki kriteria yang ketat.
Saat Badan Pengawasan Obat dan Makanan AS (FDA) mengeluarkan otorisasi penggunaan darurat remdesivir pekan lalu, ditetapkan langkah bagaimana meningkatkan akses ke obat tersebut.
Harus Berdasarkan Bukti Data
Sementara itu, Cameron Wolfe, seorang profesor kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Duke mengatakan dirinya memahami persediaan yang terbatas. Tetapi, kata dia, perlu didistribusikan ke seluruh wilayah.
"Mungkin hal yang bisa kita sampaikan, kita tidak punya (persediaan) cukup, dan disalurkan ke kota-kota yang paling terdampak. Saya pikir sebagian besar keluarga akan memahami hal itu. Ini adalah hal yang sulit, tetapi saya pikir mereka akan mengerti mengapa," ucap Cameron.
Pada Rabu, 6 Mei 2020, Asosiasi Masyarakat Penyakit Menular dan Pengobatan HIV AS menulis surat bersama kepada Wakil Presiden Mike Pence.
Mereka mendesak pemerintah federal untuk memastikan distribusi remdesivir yang adil dan merata.
Rencana untuk mengalokasikan obat, kata mereka, harus didasarkan pada bukti penyebaran virus.
"Data tentang distribusi remdesivir di bawah (otorisasi penggunaan darurat) harus tersedia untuk umum," jelas asosiasi ini dalam suratnya.
Reporter : Hari Ariyanti
Sumber : Merdeka
Advertisement