Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur menyebutkan, ada sejumlah sektor usaha masih positif di tengah pandemi COVID-19. Sektor usaha itu antara lain sektor kesehatan, pangan, IT, ritel dan pengolahan bahan pangan.
Akan tetapi, sektor usaha lain ada juga yang terpukul. Melihat kondisi itu, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur H.M. Supriyadi menuturkan, ada enam hal yang harus diperhatikan pengusaha saat akan memutuskan langkah strategis demi menyelamatkan usahanya di tengah pandemi virus corona jenis baru (Sars-CoV-2) yang sebabkan COVID-19.
"Banyak bisnis yang terjerembab akibat merebaknya pandemi ini, tetapi ada juga bisnis yang justru diuntungkan dengan kondisi saat ini misalkan bisnis sektor kesehatan, bisnis sektor pangan, sektor IT, ritel dan pengolahan bahan pangan," ujar Supriyadi yang juga Direktur Utama PT. Tata Kreasi Indonesia di Surabaya, seperti dikutip dari Antara, ditulis Senin, (11/5/2020).
Baca Juga
Advertisement
Dia menuturkan, berapa bisnis yang tersungkur akibat COVID-19 ini cukup banyak, mulai dari pariwisata, transportasi, otomotif, properti, manufaktur, pendidikan, jasa keuangan atau bahkan migas. Sedangkan tingkat keterpurukannya juga bermacam-macam, ada yang ringan dan ada juga yang berat.
"Identifikasi kasus harus dilakukan dengan seksama agar tidak salah melangkah," ujar dia.
Ia mengatakan, tidak ada rumus yang pas untuk semua bisnis, tetapi identifikasi dampak pada sektor bisnis, pola antisipasi, mitigasi risiko, dan menjalankan rencana aksi untuk pengelolaan kontinuitas dan menajamkan resiliensi bisnis dapat dipolakan dan dilakukan. Oleh karena itu, ada enam hal yang harus diperhatikan saat melakukan identifikasi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Dampak COVID-19 pada Tempat Kerja
Pertama adalah bagaimana dampak COVID-19 pada tempat kerja. Dalam hal ini, krisis COVID-19 akan menjadi katalis untuk secara fundamental mengubah cara bekerja dan berhubungan. Pengusaha harus mengembangkan implementasi elastis digital workspace secara komprehensif.
Kedua adalah leadership. Menurut dia, dampak langsung terbesar COVID-19 dalam bisnis adalah manusia. Untuk itu, pengusaha perlu fokus pada mengelola tenaga kerja dan peralihan pola kerja baru.
"Sebagai pemimpin, pengusaha harus mendapatkan dan mempertahankan kepercayaan timnya. Merespons kondisi secara proaktif daripada reaktif dan mengantisipasi kebutuhan organisasinya ke depan," ujar dia.
Ketiga adalah dampak COVID-19 terhadap suplai change. Pemenuhan kebutuhan dan barang penuh tantangan, harus lebih cepat, aman dan terjamin. Untuk itu, pengusaha harus mampu mengelola proses alur bisnis sambil menjaga kesehatan tim, pemasok, komunitas serta pelanggan.
Advertisement
Dampak Kepada Pelanggan
Keempat adalah dampaknya terhadap pelanggan. Dalam hal ini, menurut Supriyadi, COVID-19 telah mengubah dan mengharuskan perusahaan bergerak dalam kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Evaluasikan bagaimana layanan pelanggan, contact center dan tingkatkan pengalaman customer," ujar dia.
Kelima adalah dampaknya terhadap transaksi atau revenue. Seberapa besar dampak penurunan penjualan akibat sejumlah kebijakan yang ditetapkan pemerintah demi memutus mata rantai penyebaran pandemi COVID-19. Apakah transaksi 100 persen tidak berjalan ataukah masih bisa berjalan walaupun hanya 30 persen atau 50 persen?.
Dengan menganalisa revenue, kata dia, bisa diprediksi berapa lama ketahanan industri yang bersangkutan, apakah sebulan, dua bulan atau empat bulan. Selanjutnya pelaku usaha bisa melakukan satu keputusan cepat dengan memperhatikan dari banyak aspek, apakah harus memutus hubungan kerja atau PHK karyawan, memotong THR atau menurunkan gaji?.
Di sisi lain, dengan melakukan evaluasi terhadap transaksi, maka pengusaha bisa melakukan manuver atau perubahan konsep penjualan.
"Channel transaksi berubah. Prioritaskan channel digital. Transaksi tanpa tatap muka menjadi suatu keharusan," kata Supriyadi.
Terakhir adalah lingkungan. Menurut dia, COVID-19 telah mengubah segalanya dan sekaligus membawa tantangan perubahan dengan attitude manusia, kebiasaan, perilaku membawa potensidampak signifikan bagi bisnis.
"Andaikan segalanya kembali normal September mendatang. Kita bebas bertemu muka, travelling, logistik mudah didapat. Semua kembali seperti semula. Tapi kebiasaan dan perilaku kita tidak akan sama lagi," ujar dia.
Sebagai pengusaha, kata dia, perlu mengantisipasi perubahan dengan desain bisnis yang mampu berevolusi, berkomunikasi, membangun, beroperasi, dan memberikan layanan terbaik bagi pelanggan. "Persiapkan bisnis untuk perubahan ke depan," kata Supriyadi.