Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talatov mengecam langkah Pemerintah dan DPR RI yang bersikeras merevisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara atau RUU Minerba. Langkah ini berpotensi melahirkan kolonialisme jenis baru dalam sektor minerba Tanah Air.
"Kita khawatir RUU Minerba terlalu dipaksakan, ini akan menjadi pintu kolonialisme model baru. Sebab, sama saja Sumber Daya Alam (SDA) kita dipaksakan untuk dikuasai segelintir pengusaha minerba," tegas Abra kepada Merdeka.com, Senin (11/5).
Abra menjelaskan korelasi antara RUU Minerba dengan kepentingan pengusaha tertuang jelas pada pasal terkait perpanjangan PKP2B. Ia berujar pasal yang mengatur perpanjangan PKP2B memiliki keberpihakan tinggi pada kalangan segelintir taipan tambang.
Seperti pada Pasal 169A dan 169B dalam RUU Minerba pemegang Kontrak Karya (KK) dan PKP2B akan memperoleh perpanjangan menjadi Izin usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tanpa melalui proses lelang. Bahkan, kewenangan perizinan pertambangan kini dipegang pemerintah pusat.
Baca Juga
Advertisement
Maka tak berlebihan apabila RUU Minerba berpotensi melahirkan kolonialisme jenis baru di sektor tambang. Karena dalam penyusunan RUU tersebut, SDA dipaksakan untuk dikuasai kelompok pengusaha dengan jangka waktu yang panjang.
Abra menambahkan, kilatnya proses pengesahan RUU Minerba untuk mengakomodasi kontrak PKP2B yang akan segera berakhir dalam lima tahun mendatang.
Misalnya PT Arutmin Indonesia kontrak berakhir pada 1 November 2020, PT Kaltim Prima Coal kontrak berakhir pada 13 September 2021, PT Multi Harapan Utama kontrak berakhir pada 1 April 2022, PT Adaro Indonesia kontrak berakhir pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung kontrak berakhir pada 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal kontrak berakhir pada 26 April 2025.
"Untuk diketahui, ke enam perusahaan raksasa tersebut menyumbang 70 persen pendapatan negara dari sektor batubara," lanjut Abra.
Fokus Tangani Corona
Menurutnya ditengah pandemi corona atau covid-19 yang kian meluas, pemerintah dan wakil rakyat seyogyanya berfokus pada penanganan dampak covid-19 terhadap kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat.
Sebab, tingkat urgensi pandemi corona jauh lebih penting dibandingkan RUU Minerba yang hanya mengakomodir kepentingan segelintir pengusaha tambang.
Terlebih RUU Minerba masih mendapat penolakan keras dari tararan masyarakat maupun kelompok aktifis lingkungan yang menilai tidak ada manfaat ekonomi yang dirasakan masyarakat. Maka wajar jika publik menilai pembahasan RUU Minerba syarat akan kepentingan.
Advertisement