Banggar Minta Bank Indonesia Punya Terobosan Penuhi Kebutuhan APBN

Banggar DPR mencatat beberapa rekomendasi langkah strategis untuk pemerintah dalam mengatasi tantangan pemenuhan kebutuhan pembiayaan APBN

oleh Athika Rahma diperbarui 11 Mei 2020, 14:30 WIB
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) mencatat beberapa rekomendasi langkah strategis untuk pemerintah dalam mengatasi tantangan pemenuhan kebutuhan pembiayaan APBN dalam masa pandemi ini.

Sebagaimana diketahui, APBN 2020 mengalami perubahan struktur dimana belanja negara meningkat menjadi Rp 2.540,4 triliun sementara pendapatan diproyeksi hanya Rp 1.760,9 triliun.

"Bank Indonesia mencetak uang pada kisaran Rp 400 – 600 triliun untuk mencukupi kebutuhan pembiayaan pemerintah dan LPS serta likuiditas perbankan nasional," kata Ketua Banggar DPR MH Said Abdullah kepada wartawan, Senin (11/5/2020).

Said menilai, Bank Indonesia harus mengambil langkah berani dan memiliki terobosan (breakthrough). Sebab bila mengandalkan kebijakan konvensional, maksimal yang meredam tekanan terhadap pasar keuangan, tetapi tidak mampu menyuplai optimal kebutuhan likuiditas.

Lanjut Said, hasil cetak uang bisa dijadikan alternatif pembiayaan yang dibutuhkan dari global bond. Hasil cetak uang dinilai dapat ditawarkan ke perbankan, pemerintah dan LPS dengan yield yang lebih rendah dari global bond.

"Saya merekomendasikan yield pada kisaran 2-2,5 persen. Melalui kebijakan ini, pemerintah akan memiliki beban bunga yang lebih rendah," lanjutnya.

 


Inflasi Naik

Beberapa pecahan uang baru yang sudah dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang dapat ditukarkan di Blok M, Jakarta, Senin (19/12). Sedangkan uang rupiah logam terdiri atas pecahan Rp 1.000, Rp 500, Rp 200, dan Rp 100. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Meski akan berakibat pada peningkatan inflasi, namun hal itu dapat dimitigasi dengan beragam instrumen pengendalian dari Bank Indonesia seperti BI Rate dan Giro Wajib Minimum (GWM).

Kata Said, langkah tersebut dapat menjadi sharing pain kepada Bank Indonesia dalam situasi krisis seperti sekarang.

"Jadi Bank Indonesia tidak semata mata menikmati untung akibat selisih kurs dan bunga pinjaman. Tetapi sama sama ikut merasakan situasi krisis yang dihadapi oleh segenap rakyat," tutur Said.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya