Liputan6.com, Jakarta - Revisi RUU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) mengharuskan perusahaan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) melaksanakan proses reklamasi setelah tambang. Tak tanggung-tanggung tingkat keberhasilan reklamasi harus mencapai 100 persen.
"Para pemegang IUP operasi produksi atau IUPK operasi produksi sebelumnya, sebelum menciutkan atau mengembalikan IUP atau IUPK nya. Wajib melaksanakan reklamasi pasca tambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100 persen," ujar ketua Panitia Kerja Pembahasan RUU Minerba, Bambang Wuryanto saat menggelar rapat kerja virtual, Senin (11/5/2020).
Advertisement
Bambang menjelaskan, lahirnya aturan kewajiban reklamasi ini dilandasi oleh masukan para pemerhati lingkungan yang menginginkan RUU Minerba ramah terhadap ekosistem alam. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 123A sebagai pasal sisipan antara Pasal 123 dan Pasal 124 dalam draf RUU anyar di sektor tambang.
Untuk memastikan aturan tersebut ditaati, perusahaan tambang yang mempunyai IUP maupun IUPK wajib menempatkan dana jaminan pasca tambang. Jika terdapat perusahaan yang melanggar, maka diserahkan kepada pemerintah terkait mekanisme pengaturan jaminan pasca tambang.
"Jadi, rekan yang bergerak di lingkungan hidup. Saya sampaikan reklamasi (pasca tambang) menjadi tanggung jawab badan usaha yang mengusahakan tersebut, di bawah pengawasan pemerintah tentunya," jelas dia.
Sebelumnya, Ketua Panja Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba), Bambang Wuryanto mendorong pihak anti RUU anyar ini agar tidak menyerang para wakil rakyat melalui pesan berantai di WhatsApp. Sebab, perbuatan tersebut termasuk aksi teror.
"Mohon maaf (aksi protes di WhatsApp), itu teror," singkat Bambang dalam rapat kerja virtual Pengambilan Keputusan RUU Minerba, Senin (11/5/2020).
Dia mengatakan, bagi pihak yang tidak puas dengan rencana pengesahan RUU kontroversial tersebut dapat menempuh jalur judicial review. Sebab, kritik melalui sosial media tidak mengubah ketentuan yang ada serta tidak diakui dalam konstitusi.
Di samping itu, pihaknya membantah jika cepatnya pembahasan RUU Minerba syarat akan kepentingan taipan tambang. Dia menyebut, pembahasan RUU tersebut telah dimulai sejak tahun 2015 atau kepengurusan DPR periode sebelumnya.
Pembahasan Cepat
Terkait proses pembahasan RUU Minerba yang terhitung cepat, diakibatkan oleh ratusan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diberikan pemerintah mayoritas sama. Hal ini sekaligus membantah anggapan jika DPR RI atau pemerintah bersikap sesuka hati dalam proses penyusunan RUU sektor tambang tersebut.
Terlebih proses penyusunan RUU Minerba merupakan kewenangan DPR RI yang wajib didiskusikan bersama pemerintah. Oleh karenanya, Bambang menuding pihak yang kontra dengan proses revisi RUU sektor tambang tersebut tidak memahami mekanisme pembahasan aturan perundang-undangan.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement