Liputan6.com, Washington - Kematian akibat Virus Corona COVID-19 di AS telah melampaui angka 80.000. Hal itu terjadi ketika hampir semua negara bagian di sana telah mengambil langkah-langkah untuk mengendurkan langkah-langkah penguncian.
Kematian akibat Virus Corona jenis baru di Amerika Serikat, negara yang kini jadi pusat pandemi global, memiliki rata-rata 2.000 korban per hari sejak pertengahan April. Meskipun ada upaya untuk memperlambat penyebaran wabah. Demikian seperti mengutip dari laman Channel News Asia, Selasa (12/5/2020).
Advertisement
Jumlah kematian ini lebih tinggi daripada kematian akibat flu musiman pada tahun 1967, dan mewakili lebih banyak kematian AS daripada selama 11 tahun pertama epidemi AIDS, dari 1981 hingga 1992.
Hingga kini, total kasus Virus Corona COVID-19 di Amerika Serikat telah melampaui 1,3 juta dengan infeksi meningkat di negara-negara bagian seperti Mississippi, Minnesota dan Nebraska, menyoroti risiko gelombang baru wabah COVID-19.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:
New York Pusat Pandemi
Angka kasus di New Jersey dan New York di pusat pandemi di Amerika Serikat terhitung hampir setengah dari kematian Amerika dari COVID-19, mengalami penurunan. Diketahui, kedua negara bagian inii memiliki aturan penguncian yang paling ketat.
Dalam sebuah laporan, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat mengatakan jumlah korban Virus Corona Baru di New York mungkin jumlahnya beberapa ribu lebih banyak dari jumlah resmi pemerintah setempat.
Sekitar 24.172 lebih banyak orang meninggal di kota itu antara 11 Maret hingga 2 Mei daripada yang diperkirakan para peneliti pada waktu itu tahun itu, menurut analisis CDC.
Selama periode itu, kota ini mengumumkan 13.831 kematian yang dikonfirmasi akibat COVID-19 dan 5.048 kematian yang mungkin disebabkan oleh virus, dengan total 18.879 kematian terkait dengan virus.
Negara bagian New York telah menjadi wilayah yang paling terpukul oleh wabah di Amerika, dengan lebih dari 26.600 orang dinyatakan meninggal, menurut penghitungan berjalan oleh John Hopkins University.
Advertisement