Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) pada 2021 dikisaran 3,21 hingga 4,17 persen terhadap PDB. Bersamaan dengan itu, rasio utang di kisaran 36,67 sampai 37,97 persen terhadap PDB.
"Besaran pembiayaan defisit di atas 3 persen ini mengacu kepada Perppu Nomor 1/2020, agar proses pemulihan berjalan secara bertahap dan tidak mengalami hard landing yang berpotensi memberikan guncangan bagi perekonomian," ujarnya saat menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro 2021 di DPR, Jakarta, Selasa (12/5).
Sri Mulyani mengatakan, pembiayaan tahun depan akan dilakukan secara terukur dan berhati-hati dengan terus menjaga sumber-sumber pembiayaan yang berkelanjutan (sustainable) agar rasio utang terjaga dalam batas aman.
"Pemerintah terus mendorong peran swasta dalam pembiayaan pembangunan melalui kerangka Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), termasuk mendorong penerbitan instrumen pembiayaan kreatif lainnya," jelasnya.
Baca Juga
Advertisement
Dia menambahkan, kebijakan fiskal menjadi instrumen yang sangat strategis dan vital dalam proses pemulihan ekonomi tahun depan. Kebijakan sisi pembiayaan tahun 2021 diarahkan untuk mendukung countercyclical stabilisasi ekonomi.
Berbagai langkah dilakukan, pertama peningkatan akses pembiayaan bagi UMKM, UMI, dan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kedua, pendalaman pasar, efisiensi cost ofborrowing, dan efektivitas quasi fiskal untuk akselerasi daya saing dan peningkatan ekspor.
"Ketiga, dukungan restrukturisasi BUMN, penguatan BLU dan Sovereign Wealth Fund untuk mendukung pemulihan ekonomi dan akselerasi pembangunan," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Sri Mulyani Tegaskan Pemerintah Tak Ugal-ugalan Tarik Utang
Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menyoroti tentang pengelolaan utang pemerintah pusat yang dinilai kurang efektif. Hal tersebut tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2019.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah melakukan pengelolaan utang secara berhati-hati dan bertanggung jawab. Hasil dari pembiyaan utang juga terlihat pada masifnya pembangunan infrastruktur dan pengurangan kemiskinan sebelum pandemi Virus Corona.
"Mengenai studi yang dilakukan BPK ya kita hormati. Kita terus melakukan pengelolaan utang secara berhati-hati dan bertanggung jawab. Kalau analisis mengenai debt service ya kita hormati saja," ujar Sri Mulyani dalam Video Conference, Jakarta, Jumat (8/5).
"Kan juga ini sebetulnya sama, walau kita melakukan belanja dan tambah utang. Namun kita juga melihat hasilnya, infrastruktur menjadi baik, kemiskinan menurun, sampai terjadinya Covid-19," tambahnya.
Dia melanjutkan, dalam mengelola utang pemerintah juga tidak ugal-ugalan menarik pembiayaan tanpa didasari pertimbangan yang matang. Setiap penarikan utang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat.
"Jadi dalam mengelola keuangan negara kita tidak hanya melihat hanya satu rumus, satu kebutuhan, dan satu tujuan. Selalu saya tekankan bahwa fiskal adalah instrumen, dia bukan tujuan. Namun tidak berarti kita ugal-ugalan," jelasnya.
Advertisement
Perkiraan Utang
Pembiayaan utang sama halnya dengan kondisi saat ini. Di mana pemerintah mengandalkan utang karena penerimaan dari segala sisi tengah melemah. Namun, belanja terus berjalan sehingga harus ada kebijakan penarikan utang.
"Dan kalau dalam situasi sekarang di mana penerimaan turun sangat besar dan juga kebutuhan belanja sangat besar, ya kita instrumen APBN kan namanya instrumen. Kalau kita hanya mengamankan APBN kita sendiri, ya kita mendingan tidak usah belanja. Tapi kan tidak begitu," tandasnya.
Anggun P. Situmorang
Merdeka.com