Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan melakukan reformasi di bidang perpajakan pada 2021. Kebijakan perpajakan 2021 diarahkan antara lain pada pemberian insentif yang lebih tepat, relaksasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
"Kemudian, optimalisasi penerimaan melalui perluasan basis pajak, serta peningkatan pelayanan kepabeanan dan ekstensifikasi barang kena cukai," ujar Sri Mulyani saat menyampaikan kerangka ekonomi makro 2021 kepada DPR, Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Advertisement
Dengan adanya kebutuhan untuk mempercepat pemulihan ekonomi melalui tambahan insentif perpajakan (tax expenditure) dan aktivitas ekonomi yang masih dalam proses pemulihan maka angka rasio perpajakan 2021 diperkirakan dalam kisaran 8,25–8,63 persen terhadap PDB.
Konsistensi dalam melakukan reformasi perpajakan dan pemulihan ekonomi diharapkan mampu meningkatkan rasio perpajakan secara bertahap di masa yang akan datang. Sementara itu, kebijakan PNBP 2021 diarahkan untuk melanjutkan proses reformasi sejalan dengan amanat UU No. 9 Tahun 2019 tentang PNBP.
"Langkah reformasi dilakukan dengan pengelolaan penerimaan sumber daya alam agar memberi manfaat jangka panjang, peningkatan kualitas layanan, dan optimalisasi aset dengan penerapan highest and best use (HBU)," jelas Sri Mulyani.
Namun demikian, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, lemahnya harga komoditas diproyeksikan akan menekan PNBP. Sehingga rasio PNBP di 2021 diperkirakan dalam kisaran 1,60 sampai 2,30 persen terhadap PDB.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
193.151 Badan Usaha Dapatkan Kucuran Insentif Pajak
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tercatat telah menerima permohonan insentif pajak kepada 193.151 badan usaha dari total 215.255 badan usaha.
Adapun sisanya, sebanyak 22.104 wajib pajak, permohonannya ditolak karena klasifikasi lapangan usaha (KLU) tidak memenuhi kriteria dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) Nomor 23 tahun 2020 dan PMK Nomor 44 tahun 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Covid-19.
"Jadi sisanya ditolak itu karena KLU tidak sesuai dengan kriteria PMK atau yang bersangkutan belum menyampaikan SPT Tahunan 2018," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Jumat (8/5/2020).
Lebih rinci, untuk wajib pajak yang mengajukan keringanan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 ada sebanyak 72.869, yang diterima sebanyak 62.875 dan sisanya ditolak. Lalu untuk PPh pasal 22 impor, yang mengajukan tercatat sebanyak 8.613 dan yang disetujui hanya 5.978 wajib pajak.
Lalu, PPh pasal 22 tercatat sebanyak 2.689 wajib pajak telah mengajukan keringanan dan seluruh permohonannya diterima, demikian pula dengan PPh pasal 23 dengan pengajuan sebanyak 1.275 wajib pajak.
"Untuk PPh 25 ada 37.712 yang mengajukan, yang diterima hanya 29.730 dan sisanya ditolak," lanjutnya.
Dan yang terakhir ialah PP 23 untuk UMKM dengan pengajuan sebanyak 92.097 wajib pajak, dengan jumlah yang disetujui ialah sebanyak 90.604 wajib pajak.
Advertisement