Dirut PT CMIT Rahardjo Pratjinho Segera Diadili terkait Kasus Bakamla

Rahardjo ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung 12 Mei 2020 sampai 31 Mei 2020 bertempat di Rutan KPK Cabang K4.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 13 Mei 2020, 07:39 WIB
Dirut PT CMI Teknologi (CMIT) Rahardjo Pratjihno usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (11/5/2020). Rahardjo diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan perangkat transportasi informasi terintegrasi di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun 2016. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan berkas penyidikan Direktur Utama PT CMIT Rahardjo Pratjinho dalam kasus dugaan korupsi proyek Backbone Coastal Surveillance System di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun 2016.

"Hari ini Penyidik KPK melaksanakan tahap 2 (penyerahan tersangka dan barang bukti) kepada tim penuntut umum, untuk tersangka / terdakwa Rahardjo Pratjihno," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (12/5/2020) malam.

Penahanan terhadap Rahardjo kini berada pada kewenangan jaksa penuntut umum pada KPK. Rahardjo ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung 12 Mei 2020 sampai 31 Mei 2020 bertempat di Rutan KPK Cabang K4.

Dengan pelimpahan berkas dan tersangka, penuntut umum pada KPK memiliki waktu 14 hari kerja untuk menyusun surat dakwaan. Berkas dakwaan nantinya akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat untuk disidangkan.

"Selama proses penyidikan, telah dilakukan pemeriksaan sebanyak 59 saksi," kata Ali.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Direktur Utama PT CMIT Rahardjo Pratjinho (RJP) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Backbone Coastal Surveillance Sytem (BCSS) atau perangkat transportasi informasi terintegrasi tahun anggaran 2016 di Bakamla.

Selain Rahardjo, KPK juga menjerat Leni Marlena (LM) selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan, dan Juli Amar Maruf (JAM) selaku Anggota Unit Layanan Pengadaan. Tersangka lain dalam kasus ini yakni Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen. Proses hukum Bambang dilakukan di POM TNI AL.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Pengadaan BCSS

Kasus bermula pada tahun 2016, saat itu terdapat usulan anggaran untuk pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) sebesar Rp 400 miliar yang bersumber pada APBN-P 2016 di Bakamla RI.

Saat itu anggaran pengadaan BCSS belum dapat digunakan, Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla tetap memulai proses lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Kemudian pada 16 Agustus 2016, ULP Bakamla mengumumkan Lelang Pengadaan BCSS dengan pagu anggaran sebesar Rp 400 miliar dan nilai total Hasil Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp 399,8 miliar. Selanjutnya pada 16 September 2016 PT CMI Teknologi ditetapkan selaku pemenang lelang pengadaan BCSS.

Pada awal Oktober 2016 terjadi pemotongan anggaran oleh Kementerian Keuangan.

Meski anggaran yang ditetapkan Kemenkeu untuk pengadaan ini kurang dari nilai HPS, namun ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang. ULP Bakamla melakukan negosiasi dalam bentuk Design Review Meeting (DRM) antara Pihak Bakamla dan PT CMIT terkait dengan pemotongan anggaran untuk pengadaan tersebut.

Negosiasi yang dilakukan adalah negosiasi biaya untuk menyesuaikan antara nilai pengadaan dengan nilai anggaran yang disetujui atau ditetapkan oleh Kementerian Keuangan serta negosiasi waktu pelaksanaan.

Hasil negosiasi yaitu harga pengadaan BCSS menjadi sebesar Rp 170,57 miliar dan waktu pelaksanaan dari 80 hari kalender menjadi 75 hari kalender.

Pada 18 Oktober 2016, kontrak pengadaan ditandatangani Bambang Udoyo selaku PPK dan Rahardjo Pratjihno selaku Dirut PT CMIT dengan nilai kontrak Rp 170,57 miliar termasuk PPN. Kontrak tersebut anggarannya bersumber dari APBN-P TA 2016 dan berbentuk pembayaran yang dilakukan sekaligus dalam satu waktu.

Menurut KPK, para tersangka diduga menggelembungkan harga yang menyebabkannya kerugian keuangan negara sekitar Rp 54 miliar. Modusnya mark up atau meninggikan harga.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya