Operasi Plastik di Jepang Tetap Diminati Selama Masa Pandemi, Amankah?

Beberapa pasien melihat pandemi jadi waktu yang tepat karena masker wajah akan menutupi pembengkakan setelah operasi.

oleh Putu Elmira diperbarui 13 Mei 2020, 15:01 WIB
Ilustrasi operasi plastik (Unsplash/Ani Kolleshi)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi corona Covid-19 berimbas pada banyak kegiatan masyarakat, termasuk harus belajar, bekerja, dan beribadah di rumah. Namun, pada masa krisis ini, tak sedikit orang di Jepang yang malah memutuskan untuk operasi plastik.

Dilansir dari Kyodo News, Rabu (13/5/2020), hal ini telah mengkhawatirkan banyak profesional medis yang meminta orang untuk menahan diri dari perawatan tak penting. Upaya tersebut dilakukan untuk mencegah penyebaran virus karena jumlah aplikasi bedah kosmetik di Jepang baru-baru ini meningkat.

Tapi, permintaan yang ada tak menunjukkan tanda-tanda penurunan. Sebagian besar disebabkan penggunaan masker wajah yang lazim untuk mencegah infeksi, sekaligus dapat digunakan untuk menyembunyikan potensi pembengkakan pascaoperasi.

"Ada banyak orang yang menginginkan operasi mata atau pengangkatan wajah. Beberapa orang tua dan anak-anak berkumpul mendapatkan operasi double eyelid," kata seorang perawat perempuan yang bekerja di sebuah klinik besar.

Klinik ini cenderung menerima lebih banyak reservasi sejak akhir Januari, ketika universitas istirahat selama dua bulan pada akhir tahun akademik. "Ada lebih banyak pemesanan daripada biasanya tahun ini," kata perawat berusia 23 tahun itu.

Sementara fasilitas medis nasional menghadapi kekurangan pasokan karena pandemi, klinik berjuang mengamankan bahan-bahan, seperti kasa steril dan disinfektan.

Perawat tersebut mengatakan, telah mengurangi jumlah kain kasa yang digunakan dalam operasi dari 10 jadi antara dua--lima. Kadang-kadang memotong sepotong kain kasa jadi dua karena kurangnya persediaan.

"Kita tidak bisa dikatakan dalam kondisi sempurna (dari sudut pandang higienis)," ungkapnya.


Kondisi Kini

Ilustrasi operasi plastik (Unsplash/Piron Guillaume)

Seorang perawat perempuan berusia 29 tahun berhenti dari pekerjaannya di sebuah klinik di Tokyo pada akhir April dengan alasan cemas akan potensi infeksi dan ketidakpercayaan terhadap manajemennya.

Meski di laman resmi klinik tersebut mengatakan bahwa pihaknya memastikan keselamatan pasien dengan mendisinfeksi fasilitas, mereka nyatanya kekurangan disinfektan dan tidak mensterilkannya dengan baik, baru-baru ini.

Ia melanjutkan, karyawan di klinik tersebut dipotong gajinya lebih dari 10 ribu yen atau setara lebih dari Rp1,4 juta untuk hari libur, sehingga menyulitkan pekerja yang demam untuk tinggal di rumah.

Menurut perawat, klinik ditutup ketika seorang anggota staf ditemukan positif virus corona baru, tetapi dibuka kembali beberapa hari setelahnya tanpa mengumumkan infeksi.

"Saya malu bekerja di tempat yang mungkin menyebarkan virus," katanya. "Mereka seharusnya menghentikan sementara agar orang tidak datang,"

Japan Association of Aesthetic Medicine dan Japan Society of Aesthetic Plastic Surgery menyatakan di situs mereka bahwa perawatan kosmetik bukan hal penting bagi banyak orang.

"Para profesional perawatan kesehatan harus bekerja untuk mengamankan sumber daya medis, serta mencegah penyebaran virus lebih lanjut. Harap jangan melakukan operasi pada saat ini," kata Hiroyuki Ojimi, presiden Japan Association of Aesthetic Medicine (JSAPS).


Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya