Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan jajaran kementerian terkait untuk mengungkap penyebab tingginya harga gula pasir dan bawang merah. Kenaikan harga kedua komoditas tersebut memunculkan dugaan ada permainan harga yang menguntungkan segelintir pihak.
Ini diungkapkan Presiden rapat terbatas melalui telekonferensi video mengenai Antisipasi Kebutuhan Pokok dari Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (13/5/2020).
Advertisement
"Saya ingin ini dilihat masalahnya di mana, apakah masalah distribusi, atau stoknya kurang, atau ada yang sengaja permainkan harga untuk sebuah keuntungan yang besar," kata dia seperti melansir Antara.
Jokowi mengatakan di pandemi penularan virus Corona atau COVID-19 ini, masyarakat sedang mengalami penurunan daya beli. Maka dari itu, untuk mengurangi beban masyarakat, seluruh harga bahan pokok harus terkendali dan terjangkau.
Untuk bawang merah, Presiden mencatat harga di pasaran mencapai Rp 52 ribu per kilogram. Padahal seharusnya harga bawang merah bisa ditekan hingga Rp 32 ribu per kilogram.
Sedangkan, harga gula pasir belum menunjukkan penurunan signifikan, padahal Presiden sudah memerintahkan beberapa kali untuk pengadaan stok dan operasi pasar.
Di pasaran saat ini, harga gula pasir Rp 17.500 per kilogram, atau jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 12.500 per kilogram.
"Gula pasir sampai saat ini, saya terus kejar, harga masih Rp 17.000-17.500 per kilogram padahal HET harusnya di Rp12.500 per kilogram," ujarnya.
Pedagang Pasar Sebut Harga Bawang Merah Naik Terkait Koordinasi yang Kurang
Memasuki pertengahan bulan Ramadan harga bawang merah melonjak. Harga bumbu dapur favorit tersebut dibanderol berkisar Rp 50.000-Rp 60.000 per kilogram (kg), di sejumlah pasar tradisional ibu kota Jakarta.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengakui jika kenaikan harga bawang merah merata di seluruh pasar tradisional ibu kota.
"Bawang merah masih terus tinggi sekarang sudah dijual berkisar Rp 50.000 sampai Rp 60.000. Itu rata di Jakarta," kata Abdullah kepada Merdeka.com, Jumat (8/5/2020).
Dia mengatakan, lonjakan bawang merah disebabkan koordinasi yang lemah antar lembaga kementerian terkait di tubuh pemerintah.
Sebab, kenaikan harga bawang seharusnya dapat diantisipasi mengingat sejumlah sentra wilayah penghasil bawang mengalami penurunan produksi.
Selain itu, pemerintah juga kurang memperhatikan pendataan distribusi bawang merah. Imbasnya sejumlah daerah ada yang mengalami surplus dan minus akan bumbu dapur favorit tersebut.
"Andai saja koordinasi tersebut dilakukan minimal tiga bulan sebelum Ramadan, harga tentu dapat di tekan. Sebab, saat bulan puasa kebutuhan masyarakat akan bahan pangan semakin meningkat," jelas dia.
Sementara itu, Menurut Rokhmat seorang pedagang bawang merah di pasar tradisional Jatinegara, kenaikan bawang merah disebabkan oleh berkurangnya pasokan dari wilayah sentra bawang seperti Brebes dan daerah lainnya di provinsi Jawa Tengah.
Bahkan, lonjakan harga bawang merah menyebabkan turunnya pendapatan usaha, setelah mayoritas konsumen mengurangi jumlah pembelian bawang merah.
"Paling tinggi bawang merah sekarang udah Rp54.000 per kilogram. Pendapatan pasti turun, kan yang beli kan pada berkurang," keluh Rokhmat.
Dia pun berharap pemerintah serta dinas terkait segera mencari solusi untuk menekan harga jual bawang merah yang kian meroket. Imbasnya daya beli masyarakat akan bawang merah kembali meningkat sehingga aktivitas penjualan bumbu dapur favorit tersebut kembali normal.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Baca Juga
Advertisement