Liputan6.com, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan jumlah kasus positif Corona Covid-19 bakal melonjak pekan depan. Hal tersebut disebabkan pemeriksaan Covid-19 yang semakin masif dilakukan.
Saat ini, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 berupaya meningkatkan kapasitas pemeriksaan, sehingga diharapkan bisa mencapai 40.000 per hari.
Advertisement
"Secara teknis harus begitu supaya bisa mempercepat penyelesaian Covid-19 ini, memang jumlah testing harus dinaikkan," ujar Plt Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Dody Ruswandi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR, Selasa (12/5/2020).
Dody menyebut, bila pemeriksaan bisa mencapai 40.000 per hari, diharapkan bisa mewakili daerah-daerah yang dianggap merah.
Dody mengatakan, begitu kapasitas pemeriksaan ditingkatkan, diharapkan kurva Covid-19 bisa mencapai puncak di awal Juni 2020 dan kemudian terus menurun.
Untuk itu, Dody berharap masyarakat berpartisipasi mengikuti tes Covid-19 ini.
"Tergantung partisipasi masyarakat, kalau semua sama-sama ikut testing, mudah-mudahan kurva puncak kita di awal Juni. Kalau puncak di sana, kita harus siap kapasitas rumah sakit. Kalau testing selesai, puncaknya bisa tercapai, mudah-mudahan melandai ke bawah," kata Dody.
Di satu sisi, pemerintah juga berupaya menekan angka kematian akibat Covid-19 ini.
"Yang kita jaga (ditekan supaya tidak naik) justru kasus meninggal. Secara statistik, kasus meninggal itu 6 sampai 7 persen yang kritis dari jumlah positif Covid-19," tambahnya.
Di Jakarta sendiri, kata dia, di 12 rumah sakit rujukan Covid-19, sudah mulai terkendali. Pasien Corona yang sembuh juga terus bertambah.
"Sekarang, di daerah-daerah kemampuan tes spesimen akan ditingkatkan. Kapasiitas rumah sakit di daerah juga ditingkatkan," ujar dia.
Adapun peningkatan laboratorium untuk uji spesimen sudah ada 57 laboratorium dengan metode real time PCR. Uji spesimen juga dengan metode tes cepat molekuler (TCM).
Sementara Jawa Barat, sudah lebih dulu melakukan tes PCR secara masif. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebut, tes masif ini dilakukan dengan meniru model Korea Selatan.
"Korea Selatan itu penduduknya sama kayak Jawa Barat 50 juta. Mereka mengetesnya itu 0,6 persen dari jumlah penduduk alias 300 ribu. Nah, Jawa Barat sekarang baru 150 ribu kurang setengahnya lagi untuk melakukan teori seperti di Korea Selatan di mana dengan 300 ribu tes kita bisa memetakan lokal infeksi," ujar dia.
Menurut Plt Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Dody Ruswandi, untuk mengantisipasi lonjakan kasus Corona itu, saat ini BNPB dengan Kementerian PUPR pun tengah meningkatkan berbagai fasilitas rumah sakit darurat, seperti melakukan renovasi, menyiapkan rumah sakit darurat dari gedung atau hotel yang tidak dipakai.
Persiapan Rumah Sakit
Ketua Kompartemen Public Relations Pengurus Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Anjari Umarjiyanto, mengatakan, rumah sakit sudah sangat siap menghadapi lonjakan kasus Corona.
Kesiapan rumah sakit anggota PERSI menghadapi kemungkinan lonjakan Covid-19 itu tak lepas dari beberapa faktor, di antaranya penurunan jumlah pasien non-Covid-19 dan kesembuhan pasien akibat infeksi virus corona baru.
Sejak adanya kasus virus Corona, kata dia, terjadi penurunan pasien non-Covid-19 di rumah sakit. Hal ini membuat petugas kesehatan maupun fasilitas kesehatan dialihkan untuk menangani pasien Covid-19.
Lalu, menilik data beberapa hari terakhir, terjadi penurunan jumlah pasien Covid-19 karena banyak yang sudah sembuh di beberapa wilayah.
"Artinya, andaikata prediksi itu benar, kesiapan kita (rumah sakit) beserta fasilitas lain relatif siap," kata Anjari kepada Liputa6.com, Rabu (13/5/2020) siang.
Bila lonjakan pasien terjadi seperti yang diprediksi BNPB, pengurus pusat PERSI bakal memonitor kondisi yang ada. Lalu, langkah berikutnya adalah melakukan pemetaan di rumah sakit mana saja dan di daerah mana saja yang terjadi lonjakan berdasarkan informasi dari pengurus PERSI di daerah.
"Kalau ada lonjakan, lihat data saja. Kasus ini kan naik turun, kemarin sempat turun, masih fluktuatif," kata Anjari.
Terkait alat pelindung diri (APD) yang beberapa waktu lalu sempat langka, juga jadi perhatian PERSI.
Bila ada kekurangan APD, PERSI akan mengatasinya dengan menggalang bantuan lalu menyalurkan ke rumah sakit yang membutuhkan. Dengan demikian, diharapkan bila terjadi lonjakan pasien Covid-19, tenaga kesehatan dan tim non-medis tetap terlindungi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Wajib Patuhi Anjuran Pemerintah
Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Soebandrio mengatakan, jika lonjakan kasus Corona ini karena adanya tes masif yang dilakukan pemerintah, maka hal ini justru semakin baik. Sehingga setiap orang yang terdeteksi Corona bisa melakukan isolasi mandiri.
"Jadi itu meningkatkan pengendalian. Sehingga akan mempercepat penanganannya," ujar Amin kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu, (13/5/2020).
Namun, kata Amin lonjakan kasus positif Corona bukan hanya adanya tes masif yang dilakukan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, tapi dapat pula karena mobilitas orang lebih tinggi menjelang lebaran.
"Lihat saja, orang tidak diperbolehkan mudik tapi tetap memaksa mudik. Mendekati lebaran mungkin akan banyak orang yang memaksa diri dan mungkin akan terjadi lonjakan," kata Amin.
Jika melonjaknya kasus Corona akibat banyaknya orang yang bepergian dan tidak membatasi diri dengan tidak menggunakan masker, berkerumun, maka justru akan memperlambat penanganan Corona.
Amin menduga, kenaikan jumlah kasus Corona tidak akan sampai 100.000 orang, jika didasarkan pada pergerakan masyarakat.
"Artinya kenaikan ada tapi kalau disebabkan karena masih banyak orang yang bergerak itu memang mungkin kenaikan jumlahnya lebih tinggi dari sebelum-sebelumnya. Saya lihat nggak akan sampai 100 ribu, nggak juga. Sekarang saja sudah naik terus. Paling naik tidak sampai 20 ribu," ujar dia.
Agar pandemi ini segera berakhir, Amin berharap masyarakat benar-benar mematuhi anjuran pemerintah untuk menjaga jarak, membatasi perjalanan, mengenakan masker dan sering mencuci tangan.
"Kita sebaiknya tidak hanya mengandalkan pemerintah. Justru keberhasilan pengendalian ini ada di masyarakat. Kalau dari pemerintah tugas utamanya adalah mendeteksi secara cepat, secara dini mereka yang membawa virus sehingga langsung dilakukan karantina," tandas Amin.
Dr Nuning Nuraini, peneliti matematika epidemiologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan, PNPB seharusnya memberikan priortias tes Corona masif pada daerah yang temuan kasus Covid-19 nya masih rendah.
Nuning mengatakan, rapid test di daerah memiliki fungsi yang berbeda dari Jakarta. Jika di Jakarta, tes masif dilakukan untuk melihat profil penyebarannya. Sementara di daerah, kata dia, tes massal ini dilakukan untuk mencari trasing dari klaster yang terbentuk.
"Sehingga kalau datanya tepat maka penyebaran di daerah bisa ditekan," kata Nuning kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (13/5/2020).
Nuning berharap, pemerintah memperketat PSBB terutama di daerah agar pandemi Covid-19 ini segera selesai. Dia melihat di daerah penerapan PSBB itu kurang ditaati oleh masyarakat.
"Apalagi di pinggiran, artinya bahwa kerumunan tidak bisa dihindari, apalagi kalau ada OTG (orang tanpa gejala)," kata dia.
Jika lonjakan kasus Covid-19 ini terjadi maka akibatnya ada di tenaga kesehatan dan rumah sakit. "Kalau RS di daerah tidak siap, bisa jadi konsekuensinya kasus itu akan berat," tandas Nuning.
Sama dengan Eijkman, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, Defriman Djafr juga berpendapat bahwa peningkatan kasus Corona ini akibat mobilisasi masyarakat jelang Lebaran. Dia mengatakan, peningkatan kasus Corona ini sudah diprediksi sejak awal.
"Contact rate bertambah, warning ini sudah disampaikan ke kepala daerah, meskipun ada yang memprediksi di Juni atau Juli, kalau kami sudah pertimbangkan itu, puncaknya pas masa mau lebaran," kata Defriman kepada Liputan6.com.
Ditambah lagi, kata dia, saat ini pemeritah akan melonggarkan mobilisasi masyarakat dengan moda transportasi yang boleh kembali berjalan.
"Jadi siap-siap saja, misal kita lihat peningkatan kasus signifikan secara nasional, tak hanya provinsi dan kabupaten, karena orang sudah mulai bosan, ditambah keran dibuka seperti ini ya akan terjadi kucing-kucingan," kata dia.
Defriman mengatakan, pelonggaran mobilitas bisa saja terjadi asal masyarakat disiplin dengan menjaga jarak aman, dan menggunakan masker.
"Covid-19 ini disebut dengan ancaman gelombang yang akan terus ada sebelum vaksin belum ketemu, dan apa bentengnya? Kalau kamu enggak mau berperang ya itu (harus) disiplin," kata dia.
Advertisement
Persiapan Daerah Hadapi Lonjakan Kasus Covid-19
Untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19, sejumlah pemerintah daerah kini tengah membut rumah sakit darurat.
Misalnya saja di Jawa Timur, pemerintah provinsi kini tengah menyiapkan rumah sakit darurat di Puslitbang Humaniora di Jalan Indrapura Surabaya dan rumah sakit infeksi di Airlangga. Namun kedua tempat ini didedikasikan hanya untuk pasien dengan gejala ringan dan sedang.
"Jadi kalau untuk layanan bagi pasien kategori dia konfirmasi positif Covid-19, tetapi bahwa tanda-tanda klinisnya ringan sampai sedang, atau tanda-tanda klinisnya berat," kata Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin malam, 4 Mei 2020.
Mantan Mensos tersebut menuturkan, bagi pasien COVID-19 dengan gejala berat sebaiknya dibawa ke rumah sakit rujukan di RS. Dr Soetomo dan RS. Saiful Anwar Malang. Karena kedua tempat tersebut mempunyai peralatan lengkap disertai dokter dengan beragam spesialis.
"Yang berat itu biasanya ada ikutannya ada bawaannya, jadi komorbid gitu," ucap Khofifah.
Seiring bertambahnya pasien COVID-19, Pemprov Jatim terus berupaya menyiapkan langkah antisipasi jika rumah sakit darurat tidak mampu menampung penderita penyakit akibat virus corona. Yakni mendirikan rumah sakit darurat berbasis tenda berstandar WHO.
"Beberapa kelengkapan-kelengkapan juga sudah dikonfirmasi kepada kami, jikalau memang akan membutuhkan tambahan rumah sakit darurat. Maka dari gugus tugas pusat akan menyiapkan, kami sudah berkirim surat," ujar Khofifah.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pun menyiapkan infrastruktur kesehatan mengantisipasi lonjakan kasus virus corona. Misalnya, dengan mendorong percepatan rumah sakit baru, hingga mengalihfungsikan bangunan sebagai rumah sakit darurat.
"Ini kesiapan Jateng ketika grafik Covid-19 naik terus, jika rumah sakit tidak cukup, maka rumah sakit baru akan kita lakukan percepatan. Kalau tidak ada rusunawa bisa kita gunakan, kita juga bisa pakai asrama haji, hotel, diklat-diklat yang banyak kamarnya, stadion dan tenda juga bisa digunakan," kata Ganjar di Semarang, Jumat 10 April 2020.
Percepatan infrastruktur kesehatan ini, kata dia, sudah diikuti daerah lain, seperti yang sudah dilakukan Kabupaten Boyolali, Pemkot Surakarta serta Pemkab Brebes.
Di Boyolali rumah sakit darurat (RSD) tersebut telah direnovasi sedemikian rupa sehingga memiliki 18 ruang rawat inap, masing-masing berisi dua tempat tidur, ruang instalasi gawat darurat (IGD), radiologi dan isolasi.