Iuran BPJS Kesehatan Seharusnya Tak Naik di Tengah Pandemi Corona

BPJS Kesehatan seharusnya bisa menutup beban tahun ini dengan iuran lama bahkan bisa memperoleh surplus.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Mei 2020, 15:10 WIB
Petugas melayani peserta di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merilis Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Perpres ini pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II. Sementara itu, untuk kelas III baru akan naik pada 2021.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, seharusnya iuran BPJS Kesehatan tak perlu naik apalagi di masa pandemi Virus Corona saat ini. Menurutnya, BPJS seharusnya bisa menutup beban tahun ini dengan iuran lama bahkan bisa memperoleh surplus.

"Saya kira masih banyak cara mengatasi defisit, bukan dengan menaikkan iuran apalagi di tengah resesi ekonomi saat ini. Presiden harus melakukan evaluasi kepada seluruh anak buahnya yang terkait JKN, terutama evaluasi kinerja Direksi BPJS Kesehatan," ujarnya kepada Merdeka.com, Jakarta, Rabu (13/5/2020).

Dalam perhitungannya, BPJS kesehatan tahun ini bisa surplus apabila disiplin dalam melakukan berbagai tindakan antisipasi pembengkakan tagihan. Dari sisi beban biaya, tahun lalu beban biaya mencapai Rp 108 triliun.

"Kalau pun naik 10 persen di 2020 maka beban biaya jadi Rp118,8 Triliun. Ditambah utang BPJS ke rumah sakit-rumah sakit di 2019 yaitu Rp15 Triliun. Jadi total Rp133,3 Triliun. Ini ditambah biaya operasional BPJS Kesehatan sekitar Rp5 Triliun," jelasnya.

Dari analisa biaya tersebut, dia melanjutkan, seharusnya BPJS Kesehatan bisa surplus di 2020 sebesar Rp1,7 Triliun. Itu pun surplus bisa lebih besar bila BPJS mau serius mengawasi fraud di rumah sakit dan mengawasi puskesmas serta klinik yang suka merujuk pasien ke rumah sakit sehingga biaya muncul di rumah sakit.

"Belum lagi kalau BPJS mampu menagih utang iuran dari peserta yg satu bulan nilainya Rp3,4 Triliun. Bila Pemerintah menerapkan PP 86 tahun 2013 tentang sanksi tidak dapat layanan publik maka utang iuran bisa didapat lebih besar sehingga menjadi pendapatan riil BPJS Kesehatan," paparnya.

Timboel melanjutkan, langkah lain yang harus diambil adalah melakukan cleansing data PBI (Penerima Bantuan Iuran). Sebab, selama ini banyak kerancuan kepesertaan yang membuat peserta di kelas 1 dan 2 banyak yang masuk ke kelas 3 agar mendapat iuran yang lebih murah.

"Bila memang penghuni kelas 3 mandiri miskin ya masukkan saja ke PBI, sementara yang mampu, bayar sendiri tanpa subsidi. Saya kira UU SJSN dan UU BPJS tidak boleh dilanggar oleh Pepres Nomor 64 ini. Kalau Pemerintah mau seperti Perpres 64 ini ya lakukan saja Perppu terhadap UU SJSN dan UU BPJS untuk memuluskan Perpres 64 tersebut," tandasnya.

Reporter : Anggun P. Situmorang

Sumber :  Merdeka.com


Iuran BPJS Kesehatan Naik Mulai 1 Juli 2020

Petugas melayani peserta di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan setelah mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya,Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) untuk kelas I dan II. Kenaikan iuran tersebut mulai berlaku pada 1 Juli 2020.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Merujuk pada Pasal 34 Perpres tersebut, seperti dikutip Rabu (13/5/2020), kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada tahun ini hanya berlaku untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) serta Bukan Pekerja (BP) kelas I dan II.

"Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I yaitu sebesar Rp 150.000,00 per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama peserta," demikian bunyi Pasal 34 ayat 3 Perpres Nomor 64/2020.

"Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II yaitu sebesar Rp 100.000,00 per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama peserta," demikian bunyi Pasal 34 Perpres Nomor 64/2020," tulis Pasal 34 ayat 2.

Sementara untuk peserta BPJS kesehatan PBPU dan BP kelas III besaran iurannya baru akan naik pada 2021 mendatang.

"Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp 25.500,00, tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35.000,00."

Sedangkan untuk Januari, Februari dan Maret 2020, iuran bagi peserta PBPU dan BP yakni sebesar:

A. Rp 42.000,00 per orang per bulan dengan manfaat pelauanan di ruang perawatan kelas IIIB. Rp 100.000,00 per orang per bulan dengan manfaat pelauanan di ruang perawatan kelas IIC. Rp 160.000,00 per orang per bulan dengan manfaat pelauanan di ruang perawatan kelas I

Untuk April, Mei, dan Juni 2020, iuran bagi peserta PBPU dan BP sebesar:

A. Rp 25.500,00 per orang per bulan dengan manfaat pelauanan di ruang perawatan kelas IIIB. Rp 51.000,00 per orang per bulan dengan manfaat pelauanan di ruang perawatan kelas IIC. Rp 80.000,00 per orang per bulan dengan manfaat pelauanan di ruang perawatan kelas I

"Dalam hal Iuran yang telah dibayarkan oleh Peserta PBPU dan Peserta BP melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8), BPJS Kesehatan memperhitungkan kelebihan pembayaran Iuran dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya," demikian tulis Pasal 34 ayat 9.

 
 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya