Alasan Buruh Gugat Surat Edaran Menaker Soal THR ke Mahkamah Agung

KSPI meminta pengusaha di seluruh Indonesia untuk membayar THR buruhnya, baik yang masih bekerja maupun dirumahkan secara penuh paling lambat H-7.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Mei 2020, 15:50 WIB
Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menggelar aksi di Balaikota, Jakarta, Kamis (25/11). Dalam aksinya para buruh menuntut pencabutan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal berencana mengajukan gugatan terhadap Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan yang mengatur soal Tunjangan Hari Raya (THR) Tahun 2020. Gugatan ini akan diajukan ke PTUN Jakarta dan Mahkamah Agung pada Jumat 15 Mei 2020.

"Gugatan ini secara resmi akan kami ajukan ke PTUN Jakarta dan Mahkamah Agung. Karena bertentangan dengan PP No 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, yang mewajibkan pengusaha membayar THR selambat-lambatnya H-7 lebaran. Bila terlambat membayar maka akan dikenai denda sebesar 5 persen," kata Said Iqbal melalui siaran pers, Rabu (13/5/2020).

Menurutnya, SE Menaker tentang kelonggaran aturan pemberian THR berpotensi membuka ruang praktek kotor oleh oknum perusahaan yang tidak menghendaki pemberian uang THR secara penuh di tengah pandemi Corona. Terlebih perusahaan tidak mempublikasikan hasil audit yang menunjukkan rugi atau tidaknya di tengah pandemi ini.

Adapun di dalam gugatan yang dilayangkan kubu KSPI, yakni;

Pertama, meminta PTUN dan MA membatalkan Surat Edaran Menaker nomor M/6/HI.00.01/V/2020 dinyatakan tidak berlaku.

Kedua, meminta PTUN dan MA menyatakan PP 78/2015 adalah sebagai dasar penetapan dan pembayaran THR bagi buruh di seluruh Indonesia.

Ketiga, menolak pembayaran THR dilakukan dengan cara mencicil dan menunda.

Keempat, meminta PTUN dan MA untuk memerintahkan Menaker memberikan sanksi administrasi dengan mencabut izin bagi perusahaan yang tidak membayar THR pada H-7 atau tidak membayar THR 100 persen bagi pekerja.

Kelima, meminta pengusaha di seluruh Indonesia untuk membayar THR buruhnya. Baik yang masih bekerja maupun dirumahkan secara penuh paling lambat H-7.

Menyikapi hal itu, KSPI akan mendidikan Posko PHK dan THR di 30 provinsi. Antara lain, di Jawa Barat, Jakarta, Banten, Yogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, NTB, Maluku, dan lain sebagainya.

"Bilamana dari laporan yang diterima Posko tadi ada banyak perusahaan yang melakukan PHK dan membayar THR sesuai dengan surat edaran, setelah lebaran KSPI akan melakukan gugatan perdata secara massal kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Kami juga akan menuntut mereka membayar THR secara penuh dan plus denda 5 persen," tegasnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com 


Pengusaha Boleh Cicil Bayar THR

Menaker Ida Fauziah.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Dalam SE THR tersebut disebutkan, jika perusahaan tidak mampu membayar THR pada waktu yang ditentukan, solusi atas persoalan tersebut hendaknya diperoleh melalui dialog antara pengusaha dan pekerja atau buruh.

“Ada banyak pertanyaan, bagaimana kalau kondisi pengusaha tidak mampu membayar? Maka solusi atas permasalahan tersebut harus didialogkan secara terbuka antara pengusaha dengan pekerja," kata dia dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (10/5/2020).

"Pengusaha harus membuka secara transparan kondisi keuangannya berdasarkan laporan keuangan internal perusahaan. Segera dialogkan secara bipartit,” lanjutnya.

Dengan adanya dialog, pengusaha dan pekerja bisa mencari jalan bersama untuk mengatasi pembayaran THR. Dalam dialog tersebut bisa dibahas mengenai apakah pembayaran THR akan dilakukan secara bertahap, atau apakah pembayaran THR akan ditunda, dan bagaimana cara pembayaran THR.

Di dalam SE disebutkan dialog antara pengusaha dan pekerja dapat menyepakati beberapa hal antara lain bila perusahaan tidak mampu membayar THR secara penuh pada waktu yang ditentukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan maka pembayaran THR dapat dilakukan bertahap.

Kemudian bila perusahaan tidak mampu membayar THR sama sekali pada waktu yang ditentukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan maka pembayaran THR dapat dilakukan penundaan sampai jangka waktu tertentu yang disepakati. Demikian juga waktu dan cara pengenaan denda keterlambatan pembayaran THR.

“Kesepakatan antara pengusaha dan pekerja atau buruh tersebut harus dilaporkan oleh perusahaan kepada Dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan setempat,” kata Ida.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya