6 Hal Terkait Kembali Naiknya Iuran BPJS Kesehatan

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini berlaku bagi peserta mandiri Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).

oleh Devira Prastiwi diperbarui 13 Mei 2020, 18:42 WIB
Proses administrasi BPJS Kesehatan untuk kategori peserta mandiri membutuhkan banyak waktu karena banyak hal teknis yang harus dilengkapi

Liputan6.com, Jakarta - Iuran BPJS Kesehatan kembali naik. Hal ini disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Perpres itu diteken Jokowi pada 5 Mei 2020. Kenaikan iuran berlaku bagi peserta mandiri Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).

Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan, pemerintah telah menerbitkan kebijakan baru yang mengatur besaran iuran JKN-KIS yang baru. Langkah ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjalankan putusan Mahkamah Agung.

"Perpres yang baru ini juga telah memenuhi aspirasi masyarakat seperti yang disampaikan wakil-wakil rakyat di DPR RI, khususnya dari para Anggota Komisi IX, untuk memberikan bantuan iuran bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)/mandiri dan Bukan Pekerja kelas III," ujar Iqbal kepada merdeka.com, Jakarta, Rabu (13/5/2020).

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini pun menuai pro kontra, lantaran kita tengah menghadapi pandemi Corona Covid-19.

Bahkan, Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) memohon kepada pemerintah untuk menunda kenaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah masa pandemi virus Corona Covid-19.

Berikut 6 hal terkait kembali naiknya iuran BPJS Kesehatan yang disahkan Presiden Jokowi dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sempat Dibatalkan MA

Gedung Mahkamah Agung di Jakarta. (Liputan6.com)

Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada Maret 2020.

Lembaga peradilan tertinggi itu mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir.

Dalam sidang putusan MA, hakim menilai bahwa kenaikan iuran tersebut bertentangan dengan banyak pasal.

Salah satunya Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Pasal 23, Pasal 28 H Jo, Pasal 34 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

Dengan demikian, maka majelis hakim memutuskan iuran BPJS Kesehatan kembali ke semula, yakni Kelas 3 sebesar Rp 25.500, kelas 2 Sebesar Rp 51 ribu dan kelas 1 Sebesar Rp 80 ribu.

 


Rincian Kenaikan Usai Dianulir MA

Petugas melayani peserta di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Perpres itu diteken Jokowi pada 5 Mei 2020. Kenaikan iuran ini berlaku bagi peserta mandiri Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).

Kenaikan iuran berlaku untuk kelas I dan II. Kenaikan iuran tersebut mulai berlaku pada 1 Juli 2020.

Berikut rincian kenaikan iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri yang diatur dalam Pasal 34:

1. Iuran bagi peserta mandiri Kelas II naik menjadi Rp 100 ribu per orang per bulan

2. Iuran peserta mandiri Kelas I yaitu, sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan.

3. Iuran bagi peserta Kelas III untuk tahun 2020 sebesar Rp 42.000 per orang per bulan. Adapun Rp 16.500 dibayarkan oleh pemerintah sehingga peserta BPJS kelas III hanya membayar Rp 25.500 per bulannya.

Namun, iuran peserta kelas III BPJS Kesehatan, baru naik menjadi Rp 42.000 per orang per bulan pada 2021. Dengan rincian, Rp 7.000 subsidi pemerintah sementara sisanya dibayarkan oleh peserta BPJS kelas III.

 


Alasan Iuran Kembali Naik

Warga mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas peserta BPJS Kesehatan akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi virus Corona Covid-19. Menurut dia, kenaikan iuran ini demi menjaga keberlanjutan operasional BPJS Kesehatan.

"Sesuai dengan apa yang sudah diterbitkan, dan tentunya ini adalah untuk menjaga keberlanjutan dari BPJS Kesehatan," jelas Airlangga dalam video conference usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Rabu (13/5/2020).

Meski iuran dinaikkan, Airlangga memastikan bahwa pemerintah tetap memberikan subsidi. Dia mengatakan, subsidi dan iuran tetap diperlukan agar opersional BPJS Kesehatan dapat terus berjalan.

"Nah ini yang tetap diberikan subsidi. Sedangkan yang lain tentu menjadi iuran yang diharapkan bisa menjalankan keberlanjutan daripada operasi BPJS Kesehatan," jelas Airlangga.

 


Naiknya Iuran Disebut Sesuai Aspirasi Masyarakat

Petugas BPJS Kesehatan melayani warga di kawasan Matraman, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Menkeu Sri Mulyani mengusulkan iuran peserta kelas I BPJS Kesehatan naik 2 kali lipat yang semula Rp 80.000 jadi Rp 160.000 per bulan untuk JKN kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp110.000 per bulan. (merdeka.com

Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan, pemerintah telah menerbitkan kebijakan baru yang mengatur besaran iuran JKN-KIS yang baru. Langkah ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjalankan putusan Mahkamah Agung.

"Perpres yang baru ini juga telah memenuhi aspirasi masyarakat seperti yang disampaikan wakil-wakil rakyat di DPR RI, khususnya dari para Anggota Komisi IX, untuk memberikan bantuan iuran bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)/mandiri dan Bukan Pekerja kelas III," ujar Iqbal kepada merdeka.com, Jakarta, Rabu (13/5/2020).

Iqbal mengatakan, dalam masa pandemi Virus Corona saat ini pihaknya berpikir positif pembayaran iuran akan tetap berjalan dengan baik. Sebab, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut merupakan salah satu upaya untuk menjaga agar pembiayaan JKN-KIS bisa berjalan dengan baik.

"(Pembayaran akan lancar di tengah pandemi Virus Corona?) Kita berpikir positif saja. Bahwa ini bagian dari solusi untuk mengatur supaya pembiayaan JKN-KIS bisa berjalan dengan lebih baik. Kepesertaan JKN kan tak cuma mandiri," paparnya.

 


Pengusaha Minta Ditunda

Petugas BPJS Kesehatan melayani warga di kawasan Matraman, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Hal itu dilakukan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit hingga 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Mardani H Maming memohon kepada pemerintah untuk menunda kenaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah masa pandemi virus Corona Covid-19.

Mardani beralasan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan semakin memberatkan para pengusaha yang kini tengah berjuang melawan dampak virus Corona. "Setiap ada keputusan kenaikan dari pemerintah, yang harus membayar pasti pengusaha dan akan memberatkan," ujar dia kepada Liputan6.com, Rabu (13/5/2020).

"Sekarang tiap ada pembiayaan pasti akan memberatkan pengusaha, karena pengusaha mana sekarang yang tidak berdampak pada Covid-19 ini," dia menambahkan.

Menurut dia, hampir sekitar 80 persen pelaku usaha kini terdampak akibat penyebaran wabah tersebut. Hanya sebagian, seperti pengusaha alat kesehatan yang masih dapat mempertahankan kegiatan usahanya.

Oleh karenanya, Mardani berpendapat, pemerintah seharusnya tidak terburu-buru menaikan iuran BPJS Kesehatan. Sebab itu dapat berdampak panjang, seperti membuat perusahaan gulung tikar hingga menambah angka pengangguran.

"Kalau saya sih pemerintah kalau bisa melakukan penundaan dulu untuk kenaikan BPJS Kesehatan ini. Kan kalau pengusaha pada collapse semua, pengangguran pada akhirnya kan akan dimana-mana," kata dia.

"Misal udah urusan perut, nasi, seseorang enggak bisa makan, enggak bisa kasih makan anaknya, otomatis kan semua orang pasti akan nekat. Kriminal pasti akan semakin tinggi," tandasnya.

 


Kembali Digugat ke MA

Ada 6 rumah sakit yang belum berkomitmen menerapkan verifikasi digital klaim (Vedika) BPJS Kesehatan. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) berencana kembali mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA).

Gugatan ini terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

"KPCDI akan mengajukan uji materi ke MA kembali atas Perpres tersebut. Dan saat ini KPCDI sedang berdiskusi dengan Tim Pengacara dan menyusun materi gugatan," kata Sekjen KPCDI Petrus Hariyanto dalam keterangan persnya.

Petrus mengatakan pihaknya menyayangkan keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi virus Corona Covid-19.

Meski dalam Perpres terdapat perubahan jumlah iuran, namun hal itu masih dirasa memberatkan masyarakat.

"Apalagi ditengah kondisi ekonomi yang tidak menentu saat ini. KPCDI menilai hal itu sebagai cara pemerintah untuk mengakali keputusan MA tersebut," ujar dia.

Menurut dia, seharusnya pemerintah tidak menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk mengurangi beban ekonomi masyarakat. Khususnya, kepada peserta kelas III.

"Walau Perpres tersebut masih memberikan subsidi bagi klas tiga, tetapi per Januari 2021 akan naik iuran menjadi Rp 35.000," ucap Petrus.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya