Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 telah memukul sejumlah sektor usaha. Hal ini juga berdampak terhadap beberapa kegiatan ekonomi, sosial dan budaya.
Sejumlah pihak pun harus memutar otak agar dapat bertahan di tengah pandemi COVID-19. Mereka memanfaatkan kesempatan, kreativitas, semangat untuk beradaptasi dan memulai sesuatu yang setidaknya untuk bertahan.
Salah satu contohnya, penyanyi dangdut asal Desa Plosogeneng, Kecamatan Jombang, Jawa Tomur. Ia sementara menghentikan aktivitas bernyanyi seiring pandemi COVID-19.
Baca Juga
Advertisement
Untuk bertahan hidup, Neosari mengais rezeki dengan menjual makanan siap saji. Ia mempromosikan makanan siap saji itu melalui media sosial. Ia pun mengunggah beragam aneka makanan untuk berbuka puasa.
“Karena dari sejak Maret kemarin, saya sebagai pekerja seni, oleh pemerintah tidak diizinkan untuk mengumpulkan massa saat manggung jadi alternatifnya jual online masakan,” tutur dia, seperti dikutip dari tayangan Liputan6, Kamis (14/5/2020).
Penggemar Neosari pun menjadi pelanggan setia masakannya. Neosari mengaku meski penghasilan tidak sebanding dengan hasil beryangi, tetapi pekerjaan barunya ini cukup memenuhi kebutuhan.
Ia pun meminta masyarakat untuk tidak putus asa dan lebih kreatif menyikapi ekonomi di tengah pandemi COVID-19. Bagi Neosari, selalu ada jalan keluar dibalik kesulitan.
Jika Neosari mulai beralih untuk jualan makanan dengan online, warga Surabaya ini mengalihkan usahanya dengan membuat alat perlindungan diri.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Banting Setir Produksi Baju Hazmat
UMKM milik Andy Hwantono yang biasa membuat tas kini banting setir membuat baju hazmat. Pria kelahiran 1982 ini menyumbangkan baju hazmat buatannya kepada tenaga medis puskesmas yang berada di Kecamatan Tambaksari Surabaya.
Sumbangan ini merupakan bentuk partisipasi tempat usahanya menangani COVID-19 mengingat hingga kini masih banyak tenaga medis yang menjadi garda terdepan memerangi COVID-19 kekurangan APD.
"Karena kami lihat di Surabaya saja ya, kota besar ini itu masih banyak kekurangan APD apalagi yang di daerah-daerah. Karena suplai distribusinya ini APD sampai sekarang mungkin belum merata," kata Andy, Jumat, 10 April.
Andy mengatakan, pada awal COVID-19 menjangkiti Jawa Timur, dirinya sempat berpikir untuk merumahkan puluhan pegawainya karena tidak ada pesanan sama sekali.
Namun, ketika rekanannya dari instansi pemerintah maupun swasta yang biasa pesan tas ransel ke tempatnya melihat baju hazmat yang dijual dengan harga tinggi di pasaran, maka Andy diminta memproduksi baju hazmat berstandar medis yang harganya terjangkau.
Berdasarkan permintaan rekanannya tersebut, Andy memutuskan memulai membuat baju hazmat yang dijual Rp 75.000. Selain itu, ia juga memproduksi face shield dan masker kain untuk pesanan donasi ataupun dipakai sendiri oleh masyarakat.
"Kami berusaha untuk membantu sebisa kami, apa yang bisa kami berikan," tutur dia.
Advertisement
Manfaatkan Digital Marketing
Sementara itu, pemilik UMKM Joana Cookies Monica Harijati kini memanfaatkan penjualan dengan digital marketing. Ia mengakui sebelum mendapatkan orderan dari Pemerintah Kota Surabaya, omzet penjualan menurun drastis lantaran dampak pandemi COVID-19.
Ia mengaku terbantu dengan ada pesanan makanan abon dari Pemkot Surabaya. Setiap hari orderan pun bertambah. “Sampai hari ini pemkot melalui Dinas Perdagangan sudah pesan sekitar 400 kilogram,” ujar dia, demikian mengutip Antara.
Ia menuturkan, setiap hari mampu menyelesaikan kurang lebih 100 kilogram abon. Selain dibantu anaknya, Monica mengerjakannya juga secara berkelompok.
Terima Jasa Panggilan ke Rumah untuk Tukang Cukur
Sementara itu, Suyadi (49), tukang potong rambut kini menggunakan alat pelindung diri untuk memotong rambut di Kawasan Siwalankerto, Surabaya, Jawa Timur.
Mengutip Antara, pelaku usaha potong rambut kini menerima jasa panggilan cukur ke rumah seiring sepi pengunjung yang datang ke barbershop. Selain itu juga berkeliling dengan membayar seikhlasnya.
Advertisement