Jualan Kue hingga Masker, Bentuk Perjuangan Guru PAUD di Tengah Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 membawa berbagai dampak bagi Indonesia dan dunia tak terkecuali di sektor pendidikan. Dampak negatif terutama dirasakan oleh guru-guru Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 14 Mei 2020, 15:00 WIB
Murid-murid Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Pelopor belajar di sebuah bangunan kelas tidak permanen di Desa Cibeuteung, Ciseeng, Bogor, Rabu (19/2/2020). Sudah sejak 2009, PAUD yang memiliki 30 murid ini belajar pada bangunan sederhana menumpang di tanah orang lain. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Pandemi COVID-19 membawa berbagai dampak bagi Indonesia dan dunia tak terkecuali di sektor pendidikan. Dampak negatif terutama dirasakan oleh guru-guru Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD.

Menurut Pengurus Pusat Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (PP HIMPAUDI) Netti Herawati, saat ini banyak guru non formal yang tidak dianggap sebagai guru padahal pekerjaan mereka sama.

“Inilah kondisi guru-guru kita, sebelum pandemi pendapatan 76.1 persen guru adalah Rp 250 ribu ke bawah dan setelah pandemi, permasalahan bertambah dengan guru PAUD non-formal yang paling rentan,” ujar Netti dalam webminar HIMPAUDI, Kamis (14/5/2020).

Kesulitan ini juga dipaparkan oleh beberapa perwakilan guru PAUD dari berbagai daerah. Mereka melakukan berbagai kegiatan untuk menutupi kebutuhan hidup, mulai dari jualan kue hingga membuat masker.

“Dalam keadaan saat ini banyak sekali kesulitan yang dialami sebagai guru PAUD, kami tidak memiliki akses internet, kuota saja terbatas, pembelajaran tidak efektif, wali murid banyak yang tidak punya WA,” ujar Nopaliasari perwakilan guru PAUD Lampung.

Untuk memenuhi kesejahteraan, para guru PAUD menjual kue secara daring. Hal ini juga dilakukan oleh guru PAUD lain seperti Zamzami Ulwiyati dari Yogyakarta.

“Kami membuat kue lebaran bersama-sama, bahkan dana THR harus dialokasikan untuk hal lain. Berdagang bersama melalui pasar daring,” kata Zamzami.

Menurutnya, gaji yang hanya Rp100 ribu hingga 500 ribu itu sangat berarti bagi guru PAUD. Apalagi jika guru PAUD itu tidak memiliki suami atau  suaminya di-PHK.

“ Sekarang yang pertama kita pikirkan bukan bagaimana memberi pendidikan dengan cara yang keren tapi bagaimana membuat guru-guru bisa bertahan hidup. BOP sangat membantu tapi belum bisa menjadi solusi,” katanya.

Simak Video Berikut Ini:


Kendala Selama PAUD From Home

Pandemi membuat para guru dan murid tidak bisa bertatap muka secara langsung. Hal ini cukup menyulitkan bagi guru, orangtua, dan anak-anak.

Kendala dapat bermacam-macam, mulai dari tidak adanya akses internet, tidak semua orangtua memiliki WA, keterbatasan paket data, bahkan tidak ada sinyal.

“Melakukan pembelajaran di rumah juga cukup menyulitkan orangtua. Banyak orangtua mengeluh karena anak-anaknya tidak menurut ketika belajar, mereka lebih nurut pada guru PAUD-nya,” kata Munisa perwakilan guru PAUD Kalimantan Barat.

Pandemi juga membuat beberapa kepala keluarga kehilangan pekerjaan, sehingga orangtua tidak dapat membayar iuran. “Orangtua tidak bisa bayar iuran SPP, sudah beberapa bulan guru-guru tidak dapat gaji.”

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya