Iuran Naik, BPJS Kesehatan Diharapkan Surplus Rp 1,76 Triliun

Besaran iuran disesuaikan dengan perhitungan aktuaria dan kemampuan membayar.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 14 Mei 2020, 11:00 WIB
Petugas melayani warga yang mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas pada peserta akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam menjamin kesehatan masyarakat, Pemerintah melakukan langkah lanjutan untuk memperbaiki dan menjaga kesinambungan ekosistem program Jaminan Kesehatan (JKN) dan mengatasi defisit BPJS Kesehatan.

Staf Ahli Menkeu Bidang Pengeluaran Negara, Kemenkeu, Kunta Dasa dalam media briefing Anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kamis (14/5/2020), membeberkan alasan perlunya penyesuaian iuran JKN.

"Iuran BPJS menjadi kesinambungan program JKN, memberikan pelayanan yang tepat waktu dan berkualitas, terjangkau bagi negara dan masyarakat," ujaranya secara virtual dalam video konverensi.

Kemudian, besaran iuran disesuaikan dengan perhitungan aktuaria dan kemampuan membayar, dengan besar iuran PBPU kelas 1 (K1) sebesar Rp 286.085, K2 sebesar Rp 184.617, dan K3 sebesar Rp 137.221.

"Sesuai ketentuan, besaran iuran perlu direvisi secara bekala, iuran JKN terakhir naik tahun 2016 (kelas 3 PBPU bahkan belum pernah disesuaikan sejak 2014)," paparnya Kunta.

Menurutnya, penyesuaian iuran JKN dimaksudkan agar program pemerintah tetap berkesinambungan, dan juga memberikan layanan yang tepat waktu dan berkualitas, termasuk juga supaya terjangkau bagi negara dan masyarakat.

"Untuk segmentasi peserta, untuk PBI pada saat Perpress 82/2018 iurannya Rp 23 ribu. Tapi kemarin untuk Perpress 75/2019, iurannya Rp 42 ribu, ini masih tetep sampai sekarang," kata dia.


Surplus Rp 1,76 Triliun

Petugas melayani peserta di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kemudian untuk PPU PN, lanjut Kunta, pekerja penerima upah dalam negeri, pegawai negeri, iurannya adalah 5 persen dari gaji pokok dan tunjangan keluaraga.

Sementara 3 persen oleh pemberi pekerjaan (pemerintah) dan 2 persen dari pegawai. Sedangkan dalam Perpress 75/2019, besaran iuran adalah 5 persen dari Hake Home Pay (THP) dengan celling Rp 12 juta, pemberi kerjanya 4 persen, dan pekerjanya sendiri 1 persen.

"Untuk Badan Usaha (BU), sebenarnya waktu Perpress 82/2018 itu dibedakan dengan pegawai negeri, tapi utuk yang Perpres 75/2019 ini disamakan," ungkap dia.

"Yang penting disini mengenai PBPU," imbuhnya.

Dimana dalam Perpres 82/2018 telah dirincikan untk kelas 3 sebesar Rp 35 ribu, kelas 2 Rp 51 ribu, dan kelas 1 Rp 80 ribu.

Sedangkan pada Perpres 75/2019, untuk kelas 3 sebesar Rp 42 ribu, kelas 2 Rp 110 ribu, dan kelas 1 sebesar Rp 160 ribu.

"Dengan kondisi tadi, harapannya memang keuangan DJS 2020 itu bisa surplus net-nya sampai Rp 1,76 triliun karena kemarin ada carrry over dari 2019 sekitar Rp 15,5 triliun. Dan harapannya kita bisa meningkatkan kualitas layanan kesehatan, termasuk mereview INA CBGs," pungkasnya.

Sebelumnya, Sejalan dengan putusan Mahkamah Agung No. 7P/HUM/2020 dan telah diterbitkannya Perpres 64/2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Pemerintah melakukan langkah lanjutan untuk memperbaiki dan menjaga kesinambungan ekosistem program Jaminan Kesehatan (JKN).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya