Tak Sesuai UU, Buruh Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak keras kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

oleh Tira Santia diperbarui 14 Mei 2020, 14:30 WIB
Aksi tolak omnibus oleh buruh di Aceh sebelum virus Corona Covid-19 merebak (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak keras terbitnya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang merevisi Perpres No 82 Tahun 2018 terkait kenaikan Iuran BPJS Kesehatan.

Terkait dengan hal itu, Presiden KSPI Said Iqbal menyampaikan, setidaknya ada tiga alasan yang mendasari penolakan KSPI terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Pertama, melanggar ketentuan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

“Dengan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan, maka ada potensi hak rakyat untuk memperoleh layanan kesehatan akan terganggu. Karena kenaikan itu memberatkan masyarakat, sehingga mereka tidak lagi memiliki kemampuan untuk mengiur,” kata Said dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Kamis (14/5/2020).

Lanjutnya, terlebih lagi saat ini banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharian. Ia mengkritisi bahwa seharusnya negara berkewajiban untuk melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Bukan malah membebani rakyat dengan menaikkan iuran.

Kedua, KSPI menilai kenaikan tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU 40/2004 tentang SJSN dan UU 24/2011 tentang BPJS.

Dimana disebutkan, bahwa BPJS Kesehatan bukanlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tetapi berbentuk badan hukum publik, sehingga pemerintah tidak boleh seenaknya menaikkan iuran secara sepihak tanpa meminta persetujuan dari pemilik BPJS Kesehatan.

“Adapun pemilik BPJS Kesehatan adalah mereka yang mengiur iuran, terdiri dari: 1) Pemerintah yang membayar biaya untuk Penerima Bantuan Iuran, 2)  Pengusaha yang membayar iuran untuk buruh sebesar 4 persen dari gaji, 3) buruh yang membayar iuran sebesar 1 persen dari gaji, dan 4) masyarakat yang mengiur sesuai dengan kelas yang dipilihnya," ujarnya.


Tak Bisa Seenaknya Naikan Iuran

Presiden KSPI Said Iqbal memberi keterangan saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (25/9/2019). Kendati menilai revisi UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan merugikan buruh, serikat pekerja meminta buruh menahan diri dan mengedepankan keutuhan NKRI. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Oleh karena itu, menurut Said BPJS harus bertanya kepada masyarakat jika ingin menaikkan iuran. Tidak boleh seenaknya menaikkan secara sepihak.

Kemudian alasan yang Ketiga, ia menyebut bahwa Mahkamah Agung sudah membatalkan Pepres No 82 Tahun 2018 yang sebelumnya menaikkan iuran. KSPI menilai, seharusnya untuk sesuatu yang sudah diputuskan oleh hukum, harus dijalankan. Tidak boleh diakal-akali untuk memaksakan kehendak.

Maka KSPI meminta pemerintah mentaati putusan MA. Jika kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak dibatalkan, sehabis lebaran KSPI akan mengajukan gugatan ke MA agar membatalkan Perpes tersebut.

"KSPI juga meminta DPR untuk mengambil sikap politik dengan memanggil Menteri Kesehatan dan Direksi BPJS Kesehatan untuk melakukan RDP guna membatalkan Perpes tersebut," pungkasnya.   

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya