Kasus Hand Sanitizer Bergambar Bakal Calon di Pilkada Sukoharjo Masuk Tahap Penyelidikan

Terkait kronologis kemunculan hand sanitizer bergambar bakal calon pasangan pilkada tersebut, Bawaslu setempat masih enggan memberikan keterangan.

Oleh TimesIndonesia.co.id diperbarui 14 Mei 2020, 15:42 WIB
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)

Liputan6.com, Jakarta Kemunculan hand sanitizer bergambar salah satu bakal calon pasangan kepala daerah di Pilkada Sukoharjo, Jawa Tengah sempat bikin geger masyarakat. 

Terkait hal ini, Ketua Bawaslu Sukoharjo, Bambang Muryanto mengaku telah meminta keterangan dari tiga orang saksi yang dianggap mengetahui kemunculan hand sanitizer tersebut.

Pemeriksaan terhadap para saksi rencananya akan dilakukan selama tiga hari oleh Divisi Pelanggaran dan Divisi Penanganan Sengketa Bawaslu Sukoharjo. 

Namun, dia enggan memberi keterangan mengenai kronologis kemunculan hand sanitizer bergambar bakal calon pasangan pilkada tersebut dengan alasan masih melakukan investigasi.

"Apa yang kami lakukan saat ini baru tahap penyelidikan, belum ke tahap klarifikasi. Kami melakukan pendalaman bukti serta saksi. Sehingga belum ada tersangka. Kemarin satu saksi sudah kami minta keterangan, hari ini dan besok masing-masing satu saksi kami minta keterangan," jelas Bambang, Rabu, 13 Mei 2020. 

Menurutnya, tahap klarifikasi akan dilakukan apabila sudah jelas ada ketentuan yang dilanggar, siapa yang melanggar serta pasal-pasal yang bisa menjeratnya.

"Bawaslu Sukoharjo sebelumnya, telah memberi peringatan kepada petahana, keluarga dan bakal calon lainnya untuk tidak melakukan tindakan pelanggaran pilkada," jelasnya. 

Peringatan tersebut sesuai dengan surat yang dikeluarkan Bawaslu RI nomor 0256/K.BAWASLU/PM.00.00/04/2020 yang memberi perintah kepada Bawaslu kabupaten/kota melakukan tindakan pencegahan pelanggaran Pilkada.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Jangan Berkampanye dalam Bantuan Covid-19

Bambang menambahkan substansi peringatan untuk tidak melakukan tindakan pelanggaran pilkada berada dalam UU No 10 Tahun 2016 pasal 17 tentang Pilkada.

Di situ disebutkan pejabat daerah, pejabat ASN, anggota TNI/Polri, kepala desa atau lurah dilarang membuat keputusan dan atau tindakan menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Selain itu, gubernur/wakil gubernur, wali kota /wakil wali kota, bupati/wakil bupati dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali memperoleh persetujuan tertulis dari menteri.

Diatur pula bahwa gubernur/wakil gubernur, wali kota/wakil wali kota, bupati/wakil bupati dilarang menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri ataupun di daerah luar.

"Intinya jangan membonceng, atau melakukan kampanye dalam bantuan selama penanganan Covid-19," tegas Bambang.

Dia mencontohkan, walaupun gambar pada bantuan penanganan Covid-19 tersebut tidak ada muatan kampanye, namun jika hal tersebut dilakukan, maka sangat tidak etis.

Dalam waktu dekat, Bawaslu Sukoharjo akan membuat surat imbauan sebagai bentuk pencegahan terhadap larangan pemberian uang atau barang sesuai yang diatur dalam perundang-undangan. 

 

Simak berita Times Indonesia lainnya di sini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya