Jakarta - Vietnam tengah jadi sorotan karena tak ada kematian akibat Virus Corona COVID-19. Mungkin inilah mimpi yang ingin dicapai oleh banyak negara, dari Amerika Serikat hingga Italia.
Di saat penularan Virus Corona COVID-19 kembali meningkat di Singapura dan kasus baru terus muncul di negara ASEAN, seperti Indonesia, Vietnam malah mengalami keunikan tersendiri.
Advertisement
Dengan jumlah penduduk sekitar 90 juta orang, Vietnam memiliki luas daratan lebih dari 1.400 kilometer yang berbatasan dengan China, negara asal Virus Corona COVID-19.
Tapi Vietnam tidak mencatat satu pun kematian Virus Corona COVID-19, yang mencenggangkan banyak pihak.
Sampai hari Senin 11 Mei 2020, pihak berwenang Vietnam melaporkan delapan pasien tambahan yang dinyatakan sembuh dari COVID-19.
Total jumlah warga yang sembuh 249 orang dari 288 kasus positif Virus Corona COVID-19 di Vietnam.
Bandingkan dengan Malaysia yang sekarang memiliki 6.276 kasus atau Singapura dengan hanya 5,6 juta orang tapi mencatat 23.787 orang tertular Virus Corona COVID-19.
"Australia banyak sekali memperhatikan Singapura, namun Singapura sekarang ini merupakan salah satu kegagalan terbesar di dunia," kata Mike Toole, pakar masalah penyakit menular di Burnet Institute di Melbourne seperti dikutip dari ABC Australia, Kamis (14/5/2020).
"Vietnam dalam situasi yang berbeda. Saya kira ini merupakan keberhasilan luar biasa bagi negara sebesar itu."
Apa Data Vietnam Bisa Dipercaya?
Vietnam adalah negara otoriter yang hanya memiliki satu partai, Partai Komunis, yang selama ini dikenal tidak mau berbagi informasi dengan dunia internasional.
Namun kebanyakan pakar mengatakan pihak berwenang Vietnam jujur dalam menyampaikan statisik mengenai Virus Corona COVID-19.
Huong Le Thu, seorang analis di Strategic Policy Institute di Australia mengatakan kepada ABC bahwa organisasi internasional, para pakar masalah pandemi, bahkan duta besar Australia untuk Hanoi sudah menyampaikan keyakinan soal data yang ada.
Kantor berita Reuters mengatakan tidak ada satu pun dari 13 pusat pelayanan pemakaman di Hanoi yang melaporkan adanya peningkatan pemakaman di masa pandemi.
"Saya tidak melihat adanya hal yang mengkhawatirkan mengenai akurasi atau ketidakterbukaan soal jumlah," kata Sharon Kane, direktur Plan Internasional untuk Vietnam, sebuah NGO yang bergerak di bidang kesehatan publik.
"Ada kejujuran dalam pelaporan dan kesadaran dari pemerintah sejak awal Januari mengenai sumber daya yang terbatas bila terjadi pandemi, sehingga Vietnam mengambil tindakan segera untuk menguasai keadaan."
"Mereka tidak melihat ini sebagai flu biasa," kata Professor Toole .
"Mereka menggambarkan gejala yang ada, mereka memberikan informasi dimana warga bisa melakukan tes."
Bergerak Cepat dan Tegas
Kunci kesuksesan Vietnam adalah melakukan tes dengan strategis, aktif mencari orang-orang yang pernah melakukan kontak dengan mereka yang dinyatakan positif.
Selain itu mereka juga menggelar kampanye informasi yang efektif.
Paling penting lagi: semua dilakukan dengan cepat.
"Dari awal, ini dipahami sebagai masalah yang sangat serius, virus yang bisa menyerang siapa saja," kata Dr Le Thu.
"Tidak saja orang yang terkena, namun semua orang di sekeliling mereka."Ketika muncul kasus Virus Corona COVID-19 pertama kalinya tanggal 22 Januari, Vietnam segera membentuk gugus tugas di tingkat kementerian.
Professor Toole mengatakan Vietnam "mungkin bertindak lebih cepat dibandingkan negara lain di dunia, kecuali China."
Tanggal 1 Februari, maskapai penerbangan Vietnam Airlines menghentikan seluruh penerbangan dari China, Hong Kong dan Taiwan.
Perbatasan juga ditutup dan seluruh penerbangan internasional dihentikan 21 Maret.
Mereka yang kembali ke Vietnam juga harus menjalani karantina selama 14 hari dengan biaya karantina ditanggung Pemerintah Vietnam.
Di awal Maret, ilmuwan Vietnam sudah mengembangkan alat tes yang murah harganya.
"Di saat itu, Amerika Serikat belum lagi memiliki tes yang efektif. Vietnam sudah memiliki tiga," kata Professor Toole .
Jumlah lab yang bisa melakukan pengetesan COVID-19 di Vietnam naik dari tiga di bulan Januari menjadi 112 di bulan April.
Di akhir April, negeri itu sudah melakukan 260 ribu tes atau setara dengan 2.691 tes per satu juta penduduk.
Advertisement
Vietnam Kembali Membuka Diri
Dalam sebulan, Vietnam tidak mencatat kasus baru, karenanya pusat bisnis dan tempat wisata akan dibuka kembali.
Sekolah juga sudah aktif kembali dengan menerapkan menjaga jarak antara warga, suhu tubuh murid dicek setiap hari, serta pembagian 'hand sanitiser' bagi murid-murid.
Ho Chi Minh City, kota terbesar di Vietnam dengan jumlah penduduk 9 juta orang, kembali membuka jaringan transportasi bis pekan ini.
Vietnam Airlines mengatakan akan membuka kembali semua penerbangan domestik di awal Juni.
Tempat wisata, seperti Moseleum Ho Chi Minh di Hanoi juga sudah dibuka lagi.
Pariwisata adalah bagian penting dari perekonomian Vietnam yang secara langsung mempekerjakan 750 ribu orang dan menyumbang 8 persen bagi PDB di tahun 2017.
Sama seperti banyak negara lain, perekonomian Vietnam juga mengalami masalah besar karena Virus Corona COVID-19, dengan pertumbuhan ekonomi di empat bulan pertama tahun 2020, hanya 3,8 persen, angka terendah dalam 10 tahun terakhir.
Pekan ini, pemerintah mulai meluncurkan kampanye berjudul "Perjalanan warga Vietnam di kawasan Vietnam", sebagai upaya mempromosikan pariwisata dalam negeri saat negeri itu mulai dibuka lagi.
Sementara Vietnam terus memulangkan warganya dari luar negeri, ancaman Virus Corona COVID-19 ini dari luar tetap ada.
"Resiko COVID-19 ini sekarang rendah dan itu adalah hal yang bagus," kata Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc minggu lalu.
"Tetapi kita tetap harus waspada."